subak_widnyana

Denpasar (Metrobali.com)-

Dua caleg perempuan Partai Gerindra Provinsi Bali Ni Putu Widiani dan Ketut Darmini berjanji akan memperjuangkan sistem irigasi tradisional (subak) untuk menjaga kelangsungan produktivitas sawah padi yang kini terus menyusut.

“Hamparan sawah-sawah kami di Klungkung terus berkurang dialihfungsikan menjadi lahan perumahan, hingga banyak memotong saluran irigasi pengairan sawah,” ujar Widiani, caleg Gerindra Provinsi Bali dari Dapil Klungkung di Denpasar, Rabu (26/3).

Ia mengatakan selain hamparan sawah menyempit, stok air juga menyusut karena hutan di hulu pada gundul dan masalah lainnya kurangnya modal petani berupa traktor, pupuk, bibit berkualitas dan lainnya.

Ni Ketut Darmini dari Dapil Bangli menyatakan jika terpilih menjadi anggota DPRD dirinya fokus memperjuangkan bidang pertanian, terutama subak yang selama ini cukup berjasa dalam menjaga stok beras.

“Seperti di Klungkung, di Bangli keadaan alihfungsi lahan sawah menjadi perumahan bahkan cukup tinggi, memotong banyak saluran irigasi sehingga banyak lahan sawah tidak bisa digarap karena di hulunya saluran irigasi dipotong perumahan,” ujar Darmini, perempuan beranak dua kelahiran 1971 tersebut.

Perempuan yang menamatkan studi di sastra Inggris tersebut mengaku tertarik bidang pertanian bukan karena pendidikan, tetapi karena kegiatan sosial sebagai kader Himpunan Kerukunan Usaha Tani (HKTI) Bangli.

Jika berhasil terpilih menjadi anggota DPRD, kata perempuan yang memiliki falsafah hidup “harus mampu menolong diri sendiri” ini, semua pengabdian difokuskan untuk menyelamatkan subak dan menanam bambu untuk menyerap air agar irigasi subak tetap berfungsi.

“Motivasi saya terjun ke politik untuk menyelamatkan saluran irigasi subak sebagai pelindung air Bali sekaligus mengatasi alih fungsi lahan sawah menjadi kawasan perumahan yang terus terjadi sekarang ini,” ujarnya.

“Alihfungsi ini sama saja menjadikan lahan sawah yang basah menjadi lahan kering, seharusnya mereka membuat perumahan di lahan kering,” ujarnya.

Ia menjelaskan subak sekarang menampung air tadah hujan, karena hutan di hulu sebagai penangkap resapan air sudah rusak. Kalau terjadi hujan sehari bisa cepat banjir namun juga cepat kering.

“Masalah regulasi subak sudah bagus namun dalam pelaksanaan bersifat kanibal saling memakan. Perda subak sudah ada tetapi bersifat parsial sehingga tumpang tindih dengan yang lain,” ujar Darmini. AN-MB