Denpasar (Metrobali.com)-

Dinas Kebudayaan Provinsi Bali meminta petugas pengamanan adat atau “pecalang” yang ada di setiap desa untuk meningkatkan pengawasan dan pengamanan pura di wilayahnya untuk mengantisipasi kasus pencurian benda-benda sakral atau “pretima”.

“Kami ingin peran keamanan adat atau ‘pecalang’ untuk ditingkatkan kembali pengamanannya di setiap pura yang ada di wilayahnya karena kasus pencurian pretima kembali terulang,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Ketut Suastika saat dikonfirmasi di Denpasar, Kamis.

Menurut dia, masyarakat desa juga diimbau turut membantu petugas “pecalang” untuk mengintensifkan pengamanan sejumlah pura yang ada di masing-masing wilayah desa baik pura yang ada di desa maupun pura keluarga atau pura dadia.

Dia menjelaskan bahwa kegiatan patroli di sejumlah pura dan kegiatan yang lebih pada kearifan lokal seperti “mekemit” atau menjaga pura selama 24 jam secara bergiliran, perlu lebih diintensifkan untuk mengantisipasi pencurian benda pusaka yang disakralkan umat Hindu itu.

“Masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan dari awal. Jangan hanya menyerahkan sepenuhnya kepada petugas polisi, tetapi kita harus membantu polisi untuk mengungkap kasus itu,” katanya.

Suastika mengaku bahwa imbauan untuk menjaga pura telah dilakukan melalui pembinaan masyarakat desa untuk meningkatkan penjagaan pura.

Kasus pencurian “pretima” yang disimpan di gedung penyimpanan yang ada di dalam pura bukan kali pertama terjadi di Pulau Dewata.

Tahun 2012 lalu, sedikitnya 27 pura di seluruh Bali dibobol kawanan pencuri yang menyasar benda-benda pusaka tersebut.

Polisi akhirnya berhasil menangkap lima orang tersangka yang diketahui terlibat dalam pencurian di 16 pura dari 27 pura yang dilaporkan mengalami pencurian.

Dalam proses penyelidikannya, pihak kepolisian mengalami kendala karena hampir sebagian besar pura di Bali tanpa adanya penerangan dan tidak adanya dokumentasi berupa foto atau gambar “pretima” yang ada di setiap pura.

Menanggapi hal itu, Suastika meminta agar setiap pura diberikan penerangan dan melakukan dokumentasi berupa foto terhadap benda sakral itu.

“Kami telah memberikan bantuan kepada 1.480 desa pakraman sebesar Rp100 juta, dan itu bisa dialokasikan untuk kegiatan dokumentasi atau pembelian lampu penerangan,” katanya. INT-MB