Gubernur Bali Wayan Koster dinilai gagal dalam mengawal pertumbuhan ekonomi Bali pasca pandemi Covid-19 karena pertumbuhan ekonomi Bali masih yang terendah di Indonesia.

Dalam pidato empat tanun kepemimpinannya, Gubernur Koster menyatakan keberhasilannya di bidang ekonomi dengan indikator pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan II sebesar 3,04 persen dan target mencapai 4 persen di akhir tahun 2022.

Namun, pencapaian itu dinilai belum cukup karena pertumbuhan ekonomi Bali masih terendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.

“Gubernur Koster sebetulnya gagal mengawal sektor ekonomi Bali di pasca pandemi. Sebenarnya pertumbuhan ekonomi Bali pada tahun 2022 ini masih yang terendah di Indonesia. Dalam empat tahun ini Ia telah gagal menyelamatkan ekonomi Bali,” kata Tokoh Muda Bali Dr. Gede Suardana yang juga Waketum DPP Persadha Nusantara dalam catatan kritisnya soal empat tahun kepemimpinan Gubernur Koster.

Suardana mengatakan capaian kebijakan ekonomi Bali masih sangat rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia dan dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.

Suardana menyayangkan bahwa dalam pidato empat tahun kepemimpinannya, Gubernur Koster tidak terbuka dan komperehensif menyampaikan capaian pertumbuhan ekonomi Bali. Klaim keberhasilan namun dalam pidatonya tidak menyampaikan capaian pertumbuhan perekonomian Bali dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia kepada masyarakat Bali.

Berdasarkan data BPS bahwa pandemi Covid-19 berdampak pada pertumbuhan ekonomi Bali sebesar -9,31% pada tahun 2020 dan sebesar -2,47% tahun 2021.

Pada triwulan I tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Bali sebesar 1,46%. Angka ini terendah ketiga bersama Sumatera Barat dan Papua Barat. Pertumbuhan ekonomi Bali lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di Maluku sebesar 29,63%, Sulawesi Tengah (10,49%), NTB (7,76%), dan Jakarta (4,63%). Pertumbuhan ekonomi Bali juga jauh di bawah rata-rata nasional sebesar 5,01%.

Pada triwulan II, pertumbuhan ekonomi Bali sebesar 3,04 persen yang masih di bawah rata-rata nasional 5,44%. Bali masih lebih rendah dari Jawa (5,66%), Maluku (13,01%), Sumatera (4,95%), Sulawesi (6,47%).

Bali pun mengalami inflasi hingga Agustus 2022 sebesar 6,38% yang lebih tinggi dari inflasi nasional.

“Gubernur Koster hanya menyampaikan pertumbuhan ekonomi Bali tanpa berani membandingkan dengan dengan daerah lain. Jika dibandingkan dengan daerah lain, tentu pertumbuhn ekonomi Bali masih sangat rendah. Ini artinya, ia gagal menjaga sektor ekonomi pasca pandemi,” kata Suardana.

Koster Tidak Fokus Bangun Ekonomi

Suardana mengritik bahwa rendahnya angka pertumbuhan ekonomi Bali karena kepemimpinan Gubernur Koster tidak fokus pada pemulihan ekonomi Bali di masa dan pasca pandemi Covid-19. Gubernur tampak lebih sibuk mengurus megaproyek infrastruktur daripada mengurus pemulihan ekonomi Bali yang sangat terpuruk.

“Sepertinya lebih banyak terlihat melakukan groundbreaking infrastruktur daripada berjuang untuk pemulihan ekonomi,” ujarnya.

Dengan kondisi ekonomi yang terpuruk, semestinya kebijakan anggaran pada empat tahun kepemipinan terutama pada masa dan pasca pandemi difokuskan pada pemulihan ekonomi.

“Dana PEN dan APBD Bali semestinya fokus digunakan untuk stimulus pemulihan ekonomi untuk menolong dapur dan isi perut rakyat di tingkat rumah tangga, jaminan sosial, insentif bagi usaha, dukungan untuk UMKM, hingga industri pariwisata. Bukan sebaliknya justru bangga berhasil menggunakan dana PEN dan APBD Bali untuk pembangunan infrastruktur pada saat masyarakat Bali mengalami persoalan sulit ekonomi akibat pandemi. Seolah-olah kebijakannya tidak ada rasa empati terhadap kesulitan ekonomi rakyat Bali,” kata Suardana yang asal Buleleng ini. (RED-MB)