Oleh : I Gde Sudibya

Denpasar, (Metrobali.com)

Ekonomi Bali tumbuh negatif 9.31 persen tahun 2020, masa paceklik pariwisata terjadi, bersamaan dengan risiko pandemi yang terus menaik.

Kemerosotan ekonomi sulit dihindari, sehingga orang Bali perlu mengembangkan ekonomi dan perekonomian, yang oleh Mahatma Gandhi disebut: Self Controlled Economy, Ekonomi Pengendalian Diri. Ekonomi tidak untuk melipat-gandakan keinginan, apalagi keserakahan ( greedy economy ).

Ekonomi yang mempersyaratkan para pelakunya: Self Control ( Mampu Mengendalikan diri ), Self Help ( Mandiri ) dan Self Sufficiency (Berswasembada ).

Catatan dari Media Indonesia yang cendrung bias pro pemerintah. Ulasan optimis, data yang ditafsirkan sangat optimis, seakan-akan kita baik-baik saja dan “badai pasti berlalu “.

Faktanya, jumlah kasus sudah melewati angka psikologis 1 juta orang terkonfirmasi, sekitar 2 minggu lalu jumlah angka kematian secara nasional tertinggi di Asia. Angka rasio positif ( possitivity rate ) berdasarkan data terakhir pada pusaran 30 persen, jauh lebih tinggi dari standar WHO yang hanya 5 persen.

Kebijakan PSBB diganti istilahnya dengan PPKM, menimbulkan impresi pada publik dilakukan pelonggaran kebijakan 3 M, pada saat kasus pandemi harian terus menaik, bahkan menuju puncak ( berdasarkan pemodelan yang dibuat FKM UI yang didukung Bappenas ).

Sedangkan Presiden sendiri mengakui, kebijakan PPKM tidak efektif menekan penularan virus. Apa pilihan kebijakan Pemerintah Pusat, yang merupakan bauran kebijakan 3 M dan 3 T yang kemudian efektif, baca semua Pemda mengkutinya ( meniru efektifitas pemerintahan di era Orde Baru ) sudah tentu ditunggu rakyat.

Untuk mengakhiri kesan kebijakan pusat kurang terkoordinasi, sedangkan Pemda cendrung memilih jalan masing-masing. Kebijakan tegas terpusat, dengan jalur komando ( line of command ) di masa puncak pandemi, tekanan kontraksi ekonomi dan kasus riil terkonfirmasi di masyarakat menurut pemodelan para epidemiolog di LSM Kawal Covid-19 jauh lebih tinggi dari jumlah kasus resmi yang dipublikasikan.

Masih segar dalam ingatan para pengamat, prediksi kasus di awal bulan April 2020 oleh FKM UI dan juga tim akhli Satgas Nasional Penanggulan Pandemi dengan angka 95 ribu kasus terkonfirmasi  di batas bawah dan 180 ribu kasus di  batas atas, dengan perkiraan masa puncak pandemi bulan Juni – Agustus 2020. Faktanya sekarang kasusnya lebih dari 5 kali lipat, berbasis prediksi awal dengan angka batas atas 180 ribu kasus.

Berdasarkan uraian singkat di atas pemerintah belum berhasil,  kalau tidak mau dikatakan gagal dalam penanggulan. Untuk penegakan prinsip transparansi, persyaratan dari pelaksanaan sistem demokrasi konstitusional, sudah semestinya pemerintah mau mengakuinya, dan melakukan koreksi kebijakan: lebih fokus dalam penanganan, ketegasan jalur komando ke daerah-daerah,mendisain kebijakan fiscal dan moneter yang lebih cerdas untuk penyelamatan kehidupan rakyat terutama rakyat yang secara ekonomi sangat lemah, dan membantu kalangan pengusaha dari risiko kebangkrutan massif.

Penulis : Pengamat Sosial dan Politik tinggal di Denpasar.