Kwee Cahyadi Kumala 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Mantan Presiden Direktur PT Sentul City Tbk dan mantan Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri (BJA) Kwee Cahyadi mengaku sedang dalam keadaan kalut sehingga mau ditawari untuk mendapat putusan anak buahnya, Yohan Yap.

“Saya ke rumah dalam keadaan kalut, lalu saya kenal ada orang yang bisa mendapatkan banyak hal (termasuk putusan). Saya tidak tahu dari mana tapi saya temukan di meja saya,” ungkap Cahyadi.

Dalam dakwaan, jaksa KPK mengungkapkan bahwa Cahyadi memiliki salinan putusan pengadilan Tipikor pada Pnegadilan Negeri Bandung atas nama Yohan Yap tanggal 24 September 2014 tanpa tanda tangan majelis hakim dan tanpa stempel pengadilan.

“Sebenarnya saya bisa menunggu seminggu lagi, tapi diberikan sebelumnya. Tidak ada dalam niat saya, tidak enak saya menolak tapi ternyata sudah ada di meja saya,” tambah Cahyadi.

“Tapi itu kan putusan tidak resmi, tidak ada stempel dan tanda tangan, tujuannya apa?” tanya ketua majelis hakim Sutiyo Jumagi.

“Bagi saya untuk mengetahui apakah hasil sidang,” ungkap Cahyadi.

“Apa karena saudara sudah merasa separuh terdakwa?” tanya hakim Sutiyo.

“Benar yang mulia,” jawab Cahyadi.

“Kenapa tidak minta yang resmi saja?” tanya hakim Sutiyo.

“Saya terima saja yang mulia resmi atau tidak, yang penting isinya,” jawa Cahyadi.

Cahyadi menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pemberian suap Rp5 miliar kepada Bupati Bogor saat itu Rachmat Yasin untuk menerbitkan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan atas nama PT BJA dan sengaja mempengaruhi saksi sehingga dinilai merintangi penyidikan atas nama Yohan Yap.

Dalam perkara ini, Cahyadi didakwa pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Pasal itu mengatur mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengankewajibannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan denda Rp50-250 juta.

Selanjutnya Cahyadi didakwa pasal 21 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberatnasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 201 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ungkap jaksa Surya Nelli.

Pasal tersebut mengatur tentang setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara Langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi sehingga terancam pidana 3-12 tahun penjara dan denda Rp150-600 juta. AN-MB