Dampak Kekeringan, Petani Cengkeh Resah
Jembrana (Metrobali com)
Kemarau panjang membuat petani cengkeh di Kabupaten Jembrana resah. Pohon cengkeh yang sebelumnya berbunga (produktif) kini nampak mulai mulai layu dan mengering bahkan nyaris mati, kendati berada di dataran tinggi.
Di saat panen, harga cengkeh yang cukup lumayan juga memberikan peluang kerja bagi para buruh petik cengkeh. Namun dikala kemarau, para buruh pemetik cengkeh meradang.
Kade Ardika, salah seorang petani cengkeh mengatakan meskipun masih bisa bertahan, dengan kondisi kemarau panjang seperti sekarang ini akan berdampak pada siklus berbunga pohon cengkeh. Bahkan juga akan mati karena kekurangan air.
“Kami (petani cengkeh) hanya bisa berharap hujan segera turun. Kalau mengandalkan air dari sumber air, hujan dan sungai susah karena sekarang airnya sudah menyusut” terangnya.
Sementara itu Kepala Bidang Perkebunan pada Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Komang Ariada mengatakan meskipun bukan komoditi tanaman unggulan namun pohon cengkeh banyak ditanam di Jembrana.
Petani yang menanam lanjutnya, para petani Subak Abian yang berada di dataran tinggi seperti di Asah Duren di Kecamatan Pekutatan, Desa Penyaringan di Kecamatan Mendoyo dan di Pancaseming, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana.
Menurutnya, dari hasil rapat koordinasi terkait kekeringan ini, diperkirakan kondisi intensitas hujan yang kecil ini akan berlangsung hingga 2022 nanti. Dan Jembrana masuk salah satu zona merah di Bali selain Buleleng.
Dengan kondisi seperti sekarang ini petani cengkeh dihimbau untuk bisa merawat tanaman cengkeh dengan cara mencari sumber air terdekat.
“Kalau memang sudah mati dan kering sampai ke akarnya, nemang tidak bisa diselamatkan dan harus diganti” ujarnya.
Tahun 2020 sambungnya, memang ada bantuan bibit Cengkeh namun sedikit. Kalau pun ditanam lebih baik melihat kondisi alam karena dengan kondisi seperti ini juga sulit untuk bisa hidup. (Komang Tole)