Ilustrasi

Jakarta, (Metrobali.com)

Indonesia berhasil meraih posisi yang mengesankan sebagai ekonomi terbesar ke-8 di dunia berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan dengan paritas daya beli (PPP) pada tahun 2024. Data peringkat ekonomi negara tersebut diperoleh dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).

Menurut Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kecenderungan masa depan, Senin 27 Januari 20250, data tersebut diatas merupakan “jebakan” dari IMF yang menggunakan “mantra” Washington Consensus, yang menganggap kapitalisme pasar dengan demokrasi liberal akan menyelesaikan masalah.

“Tetapi nyatanya ekonomi AS sendiri “babak belur”, semenjak krisis keuangan menimpa AS tahun 2008 yang sampai sekarang tidak selesai,” kata I Gde Sudibya.

Dikatakan, kemenangan Trump pertama dan kedua, upaya untuk membuat Amerika Serikat “great again”. Upaya yang tidak mudah.

Menurutnya, lihat saja, AS keluar dari keanggotaan WHO, keluar dari kesepakatan Paris tahun 2015 Tentang Iklim, akan meningkatkan eksplorasi migas, melawan kesepakatan pengembangan EBT (Ekonomi Baru Terbarukan) yang telah menjadi kesepakatan global. Mengenakan tembok tarif dalam perdagangan luar negeri.

Gelising cerita, data makro jebakan IMF, faktanya: 100 orang terkaya Indonesia mempunyai nilai kekayaan di atas 100 juta dolar penduduk kelas menengah bawah.

“Menunggu waktu saja, terjadi ledakan revolusi sosial. Di tengah “magma” ledakan sosial ini, berdasarkan jurnalisme data Kompas, 168 juta penduduk, tidak cukup konsumsi giginya dalam kriteria 4 sehat 5 sempurna,” kata I Gde Sudibya.

Dikatakan, korupsi berlangsung dashyat di negeri ini, termasuk korupsi alat-alat kesehatan di masa pandemi, tahun 2020 – 2022, oleh elite kekuasaan yang mati rasa terhadap derita rakyat. Kalau terjadi revolusi sosial, dimana ekskutif IMF berada?

Menurutnya, tetap di kantornya IMF yang megah di Washington DC yang “dihidupi” pembayar pajak warga AS dan Eropa, yang sebagian hidupnya lagi susah.

Dikatakan, Dunia memang tidak adil, hukum Alam Semesta terus bekerja, cepat atau lambat akan memberikan hukuman terhadap mereka yang batil. Dalam geguritan berbahasa Bali, “phala karma natan simpang”, hukum karma phala selalu bekerja cermat.

“Bisa disimak di lingkungan sosial kita masing-masing. Rahajeng nyangra raina Ciwa Ratri. Melarapan antuk kepagehan ngelimbakang swadharma, dumugi pulih pemargi sane rahayu”,” kata Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kecenderungan masa depan.

Sebelumnya diberitakan, tercatat, hasilnya China menjadi negara diposisi pertama dengan capaian PBD senilai USD37,07 Triliun atau setara Rp 600 Kuadriliun (1 USD = Rp 16,188.2 ).

Kemudian posisi kedua, ada Amerika Serikat dengan capaian PDB sebesar USD29,17 triliun atau setara Rp472,2 Kuadriliun. Negeri paman Sam kali ini kalah dari Cina.

Untuk posisi ketiga, adalah India dengan capaian PDB sebesar USD16,02 triliun atau setara Rp259,3 kuadriliun.

Keempat, Russia capaian PDB-nya mencapai USD6,91 triliun atau setara Rp 111,8 kuadriliun.

Kelima, Jepang capaian PDB senilai USD6,57 triliun atau setara Rp 106,3 kuadriliun.

Keenam, Jerman capaian PDB-nya mencapai USD6,02triliun atau setara Rp 97,4 kuadriliun.

Ketujuh, Brazil capaian PDB-nya mencapai USD4,7 triliun atau setara Rp 76 kuadriliun.

Kedelapan, Indonesia capaian PDB-nya senilai USD4,66 triliun atau setara Rp 75,4 kuadriliun sama dengan Brazil.

Indonesia Kalahkan Pancis dan Inggris

Kesembilan, Prancis capaian PDB senilai USD4,36 triliun atau setara Rp 70,5 kuadriliun.

Kemudian di posisi kesepuluh, United Kingdom (UK) capaian PDB-nya mencapai USD4,28 triliun atau setara Rp 69,2 kuadriliun.

Posisi ini membawa Indonesia melewati negara-negara maju, seperti Prancis dan Inggris. Hal itu mencerminkan laju pertumbuhan yang signifikan di tengah berbagai tantangan global yang ada.

Jurnalis: Nyoman Sutiawan