Jakarta (Metrobali.com)-

Lembaga swadaya masyarakat Publish What You Pay (PWYP) menginginkan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM yang baru dilantik I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja, untuk mempercepat dan mengawal revisi Undang-Undang Migas.

“Dirjen Migas juga penting untuk mengawal percepatan revisi UU Migas, dan memastikan seluruh subtansinya sesuai dengan konstitusi dan memiliki keberpihakan yang kuat terhadap kepentingan rakyat,” kata Koordinator Nasional PWYP Maryati Abdullah dalam rilis yang diterima di Jakarta, Selasa (12/5).

Menurut dia, sejumlah hal yang perlu diubah dalam UU Migas antara lain adalah model kelembagaan hulu migas sehingga memungkinkan adanya proses “check and balances”.

Selain itu, lanjutnya, hal lainnya yang perlu dipastikan adalah jaminan pemenuhan hak mendapatkan informasi dan berparitisipasi, serta akses masyarakat terhadap industri yang ada di sepanjang rantai proses industri ekstraktif.

Ia mengemukakan, akses tersebut antara lain mencakup keterbukaan kontrak, informasi lifting, penerimaan negara serta penjualan/pembelian minyak mentah yang transparan.

LSM tersebut juga mengingatkan perlunya ada kewajiban untuk memperhatikan pertimbangan dan hak masyarakat adat guna memutuskan proses ekstraksi.

Dirjen Migas juga diminta dapat menjadi “panglima” guna mencegah upaya dan praktik mafia migas yang diduga terdapat dalam setiap rantai nilai industri migas.

Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said mengungkapkan, I Gusti Nyoman Wiratmadja Puja akan menjabat Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM.

“Saya ingin mengisi industri ini dengan orang-orang yang bersih. Mereka adalah orang yang mau berperan memperbaiki industri ini,” katanya saat acara “Tatap Muka Menteri ESDM Dengan Kontraktor” di kantor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Jakarta, Selasa (5/5).

Wiratmaja yang sebelumnya masih menjadi pelaksana tugas posisi tersebut, juga telah membuat sejumlah gebrakan seperti menyampaikan bahan bakar minyak (BBM) jenis Ron88 atau Premium tidak akan diganti dengan BBM jenis Pertalite.

“Sesuai kebijakan pemerintah, Premium tetap seperti sekarang. Tidak ditarik atau diganti Pertalite. Produk ini hanya varian baru dari Pertamina,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/4).

Jika Pertalite telah lolos uji maka akan menjadi pilihan tambahan untuk jenis BBM mayoritas yang digunakan masyarakat seperti Premium atau Pertamax.

Selain itu, pemerintah juga telah menargetkan produksi kilang di dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) sendiri atau sudah berswasembada pada 2025.

Untuk itu, Wiratmaja mengungkapkan pihaknya berencana membangun empat kilang baru berkapasitas masing-masing 300.000 atau total 1,2 juta barel per hari dalam 10 tahun ke depan untuk mencapai target swasembada BBM tersebut.

“Investasinya Rp100-120 triliun per kilang karena ini terintegrasi dengan petrokimia atau totalnya sekitar Rp400-480 triliun,” tuturnya. AN-MB