Dinkes Buleleng Tingkatkan Upaya Pencegahan DBD Melalui Program Jumantik
Buleleng, (Metrobali.com)
Menghadapi ancaman peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di awal tahun 2025, Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng terus mengintensifkan langkah pencegahan, terutama melalui penguatan program Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Langkah ini diharapkan dapat menekan perkembangan nyamuk Aedes Aegypti, penyebab utama penyakit DBD yang kembali menunjukkan peningkatan kasus.
Nyoman Budiastawan, Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng saat dikonfirmasi, Jumat (17/1) mengungkapkan bahwa berdasarkan data epidemiologis, puncak kasus DBD tahun 2024 terjadi pada April dengan 348 kasus. Namun, sejak November 2024, jumlah kasus kembali meningkat, dengan 111 kasus pada November, 171 kasus pada Desember, dan mencapai 120 kasus pada Januari 2025. “Angka ini menjadi peringatan bagi kita semua untuk mencegah lonjakan lebih besar, khususnya saat musim penghujan,” ujarnya.
Untuk menanggulangi penyebaran DBD, Dinas Kesehatan mendorong partisipasi aktif masyarakat melalui program “Satu Rumah Satu Jumantik”. Program ini mengajak setiap rumah tangga menunjuk satu anggota, idealnya ibu rumah tangga, sebagai pemantau jentik di lingkungan masing-masing. “Ibu rumah tangga sangat strategis karena mereka yang sering membersihkan rumah dan paling mengenal kondisi lingkungan sekitar,” jelas Nyoman Budiastawan.
Selain itu, beberapa langkah lain juga telah diambil pemerintah, diantaranya edukasi 3M Plus, surat edaran ke desa untuk melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara menyeluruh dan fogging terarah yakni pengasapan dilakukan secara selektif berdasarkan hasil survei lapangan untuk memastikan efektivitas pengendalian nyamuk.
Dinkes Buleleng juga menggandeng Puskesmas sebagai ujung tombak edukasi dan sosialisasi kesehatan, termasuk mengoptimalkan peran Posyandu di tingkat desa. “Melalui sinergi ini, kami berharap masyarakat dapat lebih memahami pentingnya pencegahan dan ikut berperan aktif menjaga kebersihan lingkungan,” tambahnya.
Meski peningkatan kasus saat ini masih terkendali, Dinkes berharap kesadaran masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) semakin meningkat. “Astungkara, dengan berakhirnya musim penghujan, angka kasus DBD dapat ditekan. Namun, kewaspadaan tetap harus dijaga agar tidak terjadi ledakan kasus baru,” tutup Nyoman Budiastawa.
Sementara itu, Gede Wahyu, pengelola program DBD Dinas Kesehatan Buleleng, menjelaskan teknis penanganan kasus demam berdarah diawali dengan laporan kasus dari rumah sakit yang mengonfirmasi adanya demam tinggi. Kasus ini kemudian diteruskan ke Puskesmas untuk penyelidikan epidemiologi guna memastikan keberadaan jentik nyamuk dan potensi penyebaran penyakit.
Dari hasil penyelidikan, jika ditemukan jentik nyamuk dan adanya tiga orang dengan gejala panas dalam satu minggu terakhir, wilayah tersebut dipastikan memiliki risiko tinggi penyebaran DBD. Fokus penanganan dilakukan dengan mengimbau masyarakat melaksanakan PSN.
“Fogging adalah langkah terakhir jika kondisi sudah tidak terkendali. Namun, fogging hanya membunuh nyamuk dewasa, sementara jentik yang tidak diberantas dapat menetas kembali dan melahirkan ratusan nyamuk baru dalam satu minggu,” jelas Wahyu.
Ia juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam PSN, terutama di beberapa desa yang saat ini masih memiliki kasus cukup tinggi meski telah dilakukan upaya massal. “Semua pihak, dari karang taruna hingga ibu rumah tangga, diharapkan aktif dalam kegiatan PSN,” tambahnya.
Gebrakan seperti aksi massal di masjid, sekolah, dan desa-desa lain dinilai efektif dalam menekan penyebaran kasus. Namun, Dinas Kesehatan masih melacak sumber penyebaran utama, termasuk kebun bambu yang menjadi tempat penampungan air di musim hujan. “Melalui kolaborasi masyarakat dan pemerintah, diharapkan kasus DBD di Buleleng dapat terus dikendalikan,” tandasnya. GS