Foto: Rektor Dwijendra University, Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc.,M.MA.

Denpasar (Metrobali.com)-

Sebagai salah satu perguruan tinggi swasta (PTS) ternama di Bali, Dwijendra University menegaskan siap menjalankan dan menyuksekan kebijakan dan program-progam Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Salah satunya mengenai Merdeka Belajar-Kampus Merdeka yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.

“Dwijendra University sangat siap menerapkan kebijakan publik Kampus Merdeka. Kami rasa ini kebijakan yang bagus untuk kemajuan dunia pendidikan tinggi dan peningkatan kualitas SDM,” kata Rektor Dwijendra University, Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc.,M.MA.,Kamis (20/2/2020).

Seperti diketahui, Mendikbud Nadiem Makarimkembali meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar. Diberi tajuk Kampus Merdeka, kali ini, terdapat empat penyesuaian kebijakan di lingkup pendidikan tinggi.

Salah satunya mengganti Sistem Kredit Semester (SKS) menjadi progam kerja luar kelas. Mahasiswa wajib mengambil lima semester dari prodi asalnya, sisa 2 semester atau setara 40 SKS untuk kerja lapangan. Sementara 1 semester lainnya untuk belajar dari prodi lain.

Pihak perguruan tinggi di tanah air pun merespon positif kebijakan ini termasuk Dwijendra University.  Rektor Dwijendra University menegaskan pihaknya siap menjalankan kebijakan ini setelah mendapatkan petunjuk teknis dari Kemendikbud dan berkoordinasi dengan LLDikti (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) Wilayah VIII Bali, NTT, NTB (Bali Nusra).

“Sampai saat ini petunjuk teknisnya belum kami terima. Kalau sudah ada juga akan kami koordinasikan dengan LLDikti untuk pelaksanaannya,” tegas Rektor Gede Sedana.

Menurutnya kebijakan Kampus Merdeka salah satunya dengan penekanan pada kegiatan progam kerja luar kelas atau progam magang ini sangat strategis dan dirasakan sesuai dengan tuntutan kekinian khususnya di dunia kerja atau dunia industri.

Bagi perguruan tinggi, mendorong mahasiswa lebih banyak magang di industri ini terobosan besar. Mahasiswa jadinya punya kompetensi yang dibutuhkan pasar atau industri. Ada kesempatan mahasiswa meningkatkan skill praktik dan wawasan sesuai bidang ilmunya.

“Saat magang mahasiswa punya keterampilan dan lebih siap di dunia kerja. Mahasiswa juga bisa membantu industri dan industri akan terdorong,” kata Rektor Gede Sedana.

Dengan kebijakan Kampus Merdeka ini mahasiswa juga dinilai lebih siap memnuat inovasi dan mendorong penelitian lebih berkualitas. “Mahasiswa memiliki inovasi dan jadi titik ungkit paling besar tentukan jenis riset. Ini juga mendukung mahasiswa makin berkembang sesuai tuntutan industri secara nasional maupun internasional,” pungkas Rektor Gede Sedana.

Ini Empat Kebijakan Kampus Merdeka Kemendikbud

Seperti dikutip dari situs resmi Kemendikbud, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim kembali meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar. Diberi tajuk Kampus Merdeka, kali ini, terdapat empat penyesuaian kebijakan di lingkup pendidikan tinggi.

“Kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Pelaksanaannya paling memungkinkan untuk segera dilangsungkan, hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang,” disampaikan Mendikbud dalam rapat koordinasi kebijakan pendidikan tinggi di Gedung D kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Jumat (24/1/2020).

Kebijakan pertama adalah otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. Otonomi ini diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan. Ditambahkan oleh Mendikbud, “Seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C”.

Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan bahwa kerja sama dengan organisasi akan mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa. Kemudian Kemendikbud akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan. “Tracer study wajib dilakukan setiap tahun. Perguruan tinggi wajib memastikan hal ini diterapkan,” ujar Menteri Nadiem.

Kebijakan Kampus Merdeka yang kedua adalah program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Mendatang, akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun akan diperbaharui secara otomatis.

“Pengajuan re-akreditasi PT dan prodi dibatasi paling cepat 2 tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Untuk perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan akreditasi kapanpun,” tutur Mendikbud.

“Nanti, Akreditasi A pun akan diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Daftar akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri,” tambahnya.

Evaluasi akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ditemukan penurunan kualitas yang meliputi pengaduan masyarakat dengan disertai bukti yang konkret, serta penurunan tajam jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi.

Kebijakan Kampus Merdeka yang ketiga terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi.

Sementara itu, kebijakan Kampus Merdeka yang keempat akan memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS).

Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela, jadi mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak SKS di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS. Ditambah, mahasiswa juga dapat mengambil SKS di prodi lain di dalam kampusnya sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh. Ini tidak berlaku untuk prodi kesehatan.

Disisi lain, saat ini bobot SKS untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru, terlebih di banyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa.

Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan terdapat perubahan pengertian mengenai SKS. Setiap SKS diartikan sebagai ‘jam kegiatan’, bukan lagi ‘jam belajar’. Kegiatan di sini berarti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil.

“Setiap kegiatan yang dipilih mahasiswa harus dibimbing oleh seorang dosen yang ditentukan kampusnya. Daftar kegiatan yang dapat diambil oleh mahasiswa dapat dipilih dari program yang ditentukan pemerintah dan/atau program yang disetujui oleh rektornya,” kata Mendikbud.

Mendikbud menerangkan bahwa paket kebijakan Kampus Merdeka ini menjadi langkah awal dari rangkaian kebijakan untuk perguruan tinggi. “Ini tahap awal untuk melepaskan belenggu agar lebih mudah bergerak. Kita masih belum menyentuh aspek kualitas. Akan ada beberapa matriks yang akan digunakan untuk membantu perguruan tinggi mencapai targetnya,” pungkasnya. (dan)