Catatan Kritis 4 Tahun Kepemimpinan Gubernur Koster (1) : Mercusuar Infrastruktur Wariskan Hutang dan Ancam Kerusakan Lingkungan
Empat tahun kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster selain diapresiasi juga mendapatkan catatan kritis dari publik. Catatan kritis terhadap gaya kepemimpinan, kebijakan pembangunan infrastruktur, lambatnya pertumbuhan ekonomi, penanganan pandemi Covid-19, adat dan budaya Bali.
Kritisi terhadap kepemimpinan selama empat tahun Gubernur Bali Wayan Koster disampaikan oleh tokoh muda Bali Dr. Gede Suardana yang juga Waketum DPP Persadha Nusantara.
Pada aspek kebijakan pembangunan infrastruktur, megaproyek mercusuar di Bali yang menelan biaya puluhan triliun berpotensi menimbulkan persoalan baru di masa mendatang.
“Pembangunan infrastruktur yang mulai dibangun dalam kurun waktu empat tahun kepemimpinan Gubernur Koster berpotensi meninggalkan warisan hutang serta merusak lingkungan dan alam Bali,” kata Suardana.
Suardana menyayangkan pembangunan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) yang menelan dana Rp 2,5 triliun merupakan dana pinjaman PEN (pemulihan ekonomi nasional), sebuah anggaran pusat untuk pemulihan ekonomi pada masa pandemi Covid-19.
APBD Bali akan dibebani pembayaran hutang sebesar Rp 312 miliar per tahun atau sekitar Rp 26 miliar per bulan selama delapan tahun.
“Pinjaman itu adalah hutang yang harus dicicil dari uang rakyat karena diambilkan dari APBD Bali. Pengembalian dana pinjaman itu akan menguras APBD dalam beberapa tahun ke depan mulai 2013. Pembangunan infrastruktur ini akan menjadi warisan beban hutang bagi generasi muda mendatang,” kata Suardana.
Dana APBD yang semestinya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat Bali akan digunakan untuk membayar hutang pembangunanan PKB. “Pembangunan sumber daya manusia Bali akan terlupakan karena digunakan untuk membayar hutang infrastruktur,” kata Suardana.
Pembangunan infrastruktur PKB, menurut Suardana juga dikhawatirkan berpotensi merusak lingkungan alam dan spiritual Bali.
Pembangunan PKB di lahan seluas 334 hektar di kawasan Gunaksa merupakan bekas galian dan aliran lahar yang tidak layak digunakan. Proses pembangunannya pun diwarnai dengan isu kerusakan lingkungan akibat aktivitas pengerukan perbukitan di sekitar kawasan.
Bukit di kawasan Kecamatan Dawan dikeruk untuk kebutuhan lahan PKB belum memiliki ijin akan mengancam keberadaan warisan pura suci dan sakral yang ada di kawasan perbukitan tersebut.
Selanjutnya, Suardana juga menyorot soal megaproyek pembanguan tol Jembrana-Mengwi yang baru saja dilakukan groundbreaking oleh Gubernur Koster. Pembangunan tol berpotensi menghilangkan lahan sawah yang produktif ratusan hektar di kawasan Jembrana, Tabanan, dan Badung. Misalnya, mencapai 120 hektar lahan sawah produktif di kawasan Jembrana.
“Proyek jalan tol Gilimanuk – Mengwi ini akan berpotensi akan membabat hutan lindung, menabrak lahan pertanian yang produktif, negosiasi ganti rugi belum dimulai, persoalan bagi penduduk yang dipindahkan dan segudang masalah lainnya,” katanya.
Dengan berbagai ancaman persoalan tersebut, dalam sisa satu tahun kepemimpinanya, Gubernur Koster disarankan untuk menunda beberapa megaproyek infrastruktur kemudian kembali fokus pada pemulihan sektor ekonomi.
“Jangan sampai lima tahun kepemimpinannya akan dikenang sebagai pemimpin yang kebijakan membangun infrastruktur menyebabkan terjadi kerusakan alam dan mewariskan hutang. Khawatirnya Bali era baru nanti adalah Bali yang alamnya rusak, kesucian pura hilang kemudian rakyatnya diminta bayar hutang,” sarannya. (RED-MB)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.