Tersangka IWS (baju kuning) saat jumpa pers di Kantor LBH Bali beberapa waktu lalu

 

Denpasar, (Metrobali.com)

9 Juli 2024 – IWS (47) memenuhi undangan klarifikasi Bidang Propam Polda Bali sehubungan dengan serangkaian tindakan penyiksaan, penyekapan, dan pelanggaran prosedur yang diduga dilakukan oleh Tim Buser Polres Klungkung pada 26 – 28 Mei 2024. Dalam pemeriksaan tersebut korban diminta untuk mengklarifikasi kesepakatan damai pada tanggal 16 Juni 2024 antara korban dengan YS (24), Kanit Tim Buser Polres Klungkung, selaku yang memimpin operasi saat itu.

Sebelumnya kesepakatan damai tersebut menurut korban muncul dari pertemuan yang difasilitasi seorang politisi Bali. Awalnya Korban diminta datang hanya untuk silaturahmi, tanpa diberi tahu akan dipertemukan dan diminta untuk berdamai dengan YS. Namun dalam pertemuan tersebut ternyata korban dijebak dan ditekan untuk menandatangani surat kesepakatan damai bersama dengan YS. Padahal saat itu korban telah menyatakan tidak mau mencabut laporan dan meminta pihak-pihak yang berada di sana untuk menghubungi kuasa hukum korban saja. Namun paksaan terus dilakukan, bahkan korban dilarang meninggalkan ruangan sebelum menandatangani surat damai. Dalam keadaan yang tertekan, korban terpaksa menandatangani surat damai tersebut. Korban tidak sempat mencermati isi kesepakatan serta tidak diberikan salinan suratnya.

Kepada pemeriksa di Bidang Propam Polda Bali, korban menyatakan surat tersebut dibuat di bawah tekanan dan tidak akan mencabut laporannya terhadap YS dan para pelaku lainnya. LBH Bali menilai tekanan pada korban hingga muncul surat kesepakatan damai adalah bukti upaya para pelaku dan sejumlah pihak untuk merintangi proses hukum. Hal ini juga menunjukkan Polda Bali belum mampu menjamin perlindungan korban dan memastikan para terlapor kooperatif mengikuti proses pemeriksaan.

Di sisi lain kesepakatan tersebut harus dilihat sebagai pengakuan YS atas serangkaian tindakan penyiksaan, penyekapan, dan pelanggaran prosedur yang ia dan timnya lakukan kepada korban. “Surat kesepakatan itu semestinya jadi bukti bahwa pelaku mengakui perbuatannya, bukan digunakan untuk menghentikan proses hukum,” ungkap Rezky Pratiwi mewakili tim kuasa hukum. Lebih lanjut menurutnya Polda Bali harus bisa memastikan upaya intimidasi pada korban berhenti, sebab para terlapor berada dalam lingkup satuannya serta tengah dalam proses pemeriksaan. “Kami mendesak agar Kapolda menjamin perlindungan korban serta memastikan proses pemeriksaan baik pidana, etik dan disiplin dilakukan dengan segera terhadap semua personel Klungkung yang terlibat,” tutupnya. (RED-MB)