Buleleng, (Metrobali.com)

Pemeriksaan perkara hukum “insiden Nyepi’’ di Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali yang terjadi pada Kamis, 22 Maret 2023 yang lalu, terus bergulir. Terbukti, penyidik Polres Buleleng, pada Selasa, (30/5/2023), kembali memeriksa Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali yakni Nyoman Kenak, SH, guna memberikan keterangan tambahan terkait ‘’insiden Nyepi’’ di Desa Sumberkelampok tersebut.

Dimana pemeriksaan keterangan tambahan ini, amat sangat diperlukan dalam mendalami berbagai hal yang terkait, untuk penyidikan yang telah berlangsung selama beberapa bulan ini. Dan malahan sudah disertai gelar perkara secara cukup. Apalagi berdasarkan video yang beredar dan viral, serta keterangan beberapa Saksi dan Ahli yang di-BAP-kan (Berita Acara Pemeriksaan), hal mana sipelaku itu diduga telah melakukan penistaan agama, sebagaimana diatur dalam Pasal 156 KUHP dan Pasal 156a KUHP.

Dalam pemeriksaannya, Nyoman Kenak didampingi Ketua Tim Hukum PHDI Putu Wirata Dwikora, SH, Nyoman Sunarta, SH, dan seorang Pengurus Paruman Walaka, Ketut Wartayasa, S.Ag, M.Ag.

Terhadap hal ini, Nyoman Sunarta menjelaskan Ketua PHDI Bali memberikan keterangan tambahan tentang eksistensi lembaga PHDI tersebut, halmana sebagai representasi Umat Hindu dengan menunjukkan pasal-pasal dalam AD/ART tentang PHDI sebagai Majelis Tertinggi Umat Hindu, dan representasi umat Hindu di Bali.

“Eksistensi PHDI Pusat yang legalitasnya telah didaftarkan di Kementerian Hukum dan HAM. Selanjutnya eksistensi PHDI Provinsi Bali sebagai representasi umat Hindu di Bali, yang kepengurusannya dipilih melalui proses Lokasabha. Adapun peserta Lokasabha adalah Pengurus PHDI Bali yang terdiri dari Paruman Pandita, Paruman Walaka dan Pengurus Harian PHDI Provinsi Bali, serta 3 organ PHDI Kabupaten/Kota se Bali, serta utusan dari organisasi kemasyarakatan bernafaskan Hindu diantaranya Pasemetonan Mahagotra Pasek Sanak Sapta Rsi, Maha Semaya Warga Pande, Pasemetonan Dukuh, Pasemetonan Bujangga, Pasemetonan Arya, dan lain-lain yang dihadiri sampai 200 orang peserta.” paparnya.

“Di kepengurusan yang dipilih dengan sistem formatur serta musyawarah itu, personalianya berasal dari beragam unsur pesemetonan. Sehingga kehadiran PHDI sebagai Majelis Tertinggi Umat Hindu, berkewajiban juga mengayomi seluruh umat Hindu, serta memberikan pelayanan.” pungkas Nyoman Sunarta.

Lantas tentang apakah perbuatan para pelaku dalam ‘’insiden Nyepi’’ di Sumberkelampok merupakan penistaan ataupun penodaan agama, dalam hal ini Ketua Tim Hukum PHDI Bali Putu Wirata menegaskan, bahwa dari keterangan Ahli, semakin jelas unsur penodaan Agama Hindu sudah terpenuhi. Yang dilanggar adalah apa yang mesti ditaati dalam Catur Berata Panyepian, yang notabena juga sudah tertuang dalam Seruan Bersama Majelis-Majelis Agama Hindu dan Lembaga Sosial Keagamaan, termasuk MUI Provinsi Bali ikut bertandatangan dalam Seruan Bersama tersebut. Artinya dengan adanya Seruan Bersama tersebut, semua umat terikat dalam hal isinya. Sehingga kalau ada yang melanggar, maka dapat diproses menurut peraturan perundangan yang berlaku, dalam hal ini KUHP.

‘’Kami percayakan pada penyidik dan penegak hukum lainnya, agar insiden Nyepi di Sumberkelampok itu diproses sampai tuntas,’’ tutup Putu Wirata. GS