Foto: Jero Gde Subudi, aktivis lingkungan sekaligus Ketua Umum dan Pendiri Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH).

Denpasar (Metrobali.com)-

Jero Gde Subudi, seorang aktivis lingkungan sekaligus Ketua Umum dan Pendiri Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) menilai suasana kontestasi di Pilgub Bali dan Pilkada Serentak di Bali secara umum berlangsung sejuk, damai dan kondusif.

Kedua kandidat di Pilgub Bali yakni Wayan Koster-Nyoman Giri Prasta (Koster-Giri) dan Made Muliawan Arya-Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS) juga menampilkan komunikasi politik yang beretika dan beradab, tidak saling serang melainkan lebih menonjolkan adu ide dan gagasan membangun Bali.

Terkait hal itu, tokoh dan aktivis lingkungan yang akrab disapa Jero Gde Subudi  itu berharap pemimpin ke depan akan terus memberikan contoh yang baik dan menciptakan suasana yang sejuk serta penuh kebaikan kepada masyarakat. Menurutnya, dengan etika komunikasi yang baik dari kedua paslon akan menciptakan suasana politik yang adem dan nyaman bagi masyarakat.

“Jadi masyarakat Bali sangat sejuk mendengarkan informasi, tata cara dan mereka memberikan informasi kepada masyarakat dan komunikasi dengan masyarakat. Itu yang kita harapkan ke depan memang pemimpin itu harus adabnya akan semakin baik,” ujarnya saat dihubungi Selasa 17 September 2024.

Di sisi lain Jero Gde Subudi juga menyoroti janji politik terkait pembangunan Bandara Bali Utara. Dia memotret wacana Bandara Bali Utara ini dari perspektif politik dan juga dari sisi perspektif lingkungan serta kemanfaatannya bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bali maupun dampak positifinya bagi masyarakat Bali secara umum.

Jero Gde Subudi kemudian mengungkapkan bahwa sebagai aktivis, ia cenderung mendukung pembangunan shortcut dibandingkan dengan bandara baru di Buleleng. Tiga keuntungan, menurut Subudi, dari membangun shortcut adalah yang pertama, shortcut akan memiliki dampak lingkungan yang lebih minimal karena kerusakan lingkungan yang ditimbulkan tidak terlalu signifikan.

Kemudian yang kedua, dari segi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Jero Gde Subudi percaya bahwa shortcut dapat meningkatkan perekonomian masyarakat lokal karena akan membuka peluang usaha, dan mempermudah distribusi hasil bumi. Kemudian dampak positif yang ketiga adalah manfaat langsung yang akan dirasakan oleh masyarakat setempat dari pembangunan tersebut lebih terasa nyata dibandingkan bandara baru.

Di sisi lain, Jero Gde Subudi menyoroti beberapa dampak yang ditimbulkan dari pembangunan bandara baru di Bali Utara. Pertama, ia menyebutkan bahwa pembangunan bandara memerlukan lahan seluas 600-800 hektare, yang dapat menyebabkan alih fungsi lahan yang signifikan dan merugikan lingkungan termasuk juga mencaplok sebagian lahan hutan yang semestinya harus dipertahankan sebagai paru-paru dunia bukan dibabat habis.

Jero Gde Subudi lantas mengingatkan bahwa alih fungsi lahan sawah lahan kering dan hutan di Bali sudah di titik sangat mengkhawatirkan. Rasio hutan di Bali sekitar 22-23% dari total luas wilayahnya. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas hutan di Bali adalah sekitar 129.000 hektar, dari total luas wilayah Bali yang mencapai sekitar 578.000 hektar.

Luas hutan ini mencakup hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi, namun luasnya berkurang akibat urbanisasi, pembangunan, serta aktivitas pertanian dan pariwisata. Pemerintah dan organisasi lingkungan terus berupaya melestarikan dan meningkatkan kualitas hutan di Bali untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan rasio ideal luas hutan adalah 30 persen sampai dengan 40 persen. Namun kabar buruk dan ironisnya luas hutan di Bali terus menyusut tajam seperti sawah subak yang mengalami alih fungsi semakin tidak terkendali.

“Jadi apa iya hutan kita mau dibabat lagi untuk pembangunan bandara baru di Bali Utara? Ini ibaratnya mencabut paru-paru dari tubuh kita ya kita akan mati jadinya,” kata Jro Gede Subudi menyampaikan refleksi kepada para calon pemimpin sebagai sebuah alarm bahaya ketika hutan terus digunduli atas nama pembangunan yang berdalih untuk kepentingan rakyat.

Kedua, ia berpendapat bahwa dampak terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bali dari bandara akan sangat kecil bahkan tidak ada jika berkaca pada kondisi sekarang dengan adanya Bandara Ngurah Rai di Bali Selatan. Terkait hal tersebut Jero Gde Subudi menekankan pentingnya perjuangan untuk memastikan bahwa ada PAD dari bandara yang dapat masuk ke Provinsi Bali dan meminta wakil-wakil di pusat untuk membicarakan hal ini agar dampaknya bagi Bali bisa lebih maksimal.

Dia pun menegaskan hasil nyata terhadap kontribusi PAD atau pendapatan bagi Bali dari keberadaan Bandara Ngurah Rai di Badung atau Bali Selatan harus jelas dulu. Bukan seperti sekarang, Pemprov Bali tidak dapat pemasukan atau pendapatan langsung dari Bandara Ngurah Rai. Hal yang sama juga dikhawatirkan terjadi ketika Bandara Bali Utara dibangun.

“Ini penting. Saya suarakan bahwa ini yang harus diperjuangkan oleh wakil-wakil kita yang ada di pusat. Untuk memperjuangkan bagaimana PAD dari Bandara Ngurah Rai sekarang itu bisa masuk ke Provinsi Bali. Ini sangat besar sebenarnya. Ini kita dorong supaya wakil-wakil kita yang di pusat itu serius memperjuangkan itu,” tegas Jero Gde Subudi yang juga penekun penyelamat heritage dan Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ), yayasan yang bergerak pada pelestarian situs ritus Bali.

Dia sekali lagi menegaskan bahwa sebelum membahas pembangunan bandara di Bali Utara, penting untuk memastikan bahwa kontribusi pendapatan atau bagi hasil dari Bandara Ngurah Rai sudah direalisasikan dan memberikan manfaat bagi Bali. Ia khawatir bahwa jika bandara di Bali utara dibangun tanpa adanya keuntungan bagi Bali, situasinya akan tetap sama dengan saat ini.

Jero Gde Subudi juga menyoroti masalah terkait Pelindo Benoa, menyebutkan bahwa meskipun ada peraturan daerah yang menyatakan bahwa perairan tempat Pelindo Benoa beroperasi adalah milik Bali, tapi lagi-lagi ironoisnya Pemprov Bali belum mendapatkan manfaat yang signifikan dari Pelindo. Ia menekankan perlunya perjuangan agar wakil-wakil di pusat dapat membicarakan hal tersebut sehingga Bali mendapatkan manfaat yang lebih besar untuk PAD dan kesejahteraan masyarakat.

“Juga ada Pelindo, berapa mil laut itu kan milik Bali, itu berdasarkan Perda kita. Tapi buktinya di Pelindo kita dapat apa? Ini penting untuk kita suarakan ke depan, kita dorong betul, supaya wakil-wakil kita ini bisa membicarakan ini dan mendapatkan manfaat untuk PAD kita, untuk kesejahteraan masyarakat Bali,” katanya mengingatkan.

Sementara untuk dampak yang ketiga dari pembangunan Bandara Bali Utara, terutama dari sisi keuntungan bagi masyarakat setempat, Jero Gde Subudi mengungkapkan keprihatinannya bahwa saat ini, keuntungan sering kali hanya dinikmati oleh pihak-pihak yang memiliki pengaruh, seperti oligarki atau pihak-pihak yang terlibat dalam praktik-praktik tidak etis, termasuk para makelar dan komplotan mafia tanah.

“Saya tegas menyampaikan bahwa sementara ini yang terjadi adalah yang diuntungkan adalah orang-orang yang memang bisa bermain di tingkat itu, apakah oleh oligarki, permainan-permainan yang sifatnya, kalau bahasa kerennya mungkin makelar atau mafia tanah,” beber sosok pengusaha yang juga merupakan CEO Pasifik Group-Bali, NTT, NTB (perusahaan yang sangat konsern pada investasi berbasis pelestarian lingkungan).

Jero Gde Subudi menegaskan bahwa dari perspektif lingkungan, pembangunan shortcut lebih menguntungkan dan lebih layak dibandingkan bandara. “Artinya dari perspektif lingkungan memang menjadi catatan bahwa lebih layak atau lebih menguntungkan sebenarnya membangun shortcut,” tegasnya.

Di sisi lain Subudi juga menyoroti janji politik terkait pembangunan Bandara Bali Utara. Dia memotret wacana Bandara Bali Utara ini dari perspektif politik dan juga dari sisi perspektif lingkungan serta kemanfaatannya bagi Bali maupun masyarakat Bali.

Subudi menerangkan, pembangunan bandara Bali Utara memang menjadi bagian dari janji politik yang telah ada sejak Wayan Koster menjabat sebagai Gubernur Bali pada tahun 2018 dan kini juga merupakan bagian dari janji politik Paslon Mulia-PAS. “Karena dari sisi politiknya dua kandidat ini kan berkepentingan dengan janji politiknya. Pak Koster juga dulu ingin merealisasikan bahwa Bandara Bali Utara ini bisa dijalankan,” ungkapnya.

Jero Gde Subudi menambahkan bahwa janji pembangunan Bandara Bali Utara bukan hanya merupakan komitmen calon gubernur, tetapi juga janji presiden. Ia menyebutkan bahwa Prabowo Subianto, sebagai presiden terpilih, telah berjanji untuk merealisasikan bandara tersebut saat masa kampanye Pilpres 2024 lalu. Oleh karena itu, Subudi berpendapat bahwa siapa pun yang terpilih sebagai Gubernur Bali tidak akan berpengaruh pada realisasi proyek ini, karena janji tersebut sudah menjadi komitmen Presiden terpilih Prabowo Subianto.

“Jadi kalau memang kepentingan pusat itu besar untuk mewujudkan Bandara Bali Utara, siapapun gubernurnya pasti akan terjadi itu. Dan gubernur tidak mungkin menolak. Jadi itu yang kita lihat dari sisi politiknya,” urainya.

Jero Gde Subudi mengungkapkan harapannya agar kelompok aktivis dan dirinya dapat memperjuangkan kepentingan PAD dari Bandara Ngurah Rai, Pelindo Benoa, dan lokasi-lokasi lainnya. Ia menekankan pentingnya memastikan bahwa manfaat dari bandara dan proyek-proyek terkait benar-benar dirasakan oleh masyarakat Bali. Subudi berharap masyarakat Bali memahami perjuangan ini dan mengetahui hasil nyata dari pembangunan bandara serta kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat.

“Itu harus diperjuangkan dulu. Jadi ini penting supaya masyarakat Bali bisa tahu bahwa perjuangan ini akan seperti ini, bandara itu akan menghasilkan apa dan sebagainya,” tegasnya lagi mengingatkan.

Jero Gde Subudi menekankan bahwa sebelum mengharapkan hasil dari pembangunan Bandara Bali Utara, penting untuk terlebih dahulu memastikan hasil yang jelas dari Bandara Ngurah Rai. Karena itu dirinya berharap masyarakat Bali memahami manfaat yang diperoleh dari bandara tersebut dan bagaimana hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Pihaknya juga mendorong masyarakat untuk bersama-sama memperjuangkan agar APBD Provinsi Bali bisa mendapatkan kontribusi yang maksimal dari Bandara Ngurah Rai sebagai langkah awal.

“Masyarakat Bali sudah paham betul bahwa kalau ada bandara ini loh yang kita dapat. Jadi akan tahu kalau kesejahteraan masyarakat akan meningkat dan seterusnya. Tapi ini dulu, mari kita bersama-sama dorong sebagai masyarakat Bali untuk APBD supaya bisa kita collect dari Bandara Ngurah Rai,” katanya.

Jero Gde Subudi sekali lagi menekankan pentingnya bagi masyarakat Bali untuk bersama-sama mendorong agar kepentingan mereka diakomodasi dengan baik. Ia mengingatkan agar ekspektasi tidak terlalu tinggi terhadap rencana pembangunan Bandara Bali Utara, tanpa memastikan bahwa manfaat dari Bandara Ngurah Rai sudah optimal, terutama untuk Pemerintah Provinsi Bali. Ia juga menekankan perlunya perjuangan dan pengujian terhadap hal-hal yang belum teruji untuk memastikan kesejahteraan masyarakat Bali di masa depan.

“Kalau presiden berkepentingan di bandara ini siapapun gubernurnya pasti tidak akan menolak dan pasti setuju. Karena apa? Karena itu kepentingan nasional,” pungkasnya.

Kembali soal suasana politik di Pilkada Serentak 2024 ini khususnya di Bali, Jero Gde Subudi mengingatkan dalam menyambut pesta demokrasi harus dengan suka cita. Dia menjagak mari kita saling support masing-masing calon yang diusung. Kritik saran harus diimbangi dengan tawaran solusi.

“Hindari hujatan kepada pribadi maupun kelompok. Ingat, ejekan, cemooh dan kalimat-kalimat yang bernada negatif tidak akan mampu mengubah orang yang punya potensi mengukir prestasi agar menjadi terpuruk. Tetapi kalimat yang membesarkan hati, penuh motivasi, positif, sanggup membangunkan orang yang sedang terpuruk. Memunculkan semangat, menguak harapan dan memenangkan pertarungan batin,” ajaknya penuh kebijaksanaan.

“Jadi lontarkanlah kalimat-kalimat yang mengobarkan semangat juang dan membangun harapan. Hindarilah kata-kata yang bisa memupuskan semangat dan harapan. Karena Adab Kita Tercermin Hanya Karena Satu Kalimat,” tegasnya lagi.

“Jadi mari bersama-sama kita sambut pesta demokrasi Pilkada Serentak ini dengan suka cita saling menghargai dengan berdemokrasi yang tanpa saling mendegradasi, tanpa hujat menghujat demi Bali tetap kondusif, semakin maju dan jaya,” pungkas Jero Gde Subudi yang sebelumnya merupakan pengusaha tambang sukses di Kalimantan dan kini mengabdikan diri di tanah kelahirannya di Bali untuk mengawal pelestarian alam lingkungan Pulau Dewata. (wid)