penambang pasir

Negara (Metrobali.com)-

Aparat desa di wilayah Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana, Bali, menyerah menangani penambang pasir liar, karena hukuman yang dijatuhkan tidak membuat jera.

“Memang ada surat kesepakatan bersama, antara desa dinas, adat dan pihak kepolisian. Tapi tidak bisa berlaku efektif, karena penambangan liar hanya terjadi di satu banjar. Kami tidak bisa berbuat banyak,” kata Kepala Desa atau Perbekel Pekutatan, I Gede Silagunada, Kamis (5/2).

Menurutnya, penambangan liar atau pencurian pasir laut terjadi setiap hari, dan untuk menghentikannya, ia hanya bisa memberikan imbauan yang tidak dituruti oleh pelaku.

Pantauan di lapangan, pantai yang menjadi sasaran penambangan liar terletak di Banjar atau Dusun Dauh Pangkung, yang belakangan semakin terang-terangan dilakukan.

Beberapa warga yang khawatir dengan kerusakan lingkungan mengatakan, jika dulu saat larut malam pelaku baru turun ke pantai, saat ini mereka sudah berani melakukan aksinya saat sore hari.

“Mungkin karena tidak ada hukuman berat bagi mereka. Sanksi dari adat paling hanya denda, yang masih sanggup mereka bayar dari keuntungan penjualan pasir tersebut,” kata salah seorang warga yang minta namanya tidak disebutkan.

Ia mengungkapkan, pelaku mengeruk pasir dan mengangkutnya dengan gerobak yang ditarik sepeda motor, untuk selanjutnya ditimbun di rumah warga terdekat.

Untuk menarik warga agar diperbolehkan menimbun pasir laut di pekarangannya, pelaku memberikan sejenis uang sewa Rp60 ribu untuk setiap truk pasir yang diangkut.

Menurut warga, biaya sewa pekarangan tersebut sangat kecil dibandingkan dengan harga satu truk pasir laut yang bisa mencapai jutaan rupiah.

Karena terus digali oleh belasan pelaku penambangan liar, kawasan pantai tersebut kini dipenuhi lubang besar, serta gundukan pasir yang belum diangkut.

Warga khawatir, dalam jangka panjang penambangan liar ini akan merusak pantai, apalagi saat ini sudah mulai terlihat tonjolan karang, yang sebelumnya terkubur pasir.AN-MB