Ketut Artika

 

Ketut Artika/MB

Denpasar (Metrobali.com)-

Sorotan dari Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali yang menuding Grab dan Uber Taksi bisa berbahaya dan mengancam keselamatan konsumen karena tanpa izin, ditanggapi serius oleh Dinas Perhubungan Provinsi Bali yang akan menyusun strategi menertibkan angkutan liar tersebut. Bahkan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Ketut Artika mengakui Uber Taksi itu memang ilegal, karena kendaraan yang digunakan tidak berizin.

“Sepanjang kita tahu angkutan umum diwadahi oleh Organda (Organisasi Angkutan Darat, red). Jadinya yang lepas dari Organda itu pasti ilegal. Meskipun itu cepat dan murah, namun menggunakan kendaraan ilegal. Kita akan susun strategi dan kita akan tertibkan. Apalagi yang namanya perusahaan Taksi Uber ini kan tidak ada di Bali,” tegasnya saat ditemui di Denpasar, Selasa (19/1).

Penggagas Swastika Bali ini, juga menegaskan Grab ataupun Uber Taksi ini banyak merugikan pemerintah daerah, karena tidak mengurus izin. Jadinya tidak ada pengawasan dan retribusi kepada pemerintah. Padahal jika mau melengkapi persyaratan terutama yang bergerak di kendaraan umum itu mendapat subsidi, asal memenuhi kriteria, seperti berbadan hukum, punya izin angkutan dan kendaraan yang digunakan harus lulus uji saat KIR. “Dua perusahaan ini hanya mengaku sebagai penyedia jasa aplikasi online, bukan sebagai perusahaan transportasi. Jadinya sampai sekarang kita belum ada mengeluarkan izin sebagai perusahaan transportasi ataupun sebagai operator transportasi. Ini yang akan segera kita tertibkan,” tegasnya.

Disisi lain, Kabid Perhubungan Darat Dishub Provinsi Bali, Standly J.ESuwandhi menambahkan, dalam operasional Uber Taksi pernah menyampaikan akan beroperasi di Bali. Namun sampai saat ini, keinginan tersebut ternyata tidak pernah terwujud sampai menimbulkan gejolak di masyarakat. “Kita sarankan mereka (Uber Taksi, red) bersurat secara resmi untuk mengundang seluruh stake holder. Jika beroperasi mereka harus memakai kendaraan berizin, namun sampai sekarang Uber tidak datang merealisasikan hal itu, sehingga tidak bisa berjalan sampai sekarang,” ujarnya.

Sementara itu dikatakan, Grab sampai saat ini sudah bekerjasama dengan kendaraan berizin ataupun angkutan sewa yang berizin, sehingga sulit ditertibkan. Izin yang dipakai juga angkutan sewa sehingga bisa beroperasi dimana saja. Berbeda dengan Uber yang beroperasi mirib armada taksi padahal sama dengan Grab hanya berperan sebagai aplikasi, bukan perusahaan angkutan atau armada taksi. “Jika kendaraannya berizin bisa memberi pemasukan dari retribusi kendaraan sebagai angkutan sewa setahun sekitar 75 ribu per unit. Nah jika memakai kendaraan pribadi inilah yang tidak benar. Kenapa Uber ini beroperasi dengan kendaraan pribadi dan tidak bekerjasama dengan kendaraan yang legal,” tanyanya.

Selain itu, jika beroperasi sebagai armada taksi ataupun angkutan sewa harus disesuaikan dengan kuota yang pengeluaran izin diatur oleh Dinas Perhubungan. Namun yang menjadi persoalan ketika memakai kendaraan pribadi, inilah yang menjadi masalah. Karena itu Grab dan Uber Taksi banyak memakai kendaraan yang tidak berizin alias ilegal. Oleh karena itu, Kamis (21/1) mendatang pihak Dishub Bali akan merapatkan persoalan ini dengan mengundang Ketua Komisi I dan Komisi III DPRD Bali, pihak operator dan asosiasi sopir, termasuk Grab dan Uber Taksi termasuk pihak kepolisian untuk memecahkan permasalahan ini.

“Nantinya baik Uber dan Grab memberi penjelasan bagaimana sistem kerjanya. Kita harapkan ada regulasi yang lebih jelas terkait aplikasi ini. Karena banyak hal yang bisa dibuat seperti itu. Kami dari pemerintah menjamin kendaraan yang dipakai harus berizin, sopirnya terdaftar dan ada indetitas mobilnya jelas. Sehingga kita akan panggil pihak aplikasi ini. Kita wajibkan mereka memakai mobil yang legal,” tandasnya. RED-MB