guru pembimbing

Indonesia adalah gudang anak-anak cerdas. Relatif banyak anak Indonesia yang meraih prestasi, bahkan hingga ke tingkat internasional, tentu saja karena ada guru yang membimbing di belakangnya.

Begitu pula, dengan Abraham Karel, murid SMP 115 Jakarta Selatan yang meraih medali emas IPS Olimpiade Sains Nasional (OSN) Tingkat SMP 2014 yang diselenggarakan di Padang.

Di belakang Karel, ada Abdul Djalil yang mempersiapkannya menghadapi lomba. Ada pula Pesta Maria Yance Sinaga yang saat itu menjabat sebagai Kepala SMP 115 Jakarta Selatan.

Orangnya ramah dan murah senyum. Saat ditemui di sekolah tempatnya mengajar, Djalil langsung menyambut Antara dengan senyuman lebar dan keramahan khas seorang guru yang tidak dibuat-buat.

“Ini murid saya yang meraih medali emas itu,” ujarnya sambil menunjuk Abraham Karel yang ternyata sudah datang ke sekolah dan menunggu sejak pagi.

Saat itu, Karel memang seharusnya sudah tidak masuk sekolah karena telah selesai mengikuti ujian nasional (UN). Perawakannya biasa saja layaknya anak SMP. Wajahnya polos, sama sekali tidak mengesankan anak kutu buku, dengan potongan rambut pendek hampir gundul.

“Murid kami yang berprestasi tidak hanya Karel. Tahun ini juga ada dua murid kami yang meraih medali dalam OSN Tingkat SMP 2015 yang diadakan di Palu,” kata Djalil.

Yang dimaksud Djalil adalah Prawira Satya Darma, murid kelas VIII yang meraih medali emas kategori IPA dan “Best Theory” serta Shakira Amirah Almochdar, murid kelas VII yang meraih medali perunggu di kategori matematika.

Menurut Djalil, Karel menjadi wakil SMP 115 Jakarta Selatan dan DKI Jakarta dalam OSN Tingkat SMP 2014 setelah menjalani seleksi terlebih dahulu di sekolah. Dia menyisihkan kawan-kawannya di sekolah sehingga terpilih untuk berlomba di kategori IPS.

“Bimbingan kepada Karel tidak hanya dilakukan saya sendiri. Ada tim dari guru-guru IPS di sekolah yang membimbing di bawah koordinasi saya. Total ada lima orang guru yang membimbing Karel yang materinya masing-masing sudah dibagi meskipun intensitasnya lebih banyak dengan saya,” jelasnya.

Djalil mengatakan bahwa pihaknya tidak hanya memberikan materi pelajaran SMP saat membimbing Karel. Pasalnya, soal-soal yang diberikan dalam lomba tingkat olimpiade sering kali tidak hanya pelajaran tingkat SMP “Saya tekankan kepadanya bahwa yang akan dia hadapi dalam OSN bukan hanya materi-materi pelajaran SMP. Meskipun masih SMP, dia juga akan menemui soal-soal materi pelajaran SMA,” katanya.

Oleh karena itu, Djalil juga meminta Karel untuk mempelajari buku-buku pelajaran SMA. Kalau menemui kesulitan, Karel diminta untuk tidak ragu bertanya kepada Djalil atau guru pembimbing lain.

Untuk memperkaya materi yang dipahami Karel, Djalil menceritakan dia harus mencarikan berbagai macam buku teks. Tidak jarang, dia harus membongkar buku-buku yang ada di lemari sekolah.

Pada suatu ketika dia menemukan buku tentang astronomi yang akhirnya juga digunakan dalam membimbing Karel.

“Kebetulan pada saat Karel mengikuti OSN Tingkat SMP 2014, pertama kali ada materi tentang astronomi di mata pelajaran IPS. Jadi, buku itu kemudian kami gunakan juga untuk Karel baca-baca,” ujarnya.

Tidak hanya buku-buku teks yang diberikan kepada Karel, Djalil dan timnya juga berupaya mencari soal-soal yang digunakan dalam penyelenggaraan OSN. Jadi, selain memberikan materi, bimbingan kepada Karel, juga dilakukan dengan mengerjakan soal-soal untuk level olimpiade.

“Ada praktik juga misalnya praktik menghitung harga keseimbangan pasar dan pajak. Saya minta Karel membawa bukti pembayaran PBB orang tuanya untuk menghitung bagaimana menemukan nilai riil pajaknya,” tuturnya.

Saat ditanya apakah sempat menemui kesulitan saat belajar untuk persiapan OSN Tingkat SMP 2014, Karel mengatakan bahwa dirinya tidak terlalu banyak kesulitan.

Menurut dia, materi yang ada di dalam buku-buku pelajaran pada dasarnya sama. Jadi, tidak semua bagian-bagian dalam sebuah buku harus dia baca. Dia hanya menambahkan dengan mencari materi di internet.

“Sempat ada kesulitan di geografi. Kalau ada kesulitan, biasanya saya garis bawahi untuk kemudian dibahas bersama Pak Djalil atau guru pembimbing lainnya,” tuturnya.

Dukungan Orang Tua Ditemui terpisah, mantan Kepala SMP 115 Jakarta Selatan, yang kini mengajar di SMP 20 Jakarta Timur, Pesta Maria Yance Sinaga mengatakan bahwa keberhasilan Karel meraih medali emas dalam OSN Tingkat SMP 2014 bukan hanya karena dukungan dari sekolah.

Menurut dia, banyak pihak yang terlibat dan saling mendukung satu sama lain, termasuk orang tua, sehingga Karel menang dalam OSN Tingkat SMP 2014.

“Kalau anak sudah memiliki minat, kemudian ada dukungan dari orang tua dan mendapat program yang bagus dari sekolah maka pasti anak itu akan berhasil,” tuturnya.

Menurut Pesta, dukungan dari orang tua tidak harus selalu berupa materi. Dukungan terpenting dari orang tua adalah motivasi kepada anak. Selain itu, orang tua juga harus bisa mengenal pribadi dan minat anak.

Bila orang tua dan sekolah sudah mengenal anak, mengetahui bakat dan potensinya, harus melakukan pembimbingan bersama-sama dan mencari kesempatan untuk menyalurkan bakat dan potensi anak.

Gali Potensi Diri Untuk anak-anak dan generasi muda, Djalil berpesan bahwa berprestasi seperti Karel bukanlah hal yang tidak mungkin. Setiap anak Indonesia harus bisa menggali potensi diri masing-masing.

Mungkin ada anak yang lemah di bidang tertentu, tetapi kuat di bidang lainnya. Oleh karena itu, anak harus bisa mengetahui potensi diri sendiri.

Tidak hanya mengembangkan kemampuan inteligensi, tetapi juga harus bisa mengembangkan kemampuan emosional dan spiritual guna meningkatkan kompetensi.

“Anak-anak juga harus berani untuk berkompetisi. Sekarang ini era kompetisi sehingga harus aktif. Belajar, belajar, dan aktif. Jangan takut untuk berkompetisi,” katanya.

Sementara itu, Pesta berpesan agar anak-anak Indonesia selalu berusaha melakukan segala sesuatu yang terbaik. Menurut dia, untuk bisa meraih cita-cita dan berprestasi, anak-anak harus pandai mengambil kesempatan emas yang ada.

Bagi yang tinggal di Jakarta, Pesta menilai akan lebih mudah karena banyak fasilitas pendukung yang tersedia. Cukup banyak sekolah yang bagus dan guru-guru yang berkompeten.

Ia juga mengingatkan agar anak-anak tahu kapan waktunya harus belajar dan lainnya. Menurut dia, masa-masa sekolah dari mulai SD hingga SMA adalah masa anak harus belajar.

“Anak itu sekolah, kemudian kuliah lanjut kerja dan nikah. Waktu sekolah itu mereka harus belajar. Jangan dibalik-balik. Saat waktu belajar jangan pacaran. Itu nanti akan ada waktunya,” katanya.

Pesta mengatakan bahwa bila anak-anak berlaku dan bertindak sesuai dengan waktu dan umurnya, kemudian sekolah memfasilitasi dan orang tua mendukung, mereka dapat menjadi anak-anak yang hebat dan membawa Indonesia ke masa depan yang cemerlang.

Oleh karena itu, Pesta sangat menekankan pentingnya dukungan dan peran serta orang tua dalam perkembangan anak. Dia menyadari tantangan terberat sebagai orang tua yang hidup pada zaman modern, apalagi yang tinggal di Jakarta, adalah tidak memiliki banyak waktu dengan anak-anak.

Orang tua seakan kehilangan waktu untuk mengawasi anak-anaknya. Namun, Pesta meyakinkan bahwa waktu yang berkualitaslah yang terpenting.

“Bukan hanya kuantitasnya yang diutamakan, melainkan juga kualitasnya. Kalau waktunya banyak, tidak berkualitas, percuma saja,” ujarnya.

Ia mencontohkan orang tua masih memiliki waktu 1–2 jam setelah pulang bekerja untuk berbicara dengan anak.

Waktu yang relatif sedikit itu bisa dimanfaatkan dengan mendengarkan cerita dari anak tentang aktivitasnya sehari penuh. Anak diminta menceritakan apa saja yang sudah dia lakukan, baik di sekolah maupun di lingkungannya.

“Dari awal bisa diajarkan kepada anak supaya mereka membuat rencana program seminggu ke depan. Pada malam hari, ketika orang tua bertemu anak, ditanyakan apakah programnya berjalan dengan baik atau tidak,” katanya.

Bila anak melakukan program sesuai dengan rencana, Pesta meminta orang tua untuk tidak segan-segan memberikan pujian. Menurut Pesta, pujian perlu diberikan kepada anak sebagai motivasi agar anak bisa terus berbuat baik.

“Namun, hukuman juga perlu diterapkan. Anak yang tidak terbiasa dengan hukuman akan menjadi anak yang manja dan tidak tangguh. Hukuman bisa berupa menunda memberikan sesuatu kepada anak,” paparnya.

Teknologi komunikasi yang sudah canggih juga bisa dimanfaatkan orang tua. Misalnya, dengan membuat grup media sosial atau pesan instan keluarga, melalui grup tersebut, seluruh keluarga bisa saling mengetahui kegiatan masing-masing.

Melalui grup itu pula orang tua bisa memantau kegiatan anaknya, termasuk memberikan nasihat, motivasi, atau pujian. Hal itu akan dibaca oleh anggota keluarga yang lain.

Ketika ibu memberikan pujian kepada anaknya melalui grup, ayahnya bisa ikut berperan dengan memberikan komentar atau apresiasi.

Pesta mengibaratkan mendidik anak bagaikan memelihara sebuah pohon. Layaknya sebuah pohon yang harus dirawat dan disiram, anak pun perlu dibimbing dengan baik.

“Anak juga harus diberi ‘pupuk’ supaya bisa tumbuh dengan baik. Jadi, orang tua memang harus cerewet karena tidak mungkin anak bisa langsung pintar. Jadi, cerewet itu perlu,” pungkasnya. AN-MB