Dihantui Sanksi Adat, Puluhan Krama Jero Kuta Pejeng Tetap Ajukan Keberatan
Sekitar 10 orang perwakilan krama yang mengajukan keberatan tanah teba dijadikan PKD meminta petunjuk sekaligus mediasi ke kantor Desa Pejeng, Senin (27/7/2020).
Gianyar (Metrobali.com)-
Polemik kasus tanah teba disertifikasi atas nama Desa Adat Jero Kuta Pejeng kembali bergulir. Meski dihantui sanksi adat, puluhan krama yang ajukan keberatan tetap menginginkan tanah teba yang telah memiliki SPPT bisa disertifikatkan menjadi hak milik.
Sekitar 10 orang perwakilan krama yang mengajukan keberatan tanah teba dijadikan PKD meminta petunjuk sekaligus mediasi ke kantor Desa Pejeng, Senin (27/7/2020). Awalnya krama dari Desa Adat Jero Kuta Pejeng dan Desa Adat Panglan datang bersamaan. Namun oleh Perbekel Tjok Gede Agung Kusuma Yuda yang diterima pertama, khusus krama Desa Adat Jero Kuta Pejeng.
Mediasi berlangsung mulai pukul 10.00 wita hingga pukul 11.00 wita. Dalam mediasi, Perbekel Tjok Gede Agung Kusuma Yuda mengakui bahwa proses pensertifikatan PKD di Desa Pejeng memang dikebut sesuai program nasional. Bahkan sertifikat sudah selesai 4 bulan lalu sebelum Covid-19.
“Kemarin saya diundang untuk rapat (dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar, red). Pada intinya, sebanyak 570 sertifikat sudah jadi dan siap dibagikan. Tapi bagi yang keberatan, didiamkan. Kami juga sedang membuat laporan ke Gubernur terkait kasus ini agar dapat pencerahan,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Perbekel Tjok Gede Agung Kusuma Yuda juga menginformasikan bahwa Desa Adat Jero Kuta Pejeng akan memberlakukan sanksi adat. “Perbekel setinut ring awig-awig. 4 hari yang lalu, diputuskan kena saksi adat. Tyang hanya memperkuat, karena Perbekel tidak punya kuasa,” ujarnya.
Sementara versi perwakilan krama, I Made Wisna SPd berharap tanah teba yang dikuasai selama lebih dari 20 tahun bisa dimohonkan hak milik. Bukan justru menjadi PKD atas nama Desa Adat. Terlebih dalam sertifikat yang telah terbit, berisi catatan bahwa hak milik tersebut tidak bisa dijadikan jaminan hutang dan tidak boleh dapat dialihkan baik sebagian maupun seluruhnya tanpa izin dari pejabat yang berwenang, kecuali diperlukan pemerintah untuk kepentingan umum.
“Mengapa kami sampai melapor, karena saya sendiri punya 20 are diluar PKD. Tidak ada penjelasan yang disampaikan atas perubahan status tanah itu. Tiba-tiba saja diumumkan di banjar bahwa sertifikat sudah selesai,” ungkapnya.
Made Wisna dkk khawatir, tanahnya dijadikan PKD. Kemudian dirinya tidak punya hak lagi. “Kalau ada keperluan desa adat mau dijadikan supermarket, kan tidak tahu kita. Tyang juga tidak melaporkan oknum, melainkan hanya melapor kenapa ada perubahan status tanah. Masalah nanti ada saksi atau tersangka, itu ranah kepolisian,” jelasnya.
Terkait sanksi adat, krama mengaku sudah mendengar. “Silahkan kalau mau diperpanjang, kita perpanjang. Mungkin saya akan bongkar lebih dalam lagi. Lapor lebih jauh lagi. Mumpung basah, basah sekalian,” imbuh krama lain I Ketut Sugiarta.
Pewarta : Catur
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.