Denpasar (Metrobali.com)

 

Sekelompok organisasi lingkungan di Bali, terdiri dari Frontier (Front Demokrasi Perjuangan Rakyat) Bali, KEKAL (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali, dan WALHI Bali, mengecam keras rencana Pelindo III Cabang Benoa yang akan membangun jalan penghubung ke Ball Maritime Tourism Hub (BMTH), yang dihubungkan dengan pembabatan sekitar kurang lebih 1 hektar hutan mangrove.

Dalam aksi Tolak Babat Mangrove Hanya Untuk Jalan Penghubung Hub Pelindo Benoa pada Selasa, 28 November 2023, Direktur Eksekutif WALHI Bali, Made Krisna ‘Bokis’ Dinata, menyatakan keprihatinan mereka terkait dampak pembangunan ini. Ia mengungkapkan bahwa sebelumnya pada tahun 2018, Pelindo III Cabang Benoa telah merusak 17 hektar mangrove dalam proyek reklamasi untuk membangun BMTH.

“Temuan kami pertama terkait mangrove yang akan dibabat itu kurang lebih 1 hektar dimana pembabatan nabgrobe ini untuk jalan penghubung, kita tidak menutup mata apa yang dilakukan Pelindo dalam proyek yang sebelumnya tahun 2018 dimana Pelindo sendiri membangun BMTH dengan cara penimbunan atau reklamasi yang sudah membuat mangrove mati seluas 17 hektar,” kecam Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna ‘Bokis’ Dinata, Selasa 28 November 2023.

Menurut Bokis, keberlanjutan proyek-proyek ini telah merugikan ekosistem mangrove di kawasan Teluk Benoa. Pada tahun 2019, Dinas Kehutanan UPTD Taman Hutan Raya Ngurah Rai menyatakan bahwa 17 hektar mangrove mati akibat reklamasi oleh Pelindo III Benoa. Meskipun pihak berwenang telah meminta rehabilitasi, tidak ada tindakan yang terlihat hingga saat ini.

Gubernur Bali sendiri pada Agustus 2019 juga memperingatkan Pelindo III Benoa dan meminta penghentian reklamasi serta pemulihan lingkungan. Namun, upaya pemulihan dan perbaikan hingga sekarang belum terlihat, dan kini Pelindo III Benoa berencana membabat mangrove lagi untuk jalan penghubung.

Sekjen Frontier Bali, AA. Gede Surya Sentana, menuntut Pemerintah Provinsi Bali memberikan sanksi tegas sesuai hukum kepada Pelindo III Benoa dan meminta tanggung jawab penuh atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh proyek-proyek mereka. Mereka juga menekankan pentingnya melindungi mangrove sebagai ekosistem pelindung pesisir.

Mangrove yang akan dibabat rata-rata memiliki tinggi 6 meter dengan vegetasi yang rapat, dan jenis seperti Sonneratia Alba dan Rhizophora apiculate. Hilangnya tutupan mangrove untuk pembangunan jalan penghubung diyakini akan meningkatkan risiko abrasi dan banjir rob di pesisir Bali.

Frontier Bali, KEKAL Bali, dan WALHI Bali mendesak Pejabat Gubernur Bali untuk tidak menerbitkan izin pembangunan jalan penghubung yang membabat mangrove, memberikan sanksi hukum kepada Pelindo III Benoa, meminta pemulihan 17 hektar mangrove yang mati, memberlakukan sanksi tegas terhadap infrastruktur yang merugikan mangrove, menerbitkan regulasi perlindungan mangrove, dan menolak pembabatan mangrove untuk proyek jalan penghubung.

Dalam upaya pelestarian lingkungan dan ekosistem mangrove, tindakan dan praktik yang tegas terhadap proyek-proyek yang dapat merusak lingkungan dianggap sangat penting.(Tri Prasetiyo)