Ilusttrasi/Poto

Manusia dihadapkan pada disrupsi perubahan yang dashyat, dengan cirinya dalam akronim VUCA: Volatility ( kelabilan akibat perubahan), Uncertainty (ketidakpastian), Complexity ( keruwetan) dan Ambiguity (ketidakjelasan/kekaburan).

Dampaknya nyata:krisis pangan, krisis energi, “hantu” stagflasi, risiko ancaman perang nuklir kalau situasi di lapangan terjadi dadakan dan lepas kendali (casus belli). Deritanya tampak nyata, sekitar 350 juta umat manusia terancam kekurangan pangan ( sekitar 5 persen dari total penduduk dunia), dan 50 juta di antaranya dewasa ini sedang mengalami kelaparan.
Daratan Eropa mengalami kesulitan ekonomi terparah sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua, terutama disebabkan oleh tersumbatnya pasokan gas dari Rusia akibat perang Ukraina – Rusia, yang kemudian berdampak sangat serius terhadap kehidupan masyarakat di kawasan tsb.
Dari perspektif globalisme ekonomi dan geo politik global, VUCA ini diakibatkan oleh (untuk ulasan sederhananya): perang dagang berkepanjangan AS – CHINA, pandemi Covid – 19, perang Ukraina – Rusia, ketegangan politik berkepanjangan yang mendekati puncaknya dalam bentuk: ketegangan di Teluk Taiwan, ketegangan di Semenanjung Korea, “api dalam sekam” di wilayah Laut China Selatan.
Kemudian tumbul pertanyaan, filosofis- retorik kenapa kondisi ini terjadi, dan nyaris tanpa kendali oleh manusia yang menghuni bumi ini?.
Jawaban sederhananya (sangat disederhanakan), al.adalah: pertama, merujuk ke pemikiran ilmuwan sosial global Francis Fukuyama: demokrasi libral dengan sistem ekonomi pasar bebasnya telah gagal dalam mengatur dunia, yang telah melahirkan ketimpangan ekonomi yang dalam dan krisis iklim yang dashyat.
Kedua, lembaga-lembaga internasional yang didirikan pasca Perang Dunia Kedua menyebut beberapa seperti PBB, Bank Dunia, IMF telah gagal menjalankan perannya. PBB tidak mampu berbuat apa-apa dalam perang Ukraina – Rusia. Bank Dunia dan IMF tetap “berpangku tangan” ketika Sri Lanka bangkrut secara ekonomi. Ketiga, kepemimpinan global yang lemah, menyebut beberapa: yang bergabung dalam G 7, G 20, BRICS, Aliansi negara2 Asia Tengah karena terlalu mementingkan kepentingan nasionalnya – national interest – dengan mengorbankan kepentingan kawasan dan kepentingan global.
Jadi kita hidup di tengah ketidakpastian tinggi di bumi yang kita huni bersama dengan risiko ancaman perang nuklir.
Sejarah mencatat, manusia pelaku sejarah pada zamannya, tantangan bagi para pemimpin dunia bagaimana mengelola dunia ini, bersamaan dengan krisis iklim yang berlangsung dashyat.

Penulis : Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat kecendrungan masa depan (trend watcher).