Pilkada Langsung

Jakarta (Metrobali.com)-

Pemerintah dan DPR RI telah sepakat mengenai jadwal pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak dilaksanakan enam gelombang, yaitu tahun 2015, 2017, 2018, 2020, 2022, 2023 dan akhirnya dilakukan serentak secara nasional pada 2027.

Setelah disepakati, langkah yang harus dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah mempersiapkan Peraturan KPU (PKPU) sebagai acuan bagi lembaga tersebut menyelenggarakan pilkada serentak.

Prosesnya pun harus segera dilaksanakan karena pilkada serentak tahap pertama akan dilaksanakan pada 9 Desember 2015. Karena itu KPU dan Bawaslu melakukan rapat maraton untuk berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI dalam membuat PKPU, sementara itu KPU menargetkan pembahasan PKPU itu selesai pada akhir April 2015.

Ke-10 rancangan PKPU itu adalah PKPU tentang Tahapan, Jadwal, dan Program; PKPU tentang Pemutakhiran Data, dan Daftar Pemilih; PKPU tentang Pencalonan; PKPU tentang Kampanye; PKPU tentang Dana Kampanye; dan PKPU tentang Tata Kerja Penyelenggara di Tingkat Daerah dan Badan Ad Hoc.

Selain itu PKPU tentang Norma Standar Prosedur, Serta Kebutuhan Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan (logistik); PKPU tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat; PKPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara; dan PKPU tentang Rekapitulasi Penghitungan Suara, dan Penetapan Hasil Pemilihan.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria usai rapat Panja Pilkada Komisi II pada Selasa (21/4) menyebutkan dari 10 rancangan PKPU itu, sudah tujuh PKPU yang diselesaikan antara KPU dengan Komisi II DPR RI.

“Yang belum terkait Pemungutan Suara, Rakapitulasi Penghitungan Suara, dan Pencalonan,” kata Riza, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (21/4).

PKPU tentang Pencalonan Kepala Daerah merupakan salah satu peraturan krusial karena terkait dengan partai politik yang berhak mengajukan calon kepala daerah. Hal itu menjadi perhatian karena saat ini terdapat dua parpol yang mengalami dualisme kepemimpinan yaitu Partai Golkar dan PPP.

Setelah mengalami perdebatan panjang antara Panja Pilkada Komisi II DPR bersama KPU dan Bawaslu dalam rapat konsultasi penyusunan 10 PKPU Pilkada serentak terutama terkait pencalonan Kepala Daerah.

Panja Komisi II DPR akhirnya menyetujui partai politik (parpol) perserta Pemilu 2014 dapat mengikuti pilkada serentak 2015 melalui tiga rekomendasi kepada KPU dalam menyusun PKPU, khususnya mengenai Pencalonan Kepala Daerah.

Panja Komisi II DPR memberikan tiga catatan sebagai rekomendasi kepada KPU untuk membuat PKPU soal pencalonan dalam Pilkada 2015 karena konflik internal partai itu masih diselesaikan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).

“10 Fraksi sudah setuju untuk disampaikan ke KPU untuk perbaikan-perbaikan. Parpol peserta pemilu 2014 menjadi peserta Pilkada dengan tiga opsi,” kata Ketua Komisi II DPR, Rambe Kamarul Zaman di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (24/4).

Rambe menjelaskan ketiga rekomendasi Panja Pilkada Komisi II DPR RI itu adalah, pertama dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan parpol tingkat pusat yang diselesaikan melalui peradilan maka parpol yang dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah adalah kepengurusan yang telah memiliki putusan pengadilan yang berkekuatan tetap.

Rekomendasi kedua, menurut dia, Komisi II DPR RI merekomendasikan KPU dalam memutukan parpol yang dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah adalah kepengurusan parpol yang telah menjalankan islah sebelum pendaftaran pasangan calon. Hal itu dilakukan sebelum diperoleh putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.

Dia menjelaskan rekomendasi ketiga, KPU dalam memutuskan parpol yang dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah adalah kepengurusan partai yang ditetapkkan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah ada sebelum pendaftaran pasangan calon kepala daerah.

Rambe mengatakan rekomendasi ketiga itu apabila rekomendasi poin pertama dan kedua belum terwujud.

“Apabila tidak bisa islah dan inkrah (konflik internal parpol), keputusan terakhir dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebelum pendaftaran calon 26-28 Juli,” ujarnya.

Dia mengatakan seluruh fraksi di Komisi II DPR RI telah setuju atas tiga rekomendasi itu dan semuanya telah menandatangani rekomendasi tersebut.

Pasal 74 ayat (1) UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menyebutkan bahwa DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya berhak memberikan rekomendasi kepada pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara melalui mekanisme rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, rapat tim pengawas yang dibentuk DPR RI untuk keepentingan bangsa dan negara.

Sementara Pasal 74 ayat (2) UU MD3 menyebutkan setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara wajib menindaklanjuti rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

KPU Tidak Gubris Rekomendasi Panja Setelah Komisi II DPR RI memberikan rekomendasi kepada KPU, lembaga penyelenggara pemilu itu mengeluarkan PKPU, intinya tidak melaksanakan seluruh rekomendasi tersebut.

Terkait PKPU Pencalonan, KPU menyepakati bahwa parpol yang berhak mengajukan calon atau pasangan calon adalah 12 parpol peserta pemilu 2014 plus, tiga parpol lokal Provinsi Daerah Istimewa Banda Aceh.

Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan seluruh parpol tersebut harus memiliki SK Menkumham sebagai bukti kepengurusan yang sah sebagaimana ditentukan oleh Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

Sementara itu untuk Partai Golkar dan PPP yang saat ini mempersengketakan SK Menkumham di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), maka KPU mengambil kebijakan untuk menunggu putusan pengadilan yang inkrach atau memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat.

“Dalam hal proses peradilan masih jalan, belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka parpol diberi kesempatan untuk melakukan kesepakatan perdamaian atau islah,” ujarnya.

Husni menegaskan parpol itu harus tetap mendaftarkan kepengurusan islah itu ke Menkumham sebelum masa pendaftaran bakal calon pada 26 Juli 2015.

Keluarnya PKPU itu memunculkan pro dan kontra di kalangan legislator, karena ini terkait dengan kepengurusan parpol yang sedang berkonflik yaitu pihak mana yang berhak mengajukan pasangan calon kepala daerah.

Ketua Fraksi PKS di DPR RI Jazuli Juwaini menilai rekomendasi Komisi II DPR RI terkait PKPU Pencalonan kepala daerah merupakan solusi bagi dilema KPU atas keikutsertaan parpol peserta Pilkada yang tengah berkonflik.

“Harus ada solusi jalan keluar (keikutsertaan parpol dalam pilkada) karena intinya penegakkan sistem dan sendi-sendi Demokrasi,” katanya.

Prinsip menegakkan demokrasi itu, katanya, harus dipikirkan dan dipegang teguh juga penyelenggara pemilihan. Anggota Komisi II DPR RI itu mengatakan ketika ada persoalan, tidak boleh dibiarkan saja namun semuanya harus diputuskan berdasarkan peraturan yang berlaku.

Selain itu, ia menegaskan rekomendasi Komisi II DPR RI untuk KPU terkait PKPU Pencalonan adalah agar peraturan itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Menurut dia, hasil dari rapat konsultasi juga perlu ditaati oleh KPU agar dalam proses penyusunan PKPU, KPU tidak bertentangan dengan Undang-Undang.

“Undang-Undang itu dibuat oleh DPR dan pemerintah, tapi kalau sudah teknisnya itu baru PKPU. Kami undang KPU rapat karena mereka tidak ikut membahas Undang-Undang,” katanya.

Dia menegaskan karena PKPU intinya sebagai penguatan demokrasi maka tidak boleh bertentangan dengan UU.

Sekretaris Fraksi Partai Nasdem di DPR RI Syarif Abdullah Alkadrie menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pencalonan Kepala Daerah sudah sesuai dengan Undang-Undang nomor 22 tahun 2011 tentang Partai Politik.

“Persoalan ini sesuai UU Parpol bahwa sengketa partai diselesaikan di Mahkamah Partai atau apabila mahkamah tidak bisa maka melalui pengadilan umum,” kata Syarif.

Dia mengatakan putusan pengadilan belum tentu sengketa partai selesai, karena sesuai UU Parpol harus melalui Mahkamah Partai. Menurut dia tiap keputusan harus menggunakan legal formal yang sesuai dengan UU, sehingga apa yang direkomendasikan KPU melalui PKPU sesuai realita UU.

Dia mengatakan apabila ada partai yang bersengketa maka harus diselesaikan melalui internal partai, dan jangan sampai muncul wacana untuk mengubah UU Pilkada karena banyak pekerjaan negara yang harus diselesaikan.

Syarif berharap semua komponen bangsa menyukseskan pilkada serentak 2015 dan menaati aturan Undang-Undang yang ada terkait Pilkada.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy meminta semua pihak menghormati PKPU Pencalonan yang telah dikeluarkan KPU. Dia mengatakan PKPU Pencalonan menjadi payung bagi KPUD untuk memulai tahapan pilkada menuju pilkada serentak tanggal 9 Desember 2015.

Lukman menjelaskan DPR RI sebagai pihak yang dikonsultasikan oleh KPU, bertugas agar muatan PKPU tidak bertentangan dengan substansi di dalam UU Pemilihan Kepala Daerah maupun UU lain yang terkait.

Selain itu, menurut dia, KPU dalam menetapkan PKPU tidak boleh melanggar UU dan tidak boleh membuat norma baru yang bertentangan dengan substansi UU.

“DPR juga dalam memberikan pertimbangan kepada KPU tidak boleh menitipkan norma baru yang bertentangan dengan substansi UU,” katanya.

Menurut dia apabila KPU menemukan norma baru yang bertentangan dengan UU, KPU boleh menolak usulan DPR. Namun KPU tidak bisa menolak pertimbangan DPR kalau substansinya sesuai dengan UU.

Muncul Rencana Revisi UU Pilkada dan Parpol Merespons PKPU yang telah dikeluarkan KPU, Pimpinan DPR RI melaksanakan Rapat Konsultasi dengan Komisioner KPU, Pimpinan Komisi II DPR RI, Pimpinan fraksi-fraksi di DPR RI, dan perwakilan Kementerian Dalam Negeri pada Senin (4/5).

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan rapat tersebut dalam rangka konsultasi terkait dengan hasil Panitia Kerja Komisi II DPR RI mengenai parpol yang berselisih, siapa yang akan dicalonkan di Pilkada.

Dia mengatakan masalah partai yang berselisih itu belum ada satu titik temu sehingga dalam rapat konsultasi itu diharapkan ada kejelasan. Intinya DPR RI mempertanyakan mengapa KPU tidak menggubris poin ketiga rekomendasi Panja Pilkada Komisi II DPR RI.

Setelah Rapat Konsultasi itu Fadli mengatakan DPR RI tetap meminta tiga rekomendasi Panitia Kerja Pilkada Komisi II DPR RI dimasukkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum.

Menurut dia kesimpulan kedua Rapat Konsulasi itu adalah DPR RI akan mencari jalan keluar untuk melakukan revisi Undang-Undang nomor 22 tahun 2011 dan UU no 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Kesimpulan ketiga, menurut Fadli, DPR RI akan melakukan konsultasi dengan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

“Seluruh fraksi dan Komisi II DPR RI dengan tegas sepakat poin ketiga rekomendasi Panja Pilkada harus dimasukkan dalam PKPU tentang pencalonan pasangan calon,” ujarnya.

Fadli mengatakan Pimpinan DPR RI menyampaikan kepada para Komisioner KPU bahwa hasil rekomendasi DPR RI merupakan sesuatu yang mengikat sesuai dengan UU no 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Ketua Komisi II DPR RI, Rambe Kamarul Zaman mengatakan dalam rangka mencari payung hukum dari tiga opsi hasil Rapat Konsultasi itu maka diputuskan pada Masa Sidang Ke-IV tahun 2014-2015 DPR RI akan melakukan revisi terbatas UU no 8 tahun 2015 tentang Pilkada dan UU no 22 tahun 2011 tentang Parpol.

Rambe menjelaskan revisi itu terkait masalah kepesertaan parpol yang masih berperkara, terkait keikutsertaannya dalam pilkada.

“Itu (pilkada serentak) bisa sekarang jalan dan revisi juga harus sekaligus dilaksanakan,” ujarnya.

Ketua Fraksi PKS di DPR RI Jazuli Juwaini mengatakan setuju revisi kedua UU itu apabila tujuannya memberikan solusi dalam kebuntuan proses demokratisasi.

Menurut dia prinsip dalam proses demokrasi itu tidak boleh ada hak dari pihak tertentu yang disumbat sehingga harus diberikan solusi.

“Revisi itu kan sifatnya terbatas yang menyangkut hal-hal untuk memperlancar proses demokrasi yang sebelumnya mungkin tidak terdeteksi,” katanya.

Anggota Fraksi Partai Hanura di DPR RI Rufinus Hotmaulana Hutauruk mengatakan fraksinya akan melihat terlebih dahulu isi revisi kedua UU tersebut. Menurut dia revisi UU itu harus melalui berbagai proses misalnya harus melalui koordinasi dahulu dengan pemerintah karena merupakan usulan pemerintah yang disepakati dalam suatu forum bersama DPR.

“Sepanjang isinya sesuai aturan dan untuk kemaslahatan, ya silahkan saja. Namun akan muncul permasalahan kalau beberapa fraksi menolaknya,” kata anggota Komisi II DPR RI itu.

Dia menegaskan pada prinsipnya parpol pengusung pasangan calon kepala daerah tidak boleh ditinggalkan sedangkan saat ini ada dua parpol yang bermasalah.

Namun menurut dia, pandangan hukum harus ditegakkan khususnya dalam sengketa parpol dan apabila proses revisi sebagai upaya menjembatani, maka harus dilihat sampai sejauh mana.

Permasalahan revisi kedua UU itu jadi dilaksanakan atau tidak oleh DPR RI, namun pemerintah harus tetap menjamin pelaksanaan pilkada serentak tidak terganggu yaitu dengan memastikan semuanya berjalan baik. AN-MB