DSC_4345

Denpasar, (Metrobali.com) –

Gubernur Made Mangku Pastika didampingi Wagub ketut Sudikerta dan pimpinan SKPD di lingkungan pemprov Bali kembali menyerap berbagai aspirasi masyarakat melalui kegiatan simakrama yang berlangsung di Ruang Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Sabtu (25/4). Dalam kata pengantarnya, Pastika menyebut kegiatan ini sebagai media untuk mengetahui berbagai perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. “Kami tak bisa melihat langsung semua perkembangan yang terjadi. Kami harap masyarakat dapat menyampaikan berbagai hal melalui kegiatan ini,” ujarnya.

Sedikitnya ada 20 peserta yang menyampaikan aspirasi pada kegiatan simakrama kali ini. Dukungan untuk keberlanjutan program Bali Mandara menjadi topik yang paling banyak disampaikan peserta Simakrama. Harapan untuk keberlanjutan program Bali Mandara disampaikan I Ketut Wenten Ariawan. Dia berharap program ini dapat berlanjut hingga ke jilid III,IV dan seterusnya karena sudah sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Bali. Harapan yang sama juga disampaikan peserta lainnya yaitu Wayan Lanang Sudira, Dewa Nyoman Mangku Gira, I Ketut Marja Abbas, I Nyoman Mudita dan I Wayan Suata.  Bahkan, Marja Abbas menyebut sosok Pastika layak duduk di kabinet. Menanggapi hal tersebut, Pastika menyampaikan komitmennya untuk mengawal keberlanjutan program Bali Mandara yang telah memasuki jilid II. “Program yang baik kita teruskan, yang belum baik kita perbaiki,” imbuhnya. Terkait dengan pendapat Marja Abbas yang menyebutnya layak jadi Menteri, Pastika menegaskan kalau dirinya lebih pas jadi gubernur agar bisa menuntaskan Bali Mandara Jilid II sebagai pondasi pembangunan selanjutnya.

Ketidaksetujuan penggantian Patung Wisnu Murthi menjadi Patung Soekarno di Simpang Kediri Tabanan dikemukakan oleh dua warga Tabanan yaitu Wayan Wilasa dan Ketut  Semara Putra. Mereka berpendapat, penggantian itu tak hanya pelecehan simbol hindu, tapi juga melecehkan sosok Presiden Pertama RI. Gubernur Pastika tak banyak menanggapi hal ini karena merupakan kewenangan pejabat setempat. Namun demikian, dia berjanji akan menanyakan hal tersebut.

Selanjutnya ada Luh Putu Sudianitri yang mengharapkan perhatian Dinas Pertanian terkait dengan upayanya melestarikan jeruk Bali. Kurangnya pembinaan membuat usaha perempuan 67 tahun ini makin surut. “Dari 100 bibit jeruk yang saya tanam, kini tinggal beberapa saja,” ujar perempuan yang mengaku pernah menjadi ajudan Presiden Soekarno ini. Gubernur Pastika mengapresiasi semangat dan kegigihan Sudianitri dalam melestarikan dan mengembangkan buah lokal. Untuk itu, dia langsung mengintruksikan SKPD terkait agar menindaklanjuti harapan Sudianitri.

Selain penyampaian aspirasi, simakrama kali ini juga diwarnai penyampaian terima kasih dari Ketua Koperasi Cipta Pesona Nusantara Ketut Sukarta. Dia menyampaikan terima kasih kepada Gubernur beserta jajarannya karena telah berhasil memediasi kisruh koperasinya dengan pihak Angkasa Pura. “Endingnya, kami sudah diakui sebagai mitra binaan transportasi darat oleh pihak Angkasa Pura,” ucapnya.

Usul peningkatan insfrastruktur juga disampaikan beberapa peserta. Perbekel Banjar Nyambu, Kediri, Tabanan mohon perbaikan jalan produksi di wilayahnya. Sementara I Made Sugatna dari Jembrana mohon bantuan untuk pembangunan penyengker pura. Simakrama kali ini juga diwarnai dengan kehadiran Made Mustika, seorang penyandang disabilitas (tuna netra,red) yang mengharapkan terbentuknya relawan penyandang cacat lansia. Sementara Wayan Ranten asal Tanjung Benoa mengutarakan dukungannya terhadap kelanjutan reklamasi Teluk Benoa.

Penyampaian aspirasi dari Mantan Bupati Buleleng Gede Wardana menjadi penutup pelaksanaan simakrama kali ini. Dia mengamati, Bali bergerak begitu dinamis dengan berbagai isunya seperti reklamasi yang masih kontroversi hingga rencana pembangunan bandara baru di Buleleng. Selain rencana pembangunan fisik, ketahanan budaya juga menjadi perhatian pria yang sedang menempuh program doktor di UI ini. Menurut dia, saat ini masyarakat Bali tengah dihadapkan pada ancaman ketahanan budaya. Salah satu hal kecil yang cukup mengganjal di benaknya adalah kurangnya sentuhan budaya Bali di areal Bandara Ngurah Rai. “Harusnya ada gamelan atau identitas lainnya yang mencirikan kalau kita tiba di Bali,” pungkasnya. AD-MB