Foto: Anggota Komisi IV DPR RI, AA Bagus adhi Mahendra Putra (Amatra) saat Rapat Kerja dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) Siti Nurbaya Bakar.

Jakarta (Metrobali.com)-

Anggota Komisi IV DPR RI, AA Bagus adhi Mahendra Putra (Amatra) atau yang kerap disapa Gus Adhi mengapresiasi berbagai program kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Salah satunya program perhutanan sosial yang mengusung spirit bagaimana hutan lestari dan masyarakat sejahtera.

Gus Adhi pun mendorong ke depan agar program perhutanan sosial ini mampu lebih banyak menghasilkan produk turunan sesuai potensi masing-masing kawasan hutan sosial.

Hal ini disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian, lingkungan hidup, kehutanan dan kelautan ini saat Rapat Kerja dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) Siti Nurbaya Bakar beberapa waktu lalu.

Gus Adhi mengungkapkan progam perhutanan sosial sudah berjalan dengan baik misalnya di Bali. “Dari perhutanan sosial yang ada di Bali yang masih lagi 90, masih menunggu lagi 4,” kata Gus Adhi.

Anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali ini mengaku telah menyambangi dan mengunjungi hutan sosial yang ada di Bali yang telah menjalankan sejumlah fungsi dalam melestarikan hutan namun tetap juga memberikan manfaat ekonomi dan kesejahteraan pada masyarakat sekitar selaku masyarakat penyangga hutan sosial.

Namun Gus Adhi memberikan sejumlah catatan dan evaluasi agar progam hutan sosial ini bisa lebih ditingkatkan dan dioptimalkan.

Salah satunya perlu dibuatkan desain perhutanan sosial ini. “Perlu membuat desain, apa yang ingin diwujudkan dalam hutan sosial tersebut. Biar jangan nanti fungsi hutan itu menjadi hilang,” ungkap Gus Adhi.

Diungkapkan, di beberapa hutan sosial seperti di kabupaten Buleleng dan Kabupaten Karangasem, ada pemahaman-pemahaman yang belum sama terkait dengan pola pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang ada di perhutanan sosial tersebut.

“Saya mencoba dengan Kadis PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa) dengan memberikan percontohan karena Kadis PMD mempunyai anggaran untuk mendesain di hutan Wanagiri,” ungkap Gus Adhi.

“Kita membuat kawasan yang boleh difungsikan untuk fungsi sosial dan tempat umum. Kita desain menjadi 1 hektar yang ada tempat kemahnya dan sebagainya. Ini yang perlu kita berikan arahan atau motivasi kepada KPH-KPH kita sehingga hutan sosial itu bisa berfungsi sebagai destinasi wisata baru di Indonesia ini,” papar Gus Adhi.

Terkait dengan hal tersebut, sambung Gus Adhi, mungkin kedepan perlu dilombakan setiap tahunnya untuk mengetahui mana hutan sosial yang sudah menghasilkan produk turunan dan produk yang bisa dijadikan satu ikon di perhutanan sosial tersebut. Produk itu tidak boleh hilang selama hutan sosial tersebut dikelola masyarakat bersangkutan.

Gus Adhi pun mencontohkan perhutanan sosial di Karangasem yang sudah mampu menghasilkan produk turunan berupa madu. “Yang perlu kita lakukan di perhutanan sosial itu adalah seperti yang dilakukan di Kabupaten Karangasem ada enam jenis madu yang dihasilkan di hutan sosial tersebut,” kata Gus Adhi.

Dari enam jenis madu yang dihasilkan itu, papar politisi Golkar asal Kerobokan, Badung ini, diantaranya Avis Cerana dan Avis Trigona. Avis Cerana itu bisa menghasilkan tiga rasa madu. Avis Trigona juga menghasilkan tiga rasa madu tergantung jenis pohon yang ada di hutan sosial tersebut.

Contohnya kayu sendok yang menghasilkan warna dan rasa yang berbeda. Kayu nangi dan kaliandra juga memiliki rasa dan warna yang berbeda pula. Ini bisa menjadi komoditi eksport untuk beberapa bulan ke depan.

“Maka itu kita lakukan penelitian terkait dengan madu tersebut dan unsur apa yang terkandung dalam madu tersebut. Dan ada klasifikasi per kelasnya yang bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi sesuai dengan unsur-unsur tersebut,” terang Gus Adhi di hadapan Menteri LHK.

Lebih lanjut dijelaskan, untuk Avis Trigona pada umumnya rasa madu itu asam kecut dan setelah dipadukan dengan kaliandra rasa madu akan manis. Inilah yang perlu dilakukan penelitian.

Gus Adhi mengungkapkan ada satu paham antara nyata dan awam di masyarakat yang berkembang bahwa madu yang ditaruh di luar kulkas tidak akan menjadi beku. Pada kenyataannya, masyarakat yang menghasilkan madu yang ditaruh di luar kulkas dalam kurun waktu 3 bulan akan menjadi beku.

“Menurut masyarakat terjadi penurunan kadar air di dalam madu tersebut. Dan ini yang perlu diberikan pemahaman dan dilakukan penelitian ditempat tersebut sehingga apa yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut bisa kita tingkatkan nilai jualnya,” tutur Gus Adhi yang juga Ketua Depidar SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia) Provinsi Bali ini. (wid)