Deportasi WNA Belarusia: Kisah Overstay dan Perjuangan Medis di Bali
Badung (Metrobali.com) –
Seorang pria Warga Negara Asing (WNA) asal Belarusia berinisial AC (44) dideportasi oleh Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) ke negaranya lantaran overstay selama 54 hari. Rupanya WNA tersebut mengalami sakit hingga akhirnya pihak Rudenim terpaksa memulangkannya.
Kepala Rudenim Denpasar, Babay Baenullah menjelaskan, AC telah didetensi selama 27 hari. Adapun kronologi awal AC mengalami overstay kata Babay, dari cerita pria Belarusia tersebut bahwa yang bersangkutan pertama kali berkunjung ke Indonesia 9 tahun yang lalu.
“Ia ingin kembali mengulang memorinya di pulau Bali,” terang Babay, Kamis 12 Oktober 2023. Kemudian, imbuhnya yang bersangkutan melakukan kunjungan kembali pada 25 April 2023 lalu dengan menggunakan Visa On Arrival (VOA).
Yang bersangkutan, lanjutnya berencana untuk tinggal di Bali selama dua bulan lamanya, dengan memaksimalkan visa yang ia miliki. “Karena jatuh tempo izin tinggalnya adalah 23 Juni 2023,” imbuh Babay.
AC, katanya menghabiskan waktu dengan berselancar dan menikmati pulau Bali. Rencana yang telah ia susun rupanya berubah lantaran beberapa hari sebelum kepulangannya, ia mengalami sakit.
“Pada tanggal 20 Juni AC merasa pusing, lemah, serta mengalami sakit perut akut,” terang Babay.
Kian hari sakitnya kian bertambah parah sehingga membuat yang bersangkutan kesulitan beraktivitas. Pada tanggal 24 Juni, AC memutuskan untuk memeriksakan diri ke salah satu Rumah Sakit di Nusa Dua, dan disana ia harus menjalani rawat inap hingga tanggal 27 Juni. Pihak Rumah Sakit mendiagnosa ada permasalahan pada organ livernya.
Dari sejak mengalami permasalahan kesehatan tersebut, AC merasa tidak dapat meninggalkan Indonesia karena ia mengutamakan perawatan terhadap kondisi fisiknya. Dari persoalan tersebut, AC menyadari timbul permasalahan baru yakni dirinya tinggal melebihi izin yang diberikan, yang berakibat timbulnya biaya beban / denda overstay.
“Ia tidak mampu lagi menyelesaikan biaya beban tersebut karena persediaan uangnya sudah banyak dihabiskan untuk perawatan selama dia sakit,” jelasnya.
Pihak Kedutaan menyarankan AC untuk menceritakan kondisinya kepada pihak Imigrasi hingga akhirnya persoalan AC ditangani oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai.
Karenakan pendeportasian belum dapat dilakukan, maka Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai menyerahkan AC ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar untuk didetensi dan diupayakan pendeportasiannya lebih lanjut.
Babay Baenullah mengatakan AC didetensi selama 27 hari hingga siap administrasi dan akhirnya dideportasi melalui bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali pada 11 Oktober 2023 pukul 10.10 WITA.
Empat petugas Rudenim Denpasar mengawal dengan ketat sampai keduanya memasuki pesawat sebelum meninggalkan wilayah RI dengan tujuan akhir Belarus. AC yang telah dideportasi akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi.
“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan dan selain itu penangkalan seumur hidup juga dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” pungkas Babay.
AC telah melanggar Pasal 78 ayat (1) Jo. (2) b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian dalam ketentuan Pasal 78 ayat (1) jo. Ayat (2) b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian menyebutkan bahwa : “(1) Orang Asing pemegang Izin Tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam Wilayah Indonesia kurang dari 60 (enam puluh) hari dari batas waktu Izin Tinggal dikenai biaya beban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Orang Asing yang tidak membayar biaya beban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dan Penangkalan”. (Tri Prasetiyo)