Jakarta (Metrobali.com) –

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta menyebutkan saat ini dana yang ada hanya sekitar Rp11 triliun di tengah melonjaknya kasus COVID-19 di Jakarta dan menguatnya wacana karantina ketat (lockdown) untuk mengatasinya.

“Iya (dana yang ada) sekitar segitu,” kata Sekretaris Bapenda DKI Jakarta Pilar Hendrani saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Berdasarkan hitungan kasar, dana sebesar Rp11.083.768.944.847 yang didapatkan dari pendapatan pajak dan retribusi daerah hingga triwulan dua tahun 2021 tersebut, jikapun ditambah dana penanggulangan COVID-19 yang dimiliki DKI sekitar Rp5 triliun, masih belum mencukupi untuk biaya makan selama sebulan untuk 10,56 juta penduduk DKI.

Karena untuk memenuhi kebutuhan makan penduduk Jakarta, dengan perkiraan satu kali makan sebesar Rp20 ribu, membutuhkan biaya sekitar Rp19 triliun. Itupun belum termasuk biaya penunjang lainnya untuk listrik dan air serta penduduk non KTP DKI yang berada di Ibu Kota.

Pilar menjelaskan memang saat ini kondisi keuangan DKI Jakarta dalam kondisi yang tidak baik mengingat saat ini penerimaan dari sektor-sektor usaha yang jadi obyek pajak daerah tidak dimungkinkan untuk ditarik secara maksimal.

“Jadi kalau ditanya apa uang ada, ya ada, tetapi cukup atau tidak cukupnya saya tidak bisa komentar karena besaran kebutuhannya saya tidak tahu. Karena untuk kebutuhan belanja tersebut, berada pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta yang memiliki fungsi untuk itu,” kata Pilar.

Meski demikian, Pilar menyebutkan secara umum dibanding dengan periode yang sama pada tahun 2020, pendapatan Jakarta tahun ini lebih baik dibanding tahun sebelumnya, yakni di angka Rp10.766.683.935.446,49.

Sebelumnya, Pemerintahan Presiden Jokowi diminta mempertimbangkan pemberlakuan karantina dan meninggalkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, akibat penyebaran COVID-19 kembali melonjak.

Pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat tidak setuju jika dikatakan lonjakan COVID-19 varian India karena kesalahan rakyat, karena varian ini sudah beberapa waktu sebelumnya masuk ke kawasan Asia Tenggara. (Antaranews.com)