Denpasar (Metrobali.com) –

 

Betapa pun tajamnya pedang keadilan tidak mungkin memenggal kepala orang tidak bersalah. Filsafat hukum ini nampak akan dibuktikan hakim dalam putusan pengadilan tindak pidana korupsi pengadaan dana hiasan kepala kerbau alias rumbing Kabupaten Jembrana yang belakangan diketahui uangnya dibagi-bagi.

Nengah Alit sendiri selaku Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jembrana dikabarkan tidak menikmati uang sepeserpun harus ikut diseret dijadikan terdakwa. Sementara beberapa orang yang menerima dan penikmat dana korupsi menyebabkan kerugian negara kisaran Rp 260 jutaan dibiarkan bebas berkeliaran.

Bagaimana nanti vonis hakim akan menjadi penentu nasib kehidupan seseorang, meski pendapat umum pada dasarnya mempunyai landasan kuat sebagai rasa keadilan namun sering kali dikatakan, apa pun putusan hakim adalah keputusan Tuhan.

Dalam pledoinya, tim Kuasa Hukum terdakwa Nengah Alit, yakni I Gede Ngurah S.H, I Made Sugianta S.H, Endi Tri Wahyono S.H, Putu Soma Gita S.H dan Nyoman Sukrayasa S.H, meyakinkan majelis hakim dipimpin Hakim Ketua Heriyanti bahwa kliennya tidak bersalah dan menyebut jaksa penuntut umum (JPU) bernafsu memenjarakan kliennya.

Setelah sebelumnya JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana membacakan tuntutan 6 (enam) tahun penjara dan menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa Rp 250 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan penjara kurungan selama 6 (enam) bulan kepada terdakwa. Dan kini giliran tim penasihat hukum (PH) terdakwa membacakan pledoi atau nota pembelaannya pada sidang di pengadilan setempat, Kamis (18/11/2021).

I Gede Ngurah mengungkapkan jika masing-masing terdakwa, kliennya dan terdakwa I Ketut Kurnia Artawan alias Celongoh, harus membayar Rp 250 juta, seperti tuntutan JPU, maka total yang harus dibayarkan adalah Rp 500 juta.

Faktanya, menurut Gede Ngurah, dalam kasus ini kerugian negara disebut hanya Rp 256.036.364, sehingga ada kelebihan pengenaan denda kepada para terdakwa.

“Dimana JPU menuntut terdakwa untuk membayar uang pengganti masing-masing Rp 250 juta. Apabila dicermati, jelas ini melebihi kerugian Negara dalam kegiatan pengadaan rumbing. Tanpa ada dasar yang jelas, hal tersebut memberikan arti sepertinya JPU ingin mencari keuntungan dalam perkara hukum ini,” tegas Gede Ngurah dihadapan Majelis Hakim Heriyanti dalam persidangan

Gede Ngurah juga kembali menegaskan bahwa kliennya, Kadisparbud Jembrana nonaktif selaku pengguna anggaran (PA) telah mendelegasikan kewenangannya kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yaitu almarhum Putu Sutardi untuk pelaksanaan program pengadaan rumbing yang akan diberikan kepada Seka (kelompok) Mekepung (Kerbau Pacuan).

Yang mana dalam pendelegasian kewenangannya kepada KPA itu, di dalamnya melekat tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan program pengadaan rumbing tersebut.

Oleh karena itu, yang semestinya bertanggung jawab secara hukum atas perkara ini adalah KPA, bersama PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan), PPHP (Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan), pejabat pengadaan barang dan jasa, perusahaan rekanan dan para pihak penerima dana.

Terlebih, dalam sidang-sidang pembuktian sebelumnya terungkap tidak seperserpun kliennya menerima dana atau mendapat keuntungan dari program pengadaan rumbing tersebut.

“Untuk itu kami meyakinkan secara sah, bahwa terdakwa tidak bersalah dalam kasus dugaan korupsi ini dan meminta Hakim bisa memutuskan yang seadil-adilnya,” pinta Gede Ngurah.

Senada dengan itu, I Made Sugianta S.H mengatakan, kasus ini dapat membuat siapapun yang menjadi Kadis menjadi ragu dan takut dalam melaksanakan program mengarah pada masyarakat.

“Siapa mau jadi Kadis jika begitu. Tidak saja pejabat takut, tentu juga berdampak luas terhadap program-program masyarakat yang tidak terlaksana,” tandas Made Sugianta usai persidangan.

Sementara itu, dalam kesempatan yang diberikan majelis hakim untuk menanggapi pledoi tersebut, JPU Kejari Jembrana mengatakan singkat pihaknya tetap pada tuntutannya.

 

Pewarta : Hidayat