Dialog Kebudayaan Wicara Cipta di Museum Rudana: Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan PSR Ajak Sinergi Membangun Budaya untuk Masa Depan
Foto: Menteri Kebudayaan Fadli Zon bersama Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) sekaligus President of The Rudana Museum, Foundation, and Art Gallery Putu Supadma Rudana (PSR) hadir dalam dialog kebudayaan Wicara Cipta, yang digelar di Museum Rudana, Ubud, pada Kamis (27/2/2025).
Gianyar (Metrobali.com)-
Upaya memperkuat ekosistem budaya dan memetakan potensi seni di Indonesia menjadi pokok bahasan dalam dialog kebudayaan Wicara Cipta, yang digelar di Museum Rudana, Ubud, pada Kamis (27/2/2025). Acara ini menghadirkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon serta Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) sekaligus President of The Rudana Museum, Foundation, and Art Gallery, Putu Supadma Rudana (PSR).
Sebagai ruang diskusi lintas bidang seni, Wicara Cipta menyoroti pentingnya kreativitas dan sinergitas dalam penguatan budaya nasional. Melalui forum ini, rekahlah gagasan baru di ranah seni rupa, seni tari, sastra, hingga seni berbasis media digital. Dialog berlangsung hangat, hadirin berbagi pandang dan pengalaman, mengajukan pertanyaan serta tanggapan
bagaimana seni budaya dan peran museum diimplementasikan menjadi program, agenda, dan festival yang visioner sekaligus kontekstual.
Pada kesempatan tersebut, Fadli Zon menekankan pentingnya pemerintah daerah terpanggil dalam memajukan kebudayaan di daerahnya masing-masing seraya mengembangkannya kreativitasnya untuk hadir mewarnai festival atau even-even nasional.
“Pemerintah daerah memiliki peran yang sangat strategis dalam menjaga dan
mengembangkan kebudayaan. Dukungan kebijakan serta sinergi dengan komunitas budaya akan menjadi kunci utama dalam menjaga keberlanjutan warisan budaya,” ujar Fadli Zon. Ia menambahkan, museum tidak hanya menjadi tempat penyimpanan artefak, tetapi harus menjadi pusat interaksi budaya yang dapat menginspirasi generasi muda serta mendukung pariwisata berbasis budaya,” tambahnya.
Kegiatan Wicara Cipta bertepatan dengan rangkaian kunjungan kerja Menteri Kebudayaan Fadli Zon ke Bali, yang juga mencakup pertemuan dengan pemerintah daerah, komunitas seni, serta dalam rangka peresmian Museum Sarkofagus di Bedulu, Gianyar.
Fadli Zon juga menegaskan bahwa harus ada sinergi yang kuat antara pusat dan daerah untuk mendorong pemajuan kebudayaan secara menyeluruh. “Sinergi antara pemerintah pusat, daerah, komunitas seni, dan sektor swasta sangat diperlukan agar kebudayaan kita
terus berkembang tanpa kehilangan akar tradisionalnya,” ungkapnya menanggapi berbagai pandangan yang mengemuka dalam forum. Antara lain, Rektor ISI Bali Prof. Wayan Kun Adnyana, budayawan Jean Couteau, perupa dan akademisi Made Bendi Yudha, perupa Wayan Redika, dan akademisi sekaligus desainer fashion Dr. Tjok Istri Ratna Cora.
Lebih lanjut, Menteri Fadli mendorong masyarakat untuk menemukan kembali identitas nasional Indonesia antara lain melalui pemberdayaan seni budaya dan kreativitas lintas bidang. Ia menyoroti bagaimana budaya dapat menjadi kekuatan lunak (soft power) yang mendorong kemajuan bangsa.
“Reinventing Indonesian identity adalah langkah penting untuk mengokohkan posisi Indonesia sebagai superpower di bidang budaya. Sejarah kita bukan sekadar masa lalu, tetapi juga fondasi bagi masa depan. Pelindungan budaya tidak hanya menjaga artefak, tetapi juga memaknai ulang identitas bangsa agar tetap relevan dalam tatanan global,” jelas Fadli Zon.
Fadli mengungkapkan, kekayaan budaya yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke, Aceh hingga Papua, merupakan warisan budaya yang luar biasa, bahkan paling kaya di antara negara negara lain di dunia.
“Setelah mengunjungi kira-kira 100 negara, tidak ada kekayaan budaya yang lebih hebat dari kekayaan budaya Indonesia. Kekayaan budaya kita ini bukan lagi diversity, tapi ini sudah mega-diversity, ” ungkap Fadli Zon.
Sebagaimana disampaikan Putu Supadma Rudana mengawali paparannya, bahwa
persahabatannya dengan Fadli Zon sudah terjalin lebih dari lima tahun sewaktu mereka menjadi anggota BKSAP DPR RI, di mana Fadli Zon sebagai Ketua dan Putu Supadma Rudana (PSR) sebagai Wakil Ketua. Mereka berdua telah melakukan diplomasi antar parlemen dunia ke lebih dari 50 negara.
“Di tengah-tengah kegiatan itulah kami mengunjungi situs-situs, museum
yang mengoleksi berbagai warisan luhur peradaban dunia, “ ujar Putu Rudana.
Persahabatan itu terjalin hingga kini dalam bentuk kepedulian bersama, bagaimana seni budaya bisa menjadi jiwa bangsa dan museum sebagai rumah abadi capaian peradaban.
Peran Museum dalam Pemajuan Kebudayaan
Ketua Umum AMI, Putu Supadma Rudana, menegaskan bahwa museum memiliki peran strategis dalam melestarikan budaya dan sejarah Indonesia. Ia menyoroti pentingnya dukungan pemerintah terhadap pelestarian seni dan budaya melalui kebijakan yang lebih kuat.
“Kita membutuhkan regulasi yang jelas dan dukungan konkret dari pemerintah untuk
memastikan bahwa museum tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang sebagai pusat edukasi dan interaksi budaya. Museum harus menjadi ruang yang hidup, di mana generasi muda bisa belajar dan terinspirasi dari warisan leluhur,” ujar Putu Rudana.
Selain itu, Putu Supadma menekankan bahwa budaya adalah jiwa bangsa. Peran museum bukan sekadar menyimpan narasi masa lalu, tetapi juga menjadi ruang hidup yang menginspirasi masa kini dan masa depan. Ia menegaskan bahwa pembangunan budaya merupakan bagian dari cinta tanah air yang harus terus diperjuangkan bersama.
Sebagai langkah konkret, Wicara Cipta menggaris bawahi pentingnya sinergi antara pemerintah, seniman, komunitas budaya, serta sektor swasta dalam memperkuat ekosistem budaya nasional.
AMI, yang membawahi sekitar 500 museum se-Indonesia, juga didorong untuk memperkuat perannya dalam membangun kolaborasi lintas sektor demi menciptakan museum yang lebih inklusif dan dinamis.
“Memajukan museum berarti memuliakan kebudayaan. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab kita bersama. AMI senantiasa memastikan bahwa kebudayaan mendapat tempat dan apresiasi yang layak dan mulia. Kita berharap dan yakin ke depan Indonesia akan jadi ibukota kebudayaan dunia atau Adibudaya,” kata Putu Supadma Rudana.
Museum Rudana diresmikan Presiden Soeharto didampingi Ibu Tien Soeharto pada 26 Desember 1995, bertepatan dengan perayaan tahun emas kemerdekaan Indonesia.
Museum ini dipersembahkan oleh Nyoman Rudana dan Ni Wayan Olastini Rudana yang
terinspirasi dari keteladanan Bapak Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto, sebagai wujud bakti dan kecintaan terhadap tanah air yang berlimpah warisan seni budaya adiluhung.
Sejak awal berdirinya Museum Rudana berkomitmen untuk mendukung para seniman dan mendedikasikan waktu, tempat, serta berbagai kegiatan pendidikan. Dengan komitmen tersebut museum ini memenangi berbagai penghargaan nasional dan internasional yang menjadikannya mercusuar warisan budaya Bali.
Museum Rudana juga menjadi bagian penyelenggara kegiatan Pertemuan Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) April 2013 dan World Cultural Forum (WCF) 2013, serta Pertemuan Pimpinan Parlemen Negara-Negara Kawasan Asia Tenggara dan Pertemuan Pimpinan Parlemen Negara-Negara Kawasan Pasifik (2023 dan 2024).
Menerima Kunjungan Resmi dan Kehormatan dari Berbagai Kepala Negara serta Pemerintah, termasuk tokoh budayawan, cendekiawan,serta maestro seni lintas Negeri. Antara lain: Presiden Republik Rakyat China, Jiang Zemin. Presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter.
Termasuk pula Peraih Nobel Perdamaian Tahun 2011, Ellen Johnson Sirleaf. Ellen Johnson Sirleaf dianugerah Penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2011 atas upayanya yang tanpa kekerasan untuk mempromosikan perdamaian dan perjuangannya untuk hak-hak perempuan.
Ia adalah kepala negara Liberia, adalah perempuan pertama yang dipilih secara demokratisd i Afrika. Ellen Johnson Sirleaf mengunjungi Museum Rudana tahun 2013.
Memaknai Wicara Cipta, ditandatangani batu prasasti Sinergi Membangun Budaya, berikut komitmen kerja sama seni budaya berkelanjutan antara Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Ketua Asosiasi Museum Indonesia Putu Supadma Rudana.
Dengan beragam tantangan yang dihadapi, sinergi lintas sektor diharapkan dapat
menciptakan kebijakan budaya yang lebih inklusif, serta menjadikan seni dan budaya sebagai pilar utama dalam pembangunan bangsa. (wid)