Catatan Gde Sumarjaya Linggih “Demer” untuk Kepemimpinan Gubernur Koster Jelang Lengser: Pemerataan Pembangunan Belum Terwujud, Ajeg Bali dan Orang Bali Terancam Punah!
Foto: Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali Gde Sumarjaya Linggih yang akrab disapa Demer.
Denpasar (Metrobali.com)-
Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali Gde Sumarjaya Linggih yang akrab disapa Demer memberikan pandangannya mengenai kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster di periode pertama yang akan berakhir 5 September 2023 ini. Demer menilai sudah ada banyak capaian keberhasilan namun juga sejumlah catatan dan persoalan yang belum terselesaikan, khususnya juga berkaitan dengan pemerataan pembangunan seperti dikotomi ketimpangan Bali Utara dan Bali Selatan.
Demer mengungkapkan bahwa ada prestasi di periode pertama kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster, yakni berhasil menelurkan undang-undang Provinsi Bali, yang selama ini sangat didambakan oleh masyarakat Bali. Namun Demer juga memberikan catatan khusus terhadap kepemimpinan Wayan Koster, terutama dalam hal pembangunan yang dinilai masih timpang karena berkutat di Bali Selatan.
“Namun ada beberapa catatan saya, Pak Koster ini, yaitu membangunnya masih di selatan. Harapan dari pemilih yang tadinya lebih banyak adalah dari Utara itu belum terwujud. Kenapa demikian? Karena projek-projek yang mercusuar banyaknya di daerah selatan, yang mengundang banyak investasi, yang mengundang banyak perputaran ekonomi, yang mengundang pertumbuhan ekonomi, dimana dalam pertumbuhan itu tentu ada kesempatan kerja yang lebih besar,” beber Anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali itu belum lama ini.
Demer kemudian mencontohkan pembangunan Pusat Kesenian Bali (PKB) di eks lahan galian C di Gunaksa di Klungkung yang dianggap masih di selatan, kemudian rencana tol Gilimanuk-Denpasar. Demer mengungkapkan bahwa rencana awal pembangunan tol tersebut adalah Gilimanuk-Seririt, Seririt-Tabanan dan kemudian Denpasar yang sebenarnya daerah selatan seperti Badung yang lebih banyak mendapatkan manfaatnya.
“Harusnya dari dulu saya dengar itu malah saya sempat baca, itu arahnya justru Gilimanuk-Seririt, Seririt-Tabanan, baru Denpasar. Ini akan mengurai sebenarnya pertumbuhan dimana Bali Barat akan tumbuh, kemudian juga pemerataan pertumbuhan itu terjadi. Ini PR yang belum diselesaikan. Masih membangun di daerah selatan,” ungkapnya.
Wakil rakyat yang sudah empat periode mengabdi di DPR RI memperjuangkan kepentingan Bali ini juga khawatir jika tidak terjadi pemerataan pembangunan di Bali, maka akan berdampak buruk terhadap keajegan adat dan istiadat di Bali, karena banyak warga di daerah hijrah ke Denpasar atau bahkan melakukan transmigrasi untuk mencari pekerjaan, sehingga adat dan istiadat mereka terancam bahkan orang Bali sendiri bisa terancam punah.
“Problem di masalah adat dan istiadat di Bali akan ditinggalkan karena lebih banyak numplek di selatan, yang utara akan kosong, tentu adat dan istiadat akan hilang di utara karena komunitas kita tidak ada yang menjaga istiadatnya, komunitasnya hilang, banyak merantau, baik merantau ke selatan maupun merantau transmigrasi. Ini yang menjadi catatan saya,” tegas Demer.
Menurut Demer, pembangunan Bali saat ini yang lebih condong di selatan hanya bermanfaat bagi mereka yang memiliki tanah atau properti besar. Bahkan terkesan hanya melahirkan konglomerat-konglomerat baru di selatan. Sedangkan rakyat kecil tidak mampu mengikuti pertumbuhan tersebut.
“Kasian mereka yang akhirnya meninggalkan wilayahnya, terutama Denpasar dan Badung yang buruh serabutan akhirnya meninggalkan tempat, menjual tanahnya yang harganya satu miliar per are, pindah ke Tabanan mencari yang harga 100 juta per are, ke Gianyar mencari yang 100 juta per are,” beber wakil rakyat berlatar belakang pengusaha sukses dan mantan Ketua Umum Kadin Bali itu.
Demer juga menilai ketimpangan tersebut kemudian akan berdampak terhadap eksistensi adat dan istiadat karena banyaknya warga yang memilih hijrah ke daerah lain. Jangan sampai nasib Bali sama seperti Betawi di Jakarta. “Terus siapa yang menjaga adat ini? Kita tidak mau Bali ini menjadi Jakarta ke dua, orang Betawi nya hilang. Oleh karena itu pertumbuhan harus disebar, di Utara juga begitu. Kita mau di utara juga maju sehingga kesempatan kerja juga banyak. Karena kesempatan kerja banyak, tentu mereka tidak akan meninggalkan komunitasnya. Mereka tidak akan ke Denpasar. Mereka tidak akan transmigrasi. Komunitas itu terjaga dan tentu adat dan istiadat tetap terjaga. Itu harapan saya,” urai Demer lebih lanjut.
Sekali lagi Demer berharap kedepan Bali lebih dipikirkan secara makro oleh pemimpin-pemimpin berikutnya. Karena menurut Dener, hakekat daripada pemimpin itu bagaimana dia berpikir secara makro utamanya untuk mensejahterakan masyarakat. Demer juga mendorong pengembangan pariwisata lebih baik lagi karena merupakan sumber utama untuk kesejahteraan di Bali. Jadi manfaatnya harus sebesar-besarnya untuk orang Bali.
“Jangan juga menolak pariwisata, karena tanpa pariwisata kita sama saja dengan NTB, sama juga dengan NTT. Kita tidak punya sources yang lain. Sumber daya kita hanya ada di adat dan istiadat, cara hidup orang Bali yang menyebabkan akhirnya kita mempunyai pariwisata yang baik. Jadi ini harus balance. Manfaat untuk orang Bali, pariwisata nya bertambah. Itu harapan saya,” urai Demer.
Karena itu Demer berharap Penjabat (Pj) Gubernur Bali nantinya yang akan menggantikan kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster di periode pertama yang akan berakhir 5 September 2023 ini bisa belajar dari konsep pembangunan Presiden Jokowi yang lebih mengutamakan pemerataan pembangunan.
“Pak Jokowi pada masa jabatan beliau membangun tol Sumatera, kemudian beliau memindahkan ibukota ke IKN, kemudian beliau membangun Papua, ini tujuannya adalah untuk pemerataan sehingga arus urbanisasi bisa ditekan, kemudian di daerah-daerah yang namanya Indonesia Timur maupun Indonesia Barat yang di daerah Sumateranya itu mendapat kesempatan kerja akibat daripada lancarnya infrastruktur.”
Demer menambahkan Presiden Jokowi benar-benar merupakan seorang pemimpin yang visioner. Jokowi bahkan membangun tol laut dengan tujuan untuk memperlancar infrastruktur. Oleh sebab itu Demer berharap siapapun Gubernur Bali nantinya, konsep pembangunannya harus pemerataan.
“Saya berharap di masa yang akan datang, siapapun Gubernur nya, apakah nanti bisa Pak Koster lagi atau yang lain, saya berharap pemerataan ini terjadi di Bali,” pungkas politisi Golkar asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng ini. (wid)