Denpasar (Metrobali.com)-

Kalangan generasi muda (pelajar) kini telah mengalami krisis karakter bangsa. Upaya pencetakan karakter bangsa melalui dunia pendidikan dianggap belum cukup. Karena itulah, tumbuh kesadaran masyarakat untuk mendirikan pasraman. Sebagai langkah konkret dalam meningkatkan pembentukan karakter bangsa. Mengingat pendidikan dalam pasraman lebih menekankan pada proses menyeimbangkan antara kesadaran srada dan rohani. Guna menjaga tradisi dan budaya terutama di bidang spiritual yang berbasis ajaran Hindu.

Sebut saja, Pasraman Canti Wana Legian, Kuta Badung, misalnya, yang telah didirikan sejak 1996 lalu oleh para prajuru desa Adat Legian, di antaranya I Wayan Sekur, Nengah Darmaja, Pak Kedy, serta I Wayan Widana yang kini menjabat sebagai Ketua Pasraman.

Kegiatan dalam pasraman ini meliputi pelatihan para pemangku, juru banten, belajar menari, menabuh gender, meditasi, pameran aneka tanaman bermanfaat terutama untuk bahan banten atau upacara, dan lainnya. Bahkan, kini secara khusus mengadakan festival seni budaya. Kegiatan festival ini dibuka oleh Kadisbud Bali, I Ketut Suastika, Kamis (25/10) malam.

Bendesa Adat Legian, IGN Sudiarsa, mengatakan pembangunan di Legian selalu seimbang, selaras, dan berkeseinambungan. Baginya, pasraman sebagai bagian dari upaya olah kesehatan rohani. Menyiapkan Pura bukan tempat bisnis, melainkan berfungsi tempat memuja, pendidikan keagamaan dan pelestarian budaya. “Terlebih lagi, menjalin hubungan antarwarga, atau menyama braya,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Disbud Bali, Ketut Suastika menyambut baik adanya pasraman dengan beragam kegiatan seni budayanya sebagai media edukasi publik terutama terkait pembentukan karakter bangsa. “Mengingat, pasraman sebagai wadah menanam budi pakerti, sebagai benteng utama di tengah desakan budaya global,” ungkanya.(ija)