Putu Wirata Dwikora 1

Denpasar (Metrobali.com)-

            LSM anti korupsi BCW (Bali Corruption Watch) memberikan apresiasi dan catatan positif terhadap kinerja Kejaksaan Tinggi dan jajarannya, walaupun nuansa ”tebang pilih” dalam penanganan kasus tertentu dari figur-figur yang diduga punya kekuatan dan jaringan politik masih terasa.

            Diantara kasus yang ditangani Kejaksaan dan cukup menarik perhatian publik adalah, terungkapnya kasus korupsi mantan Bupati Klungkung, Wayan Candra dan belasan tersangka dalam kasus pengadaan tanah pembangunan dermaga Gunaksa, kasus korupsi upah pungut bekas Bupati Buleleng Putu Bagiada yang telah dihukum penjara oleh Pengadilan Tipikor, kasus korupsi parkir di bandara Ngurah Rai yang telah menyeret sejumlah tersangka dan dijatuhi hukuman pidana yang cukup berat seperti terpidana Chris Wisnu Sridana

Selanin itu, penanganan kasus korupsi pengadaan pipa air minum Telagawaja Karangasem yang merupakan limpahan dari POLDA Bali, sampai kasus-kasus yang terungkap dan ditangani cukup serius, diantaranya dugaan korupsi pengadaan tanah pembangunan UNDIKSA Singaraja, dugaan pungutan liar dan pemerasan CPNS di Kabupaten Tabanan, korupsi pengadaan barang dan jasa di IHDN Denpasar yang bahkan telah menjatuhkan hukuman kepada mantan Rektor IHDN Prof. Made Titib serta Supraptini dkk, korupsi di PDAM Gianyar yang sejumlah pelakunya sudah divonis bersalah, dugaan korupsi pengadaan tanah PDAM Karangasem yang bahkan sudah merekomendasikan Dirut PDAM Karangasem Gde T. Baktiyasa, SH sebagai calon tersangka, dugaan korupsi PD Parkir di Kota Denpasar, dan lain-lain.

            Ketua BCW, Putu Wirata Dwikora menegaskan, prestasi-prestasi tersebut patut diapresiasi sebagai progres yang cukup signifikan. Ditinjau dari kuantitas maupun kualitas kasus yang berhasil diungkap dan Kejaksaan  ”berani” mengungkapnya, merupakan peringatan bagi siapapun yang berpotensi untuk melakukan tindak pidana korupsi, bahwa tidak ada yang bisa kebal hukum di republik ini, termasuk di Bali. Imbuh Putu Wirata, sudah 19 Gubernur dan bekas Gubernur dan 325 bupati dan walikota se-Indonesia terseret kasus korupsi dalam beberapa tahun belakangan, yang diantaranya merupakan kontribusi jajaran Kejaksaan, selain Kepolisian dan KPK. Di Bali, sejumlah bekas bupati sudah dijatuhi hukuman karena terbukti korupsi, dan penegakan hukum yang menyeret para petinggi daerah itu merupakan hasil reformasi.

            ”Setelah lima belas tahun lebih berpartisipasi dan mengamati progres penegakan hukum khususnya penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia, salah satu hambatan besar dari pengungkapan kasus-kasus korupsi yang tetap semarak di Indonesia adalah, belum solidnya para politisi yang berada di partai politik untuk melakukan pembenahan negeri ini melalui pemberantasan dan pencegahan korupsi. Para politisi masih terbelah antara mereka yang pro dan terlibat korupsi secara sistemik dengan politisi yang melawan dan mencegah korupsi. Ini memang proses yang harus terus diperbaiki. Ke depan, masyarakat mesti aktif membantu penegak hukum termasuk Kejaksaan dalam penanganan korupsi, melalui pembenahan di partai politik, dengan mendorong agar tokoh-tokoh yang pro pemberantasan dan pencegahan korupsi, mesti masuk dan berjuang dalam partai politik. Sebab, partai politik merupakan instrumen untuk melakukan perubahan,” ujar Putu Wirata.

            Walau memberikan apresiasi atas progres penanganan kasus-kasus korupsi di Bali, BCW masih mencatat adanya nuansa ”tebang pilih” karena kasus-kasus yang melibatkan oknum pejabat yang punya latar belakang serta jaringan politik  yang kuat, ada kecenderungan untuk macet dan berlarut-larut.  Yang jadi sorotan BCW adalah, dugaan sejumlah kasus korupsi di Kabupaten Badung yang menyisakan segudang tanda tanya besar di masyarakat. Misalnya, tindak lanjut pengusutan dana Tirtayatra yang dananya dikucurkan Pemkab ke organisasi ilegal yang mengaku-ngaku sebagai PHDI Kabupaten Badung, pengusutan pengadaan gedung di kompleks Pemkab Badung dimana satu unit gedung tidak terbangun sementara anggarannya sudah sesuai dengan perencanaan, dan dugaan kasus gratifikasi yang melibatkan pejabat penting di daerah.

            ”Kalau melihat progres yang ada, masyarakat tidak boleh berkecil hati. Kami tidak berkecil hati, walaupun tidaklah puas terhadap capaian kerja penegak hukum di jajaran Kejaksaan di era Reformasi sampai saat ini. Kita menyadari, hambatan tidak hanya datang dari rumitnya pengusutan kasus korupsi yang pelakunya sangat lihai, tetapi ada hambatan dari aspek politik yang sesungguhnya masih ada, karena kemampuan kekuatan-kekuatan politik untuk melakukan intervensi tidaklah bisa diabaikan begitusaja,” kata Putu Wirata.

            BCW seperti halnya masyarakat umum sangat tidak puas terhadap lambannya progres pencegahan dan penindakan korupsi, dan yang merasakan dampak dari kelambatan ini adalah masyarakat. Suasana koruptif yang berdampak terhadap masarakat dirasakan ada di sektor pendidikan, sektor perijinan, dan berbagai pelayanan publik lainnya. RED-MB