DPD RI Jalin Sinergi Dengan Kemendes PDTT Awasi Penggunaan Dana Desa, Ngurah Ambara: Perlu Advokasi Dana Desa dan Pajak Bagi Hasil
Foto: Anggota DPD RI Perwakilan Bali Gede Ngurah Ambara Putra, SH., saat Rapat kerja (Raker) DPD RI dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Senin, 24 Juni 2024.
Jakarta (Metrobali.com)-
Birokrasi pusat hingga daerah seharusnya lebih transparan dalam menyampaikan informasi mengenai alokasi anggaran desa dan pajak bagi hasil. Ini penting untuk mencegah ketidakjelasan dan mendorong partisipasi lebih aktif dari pemerintahan desa dalam perencanaan penggunaan dana.
Hal ini terkait aturan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebabkan kendala bagi pemerintahan desa karena seringnya perubahan peraturan. Dibutuhkan surat edaran bersama untuk menghindari tumpang tindih aturan.
“Kedepan, diharapkan ada sinergisitas antar Kementerian dan DPD RI untuk dapat mengadvokasi kebijakan yang memastikan kejelasan dan keterbukaan terkait dana desa dan pajak bagi hasil. Monitoring dan evaluasi secara terus-menerus perlu dilakukan untuk menjamin keadilan dan efektivitas dalam distribusi dana kepada desa,” kata Anggota DPD RI Perwakilan Bali Gede Ngurah Ambara Putra, SH. dalam pesan WhatsAppnya disela-sela Rapat kerja (Raker) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Senin, 24 Juni 2024.
Raker dengan Mendes PDTT itu diwakilkan oleh Sekjen dan Dirjen Pembangunan Desa dan Perdesaan, Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Dirjen Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Dirjen Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Demi tercapainya sinergi Antar Kementerian maka disarankan agar Kemendes PDTT, Kemendagri, dan Kemenkeu bekerja sama untuk menerbitkan pedoman atau surat edaran bersama yang lebih stabil, mengurangi perubahan peraturan yang membingungkan pemerintah desa.
Berkenaan dengan pendampingan bagi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) maka perlu diselenggarakan pelatihan dan pendampingan secara berkala bagi anggota BPD untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang tugas, peran, dan aspirasi desa.
BPD merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia. Badan Permusyawaratan Desa atau lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
“Ditenggarai, akibat kurangnya informasi dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan kota terkait alokasi anggaran bagi desa ternyata ada desa yang mendapat dana bagi hasil menurun sampai 20 %. Meskipun APBN Indonesia dan pertumbuhan ekonomi meningkat, penghasilan pajak daerah dan retribusi juga meningkat. Namun, ada ketidakjelasan seputar dana desa dan pajak bagi hasil yang mengalami penurunan sekitar 20%,” terang Ngurah Ambara.
Menurutnya, tidak ada boleh terjadi lagi terhadap suatu daerah yang memberikan potensi kontribusi yang lumayan besar namun malahan mendapatkan porsi bagi hasil dan dana alokasi khusus yang lebih kecil.
“Terjadi adanya ketidakjelasan seputar dana desa dan pajak bagi hasil yang mengalami penurunan sekitar 20%,” pungkas Ambara.
Adapun kesimpulan dari Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Senin, 24 Juni 2024 adalah sebagai berikut;
- Komite | DPD RI sepakat dengan Kementerian Desa PDTT RI dengan adanya Perubahan Undang-Undang Desa untuk memajukan dan memperkuat desa.
- Komite | DPD RI meminta Kementerian Desa PDTT RI untuk turut serta dalam penyelesaian persoalan yang berkaitan dengan pelaksanaan perubahan Undang-Undang Desa antara lain persoalan: 1) pemberian hak-hak perangkat desa dan insentif; 2) penyesuaian RPJMDes dengan jabatan kades 8 tahun; 3) penetapan penggunaan Dana Desa dan inkonsistensi perencanaan dan penganggaran; 4) pembinaan belum optimal; dan 5) sumber dana bagi dana konservasi desa. Selain itu, Kementerian Desa PDTT RI memberikan perkembangan penyelesaiannya kepada DPD RI secara bekala.
- Komite | DPD RI meminta Kementerian Desa PDTT RI untuk memperhatikan pelestarian budaya desa, penguatan kelembagaan ekonomi di desa, penguatan ruang partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan desa, pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal, dan isu strategis lainnya yang berkembang saat ini.
- Komite | DPD RI mendorong Kementerian Desa PDTT RI untuk lebih berperan aktif dalam upaya penyederhanaan (harmonisasi) berbagai regulasi yang mempersulit desa dalam pemanfaatan Dana Desa, Pengembangan BUMDes dan pertanggungjawaban Dana Desa.
- Komite | DPD RI meminta Pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagaimana yang diamanatkan dalam Perubahan Undang-Undang Desa Nomor 3 Tahun 2024 antara lain terkait Dana Konservasi, tunjangan purnatugas kepala desa dan BPD, tata cara pemilihan 1 (satu) calon kepala desa perangkat desa, dan pendapatan desa dan penyaluran dana alokasi umum.
- Komite | DPD RI sepakat dengan Kementerian Desa PDTT RI untuk bersinergi dalam upaya sosialisasi dan pengawasan penggunaan Dana Desa. (rls)