Denpasar (Metrobali.com)-

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Hindu Kementerian Agama RI, Ida Bagus Gde Yudha Triguna dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Dewan Persatuan Pasraman Bali (DPPB), Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KOMAK), Sunda Kecil Institute dan Elemen Masyarakat Anti Korupsi (EMAK). Yudha Triguna yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar dilaporkan dalam kasus dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang di lingkungan Bimas Hindu dan Kampus UNHI Denpasar.

Ketua Pembina DPPB Acharya Agni Yogananda mengatakan, laporan kasus dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang Dirjen Bimas Hindu ini dibawa langsung ke gedung KPK di Jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan, Rabu 24 Oktober 2012. “Laporan dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang ini sudah diserahkan ke KPK diserahkan dan diterima oleh petugas KPK bernama Sugeng Basuki,” kata Acharya, Selasa 29 Oktober 2012.

Dalam pertemuan dengan pihak KPK itu, Acharya Agni Yogananda memaparkan laporan dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Yudha Triguna. “Yudha Triguna itu merangkap jabatan sebagai Dirjen Bimas Hindu dan Rektor UNHI. Karena merangkap jabatan ini, sering terjadi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan,” jelas Acharya.

Menurut Acharya, semenjak Yudha Triguna merangkap jabatan, anggaran dari Kementerian Agama lebih banyak jatuh ke UNHI dan bukan untuk kepentingan umat Hindu. “Padahal izin UNHI itu dari Kemendikbud bukan dari Depag. Ini membawa hubungan yang tidak harmonis, sistem menjadi rusak. Dia sering memberi hadiah kepada Ketua Yayasan untuk gratifikasi. Ini tanpa ada audit dari tahun 2006 sampai sekarang,” papar Acharya.

“Di samping merusak sistem, iklim belajar mengajar di UNHI juga menjadi rusak. Beasiswa untuk mahasiswa tidak mampu dari Depag sering jatuh ke tangan-tangan yang tidak tepat. Beasiswa untuk mahasiswa miskin diberikan kepada pihak yang mampu. Dana untuk pengembangan SDM larinya ke pembelian mobil untuk para pejabat di lingkungan UNHI. Keluh kesah sudah banyak muncul. Baru tahun ini UNHI mendaftarkan fakultasnya ke Depag. Ini sebagai upaya menghapus jejak penyimpangan dengan adanya upaya penegerian kampus UNHI itu. Kita harap Depag bersih dari praktik KKN,” imbuhnya.

Bantuan untuk UNHI, kata Acharya, selama ini berasal dari beberapa sumber yakni dari Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah, dan donatur. Sejak tahun 2006 hingga 2012, tidak ada audit komprehensif sehingga timbul dugaan korupsi yang nilainya besar sekali. “Ini praktiknya luar biasa. ini mesti diberantas KPK. Jangan sampai ini dibiarkan. Kami akan kawal terus masalah ini. Mudah-mudahan laporan ini mendapat perhatian dari KPK,” ujarnya.

Selain ke KPK, kasus dugaan korupsi ini juga dilaporkan ke Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dan Kaukus Antikorupsi DPD RI. Di tempat terpisah, Ida Bagus Gde Yudha Triguna melalui kuasa hukumnya, Ida Bagus Radendra membantah semua tudingan tersebut.

“Pak Yudha Triguna sedang berada di Medan. Beliau melimpahkan mandat kepada saya untuk mengklarifikasi soal ini,” kata Radendra saat memberi keterangan resmi di Kampus UNHI Denpasar. Didampingi Wakil Rektor III UNHI Denpasar, Wayan Winaja, Radendra melanjutkan, apa yang dituduhkan oleh Acharya sama sekali tidak berdasar. “Ini pembunuhan karakter. Kami tidak gegabah. Kami investigasi singkat,” kata dia.

Secara hukum, lanjutnya, bisa sampaikan bahwa sinyalemen yang diduga melanggar hukum itu sama sekali tidak melanggar hukum. Sebut saja misalnya soal rangkap jabatan. Radendra menyatakan tak ada larangan atas hal itu. Ia pun sudah mengonfirmasi kepada kliennya soal tudingan itu. “Intinya sama sekali tidak benar. Itu bisa masuk pencemaran nama baik atau fitnah,” kata dia.

“Kali pertama mengetahui soal kasus ini reaksi klien saya kaget. Tidak melakukan korupsi tapi dituduh korupsi. Pencitraan buruk terhadap institusi dan pembunuhan karakter,” kata Radendra yang juga dosen di Fakultas Hukum UNHI Denpasar itu.

Seluruh perguruan tinggi di Indonesia, Randendra melanjutkan, sudah mendapat bantuan yang sama. Sama sekali tidak benar, kata dia, jika UNHI dikatakan sebagai anak emas. “Kami menghormati KPK jika dianggap buktinya cukup. Tapi saya yakin buktinya tidak cukup. Kita akan koordinasi lagi apakah ada tim atau bagaimana, untuk melaporkan balik pelapor,” kata dia.

“Kalau dikaji secara hukum, unsur pencemaran nama baik atau fitnah sudah terpenuhi. Kami akan berkoordinasi apakah kami akan mengambil langkah hukum, atau ada tindakan lainnya. Kami menyatakan kepada publik, apa yang dilakukan selama ini untuk kepentingan umat. Jika ada ungkapan mungkin untuk kepentingan pribadi, sah-sah saja. Tapi harus disampaikan secara elegan. Kami menyakini tak ada bukti,” tutup dia. BOB-MB