Dukung Komunitas Rentan, Intrepid dan SOS Salurkan Makanan Sisa Layak Konsumsi
Denpasar, (Metrobali.com)-
Komitmen sosial perusahaan wisata Intrepid DMC Indonesia kembali dibuktikan melalui kerja sama dengan lembaga sosial Scholars of Sustenance (SOS) Indonesia. Kolaborasi ini bertujuan mengatasi masalah kekurangan pangan sekaligus mengurangi pemborosan makanan di daerah wisata utama seperti Bali dan Jakarta.
Melalui Intrepid Foundation, lembaga filantropi milik Intrepid Travel Group, perusahaan ini akan mendukung SOS dalam dua aspek utama: peningkatan kesadaran tentang penyelamatan pangan, serta penggalangan dana (fundraising) dari para wisatawan yang menggunakan jasa perjalanan mereka di Indonesia.
Sebagai bagian kampanye tersebut, sekitar 50 orang, terdiri dari staf Intrepid di Indonesia, Filipina dan Timor Leste melakukan advocacy walk di kawasan Sanur pada Jumat (14/3/2025) sore. Turut dalam kegiatan ini staf SOS dan pelaku pariwisata
“Mulai tahun ini, kami memberikan donasi awal sebesar 5.000 dolar AS kepada SOS Indonesia. Selain itu, setiap donasi dari wisatawan akan kami gandakan. Jika ada yang menyumbang 100 dolar, Intrepid akan menambahkannya jadi 200 dolar,” ujar Ravindra Singh, General Manager Intrepid Indonesia.
Menurut Ravindra, program ini merupakan bagian dari misi jangka panjang Intrepid Foundation, yang sejak 2003 telah mendukung berbagai organisasi sosial di seluruh dunia. “Kami percaya tidak ada satu pun orang di dunia yang seharusnya tidur dalam keadaan lapar,” tegasnya.
Distribusi Makanan Layak Konsumsi untuk Warga Rentan
SOS Indonesia merupakan organisasi nirlaba yang fokus pada penyelamatan pangan (food rescue) dari hotel, restoran, dan retailer, lalu mendistribusikannya ke panti asuhan, penyandang disabilitas, serta komunitas berpenghasilan rendah.
“Kami menyelamatkan rata-rata 300 hingga 500 kilogram makanan setiap hari, dan bisa mencapai satu ton jika mendapat bahan mentah seperti beras atau minyak,” kata Ni Luh Putu Juniari, perwakilan SOS Indonesia.
Di Bali, SOS telah bermitra dengan lebih dari 100 hotel dan ritel makanan, seperti Hard Rock Hotel, Papaya, hingga Nutrifood. Sementara di Jakarta—yang baru mulai beroperasi sejak 2023—tercatat ada sekitar 50 mitra.
Juniari menjelaskan bahwa donasi makanan bisa berupa makanan matang dari buffet hotel, maupun bahan mentah yang kemudian diolah di dapur SOS, seperti melalui program Rescue Kitchen dan Healthy School Meal. “Tim kami sudah terlatih untuk menyeleksi makanan yang masih layak konsumsi,” ujarnya.
Saat ini, SOS memiliki tiga armada kendaraan dan tim operasional sekitar 15 orang di Bali. Distribusi makanan dilakukan rutin sesuai wilayah. Misalnya, Karangasem dan Buleleng mendapat pengiriman bulanan, sementara Tabanan dan Klungkung menerima distribusi mingguan. Kawasan Denpasar dan Badung, mendapat distribusi harian.
Butuh Dana Operasional, Kolaborasi dengan Intrepid Jadi Angin Segar
Selama ini, SOS lebih dikenal sebagai organisasi penyelamat makanan. Namun, mereka juga membutuhkan dana operasional untuk mendukung aktivitas sehari-hari seperti biaya bensin, tol, dan perawatan kendaraan.
“Kerja sama dengan Intrepid ini sangat berarti karena selain pangan, kami juga sangat membutuhkan dana untuk keberlangsungan operasional,” kata Juniari.
Sejak didirikan di Bali pada 2017, SOS Indonesia telah menyelamatkan lebih dari 6,4 juta porsi makanan dan menekan potensi emisi gas rumah kaca sebesar 3.300 ton setara CO₂—dampak positif dari tidak membuang makanan ke tempat sampah.
Pada kesempatan terpisah Biheng Zhang, General Manager Yayasan Intrepid, The Intrepid Foundation menambahkan, “Tidak ada manusia yang layak lapar ketika ada makanan yang akan dibuang sia-sia. Scholars of Sustenance Indonesia menjawab isu ini langsung ke lapangan dan kami bangga mendukung mereka. Ini bukan hanya tentang pangan, ini tentang cara berfikir kita tentang kemubaziran dan memastikan masyarakat mendapatkan pangan yang mereka butuhkan.”
Kolaborasi Intrepid-SOS ini menjadi langkah konkret untuk memperluas gerakan penyelamatan pangan, membangun kesadaran wisatawan, dan menciptakan dampak sosial yang berkelanjutan di Indonesia, khususnya di kawasan padat wisata seperti Bali. (RED-MB)