Foto: Ketua DPC Gerindra Badung yang juga Wakil Ketua DPRD Bali Wayan Diesel Astawa mendorong aparat penegak hukum mengusut dugaan penyalahgunaan dana hibah untuk pembangunan Pura Ibu Panti Dukuh di Desa Adat Bualu, Kuta Selatan, Kabupaten Badung.

Badung (Metrobali.com)-

Pembangunan Pura Ibu Panti Dukuh di Desa Adat Bualu, Kuta Selatan, Kabupaten Badung yang dibiayai dengan dana hibah senilai Rp 2 miliar tidak hanya menyisakan kekecewaan bagi pangempon pura tetapi juga mengungkap tabir adanya dugaan permainan dalam penyaluran dan pengelolaan dana hibah yang disalurkan Pemerintah Kabupaten Badung.

Ketua DPC Gerindra Badung yang juga Wakil Ketua DPRD Bali Wayan Diesel Astawa angkat bicara mengenai persoalan hibah di Pura Ibu Panti Dukuh ini seraya mengungkapkan kekecewaannya terhadap lemahnya pengawasan dana hibah selama lima tahun terakhir. Ia mempertanyakan komitmen anggota DPRD Badung dalam menjalankan tugas mereka.

“Selama 5 tahun perjalanan hibah itu sebagai kewajiban daripada anggota DPR itu adalah pengawasan, kontrol, dan budgeting. Selama 5 tahun kemana?,” kata Diesel Astawa saat dihubungi Kamis 14 November 2024.

Seperti diberitakan sebelumnya, bantuan dana hibah dari Pemkab Badung untuk Pura Ibu Panti Dukuh di Desa Adat Bualu, Kuta Selatan, Badung,  menjadi sorotan warga. Anggaran sebesar Rp 2 miliar yang telah disalurkan, diduga dikelola dengan asal-asalan oleh pihak pemborong. Setelah serah terima, pangempon mendapati hasil pengerjaan tak sesuai perjanjian awal. Dari 19 palinggih yang dijanjikan, hanya 17 palinggih yang berhasil dibangun.

Sejumlah warga mengeluhkan kualitas pekerjaan yang rendah, dengan bahan-bahan bekas yang digunakan, hingga pelinggih yang tidak dikerjakan sesuai proposal. Ironisnya, pembangunan dua pelinggih tersebut akhirnya harus ditanggung secara swadaya oleh warga, dengan biaya sekitar Rp 15 juta per keluarga.

Ketika ditanya tentang kewajiban pengawasan para wakil rakyat terhadap penggunaan dana hibah yang tidak sesuai anggaran, Diesel Astawa menegaskan bahwa pengawasan sebenarnya dapat dilakukan, termasuk oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ia mempertanyakan sikap BPK yang sering menyatakan bahwa laporan APBD Badung selalu dalam kondisi baik, meski di lapangan terdapat banyak permasalahan.

“Ya bisa, termasuk BPK juga bisa ngawasi, kenapa BPK selalu mengatakan APBD Badung selalu baik-baik saja,” kata Diesel Astawa.

Ketika ditanya apakah Fraksi Gerindra DPRD Badung bisa turut mengawasi penggunaan dana hibah tersebut, Diesel Astawa menjawab dengan nada kritis. Ia menjelaskan bahwa meskipun pengawasan dilakukan, ada sejumlah lembaga lain yang bertanggung jawab untuk memastikan pertanggungjawaban, seperti inspektorat. Dia pun mendorong aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan menyelidiki persoalan ini termasuk mendalami jika ada dugaan mafia dana hibah ataupun dugaan korupsi.

“Loh, itu kan kembali lagi, tidak dicek pun kalau sudah seperti itu, ada inspektorat, ada ini, pertanggung jawaban. Kalau seperti ini persoalan sudah mencuat. Kenapa aparat penegak hukum juga tidak melakukan tindakan? Kan begitu kan? Orang tidur saja bisa ditindak,” katanya.

Diesel Astawa mengkritik kinerja DPRD Badung yang menurutnya sudah puluhan tahun terkontaminasi sehingga terkesan lemah terhadap pengawasan dana hibah.

“Kalau DPRD sudah saya katakan 10 tahun, 20 tahun di Badung, penyaluran hibah di Badung, mereka sudah terkontaminasi semua. Sekarang dengan adanya di media massa mencuat dan sebagainya, apa perlu lagi dari DPRD? Kan seharusnya tindak lanjut dari aparat,” tegasnya.

Diesel Astawa menegaskan bahwa tanggung jawab kini berada di tangan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan dalam menangani kasus dugaan penyalahgunaan dana hibah di Bualu dan di daerah lainnya di Badung. Ditambahkannya, berdasarkan pemberitaan yang menyebutkan penggunaan dana Rp 2 miliar tidak sesuai dengan yang direncanakan, Diesel mempertanyakan ke mana pengawasan selama ini. Ia juga mengingatkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selalu memberikan audit terbaik, namun fakta di lapangan seakan menunjukkan hal sebaliknya, mempertanyakan efektivitas pengawasan yang ada.

Diesel Astawa menegaskan bahwa tidak perlu menunggu pintu masuk untuk membongkar masalah dugaan penyalahgunaan dana hibah Bantuan Keuangan Khusus (BKK) di Badung. Menurutnya, begitu ada indikasi kerugian pada APBD, aparat penegak hukum harus segera bertindak.

“Begitu ada persoalan mencuat, ya harus dilakukan dong. Sekarang persoalan yang jelas-jelas merugikan APBD ini kok diam,” sesalnya.

Ia kemudian mengkritik penegakan hukum yang terlihat tumpul ke atas, tajam ke bawah, dengan membandingkan bahwa tindakan cepat bisa dilakukan dalam kasus perselingkuhan, tetapi tidak ada aksi nyata saat uang rakyat diduga dicuri.

“Ini sama dengan tumpul ke atas tajam ke bawah. Orang selingkuh aja Anda bisa tangkap, kok orang mencuri uang rakyat Anda tidak bisa tangkap,” kritik Diesel Astawa.

Seperti diberitakan sebelumnya, warga juga menyayangkan tidak transparannya proses pengerjaan proyek ini. Menurut mereka, tim pengawas dan kode etik seolah menghalangi warga untuk ikut memantau jalannya proyek, padahal dana hibah ini berasal dari pajak yang menjadi hak masyarakat. Salah seorang warga mengatakan, “Pura sudah menerima Rp 2 miliar, tetapi masih ada pengeluaran swadaya, sementara kualitas hasilnya justru tidak sesuai spesifikasi.”

Menurut informasi yang dihimpun, penataan Pura Ibu Panti Dukuh diajukan untuk mendapatkan hibah Rp 2 miliar pada tahun 2023. Dalam kontrak kerja yang disepakati pada 26 Oktober 2023 antara pangempon dan pemborong, pengerjaan proyek dijadwalkan berlangsung selama 300 hari dengan tenggat waktu hingga 26 Agustus 2024.

Pengerjaan ini mencakup 19 palinggih, antara lain Palinggih Taksu Tenggeng, Pangasti Petitenget, Pangasti Dalem Taman Peguyangan, Gunung Lebah, Meru Susunan Dalem Taman Peguyangan, Gedong Sari, Hyang Ibu Panti Dukuh, Menjangan Seluang, Bale Tajuk, Paku Rabi, Pangasti Batu Pageh, Parahyangan, Taksu, Jero Gede, dan Kori Agung.

Namun, hingga saat ini hanya 17 palinggih yang telah selesai, sementara Palinggih Parahyangan dan Palinggih Taksu belum dikerjakan. Salah satu pangempon, I Made Sendra, menyatakan bahwa kualitas pengerjaan palinggih terkesan tidak sesuai harapan. Ia juga menyebutkan penggunaan bahan bangunan lama yang seharusnya diganti dengan bahan baru, sesuai dengan proposal yang diajukan sebelumnya.

“Pekerjaannya tergantung, apakah akan dilanjutkan atau tidak. Dari proposalnya, semua palinggih harus dikerjakan. Artinya, semua harus diganti, tapi yang lama malah dipakai. Saya tidak tahu kenapa, katanya nanti PUPR yang akan mengambilalih,” ujar Sendra pada Rabu (13/11/2024) seperti dikutip dari Nusa Bali.

Sendra menyebut bahwa kualitas proyek ini terburuk dibanding proyek pura lain yang didanai hibah serupa. Kecewa dengan hasil yang ada, pangempon berencana menggalang dana tambahan sebesar Rp 15 juta per kepala keluarga (KK) dari 96 KK untuk menyelesaikan penataan pura hingga sesuai standar. Dana ini ditargetkan agar upacara Melaspas yang tertunda bisa segera dilaksanakan.

Menariknya, meskipun proyek sudah dibiayai Rp 2 miliar, pihak pemborong menyatakan ada kekurangan dana sebesar Rp 141 juta.

Dengan adanya keluhan ini, warga berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk meninjau pembangunan di lapangan. Mereka mendesak agar dana hibah dikelola secara bertanggung jawab, agar anggaran publik tidak disia-siakan atau disalahgunakan oleh pihak tak bertanggung jawab. (dan)