Jembrana (Metrobali.com)-

 Perbekel Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Samsul Anam diduga telah melakukan pungutan liar (pungli) dengan meminta sejumlah uang disetiap menandatangani surat.

Jumlah uang yang dimintapun berfariasi, kisaran Rp.200 ribu hingga Rp.1 juta. Bahkan bisa lebih jika berhubungan dengan jual beli tanah. Namun tanpa disertai kwitansi. Merasa gerah, seorang warga akhirnya merekam ulah perbekel ini melalui ponsel saat menandatangani surat-surat dan menerima uang yang dimasukkan ke dalam saku celananya.

Dari informasi, perekaman itu dilakukan Senin (1/11) lalu. Saat itu warga ini sedang mengurus surat tanah, karena tanah miliknya yang ada di Desa Pengambengan itu akan dijual. Surat miliknya sebenarnya sudah diajukan ke Camat Negara, namun karena tidak berisi tanda tangan Perbekel Desa Pengambengan, suratnya tidak bisa diproses dan diminta untuk melengkapinya.

Setiba di kantor desa Pengambengan dan saat meminta tandatangan, warga ini dimintai uang Rp.200 ribu oleh Samsul Anam. Namun, karena hanya membawa uang Rp.100 ribu, disepakati sisanya dibayar menyusul. Samsul Anam setuju, dan uang Rp.100 ribu itu kemudian dimasukan kedalam kantong celana. Dalam rekaman itu sangat jelas terlihat Samsul Anam mengambil uang warga tersebut.

Menurut warga ini, pungli tidak saja terjadi di Kantor Desa Pengambengan, namum juga terjadi di Kantor Camat Negara. Pasalnya di Kantor Camat Negara, warga ini juga dimintai uang Rp.1.150.000. tanpa kwitansi.

“Saya heran, kalau mengurus surat-surat di kantor Lurah Loloan Barat tidak pernah dimintai uang, ini kok beda” ujarnya.

Menurutnya pihaknya tidak masalah jika harus membayar administrasi, namun harus jelas berapa besarannya dan ada bukti kwitansi. “Warga sebenarnya tidak keberatan dan iklas, tapi harus jelas. kaalu begini kan pungli namanya” ujarnya.

Sementara itu, Perbekel Desa Pengambengan, Samsul Anam saat dikonfirmasi lewat ponselnya membantah semua itu. Menurutnya pungutan itu sudah sesuai dengan aturan di desa. “Itu ada Perdesnya, tapi saya lupa. Biasanya dibayar di bendahara. Kalau saya tidak pernah menerima uang” bantahnya.

Sementara itu, Camat Negara, Ketut Karyadi Erawan saat dikonfirmasi mengatakan untuk administrasi turun waris memang ada nilai perhitungannya, namun tidak saklek. “Kalau ada warga yang tidak mampu membayar, biasanya kami gratiskan” tandasnya. MT-MB