Bupati Badung Nyoman Giri Prasta menghadiri Karya Panileman Mepandes Mepetik dan Nigang Sasihin di Puri Gede Pupuan Desa Mengwitani Kecamatan Mengwi, Senin (6/9).

Mangupura, (Metrobali.com)

Bertepatan dengan rahina Tilem Sasih Ketiga, Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta menghadiri Karya Penileman Mepandes Mepetik dan Nigang Sasihin di Puri Gede Pupuan Desa Mengwitani Kecamatan Mengwi, Senin (6/9). Dalam acara yang turut dihadiri oleh Anggota DPRD Provinsi Bali, Bagus Alit Sucipta, Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar Made Muliawan Arya dan tokoh masyarakat di Kecamatan Kuta Selatan Wayan Muntra tersebut, Bupati Giri Prasta mepunia secara pribadi sebesar Rp. 15 juta.

Dihadapan para penglisir dan pasemeton Puri Gede Pupuan, Bupati Giri Prasta menyampaikan komitmennya untuk senantiasa melaksanakan program pelestarian adat seni dan budaya yang selama ini melandasi kehidupan masyarakat Badung. “Mengapa selama ini kami begitu getol dalam melaksanakan pembangunan sampai tingkat Banjar, hal ini dikarenakan sebagai guru Wisesa kami akan mendapatkan keuntungan dalam mempertahankan estetika adat seni dan budaya yang menjiwai kehidupan masyarakat Badung selama ini,” ungkap Bupati Giri Prasta.

Bupati Giri Prasta menambahkan selaku kepala daerah pihaknya menerapkan konsep pembangunan Kabupaten Badung berlandaskan Tri Hita Karana. “Di Kabupaten Badung Tri Hita Karana itu bukan sekedar konsep tapi sudah kami implementasikan dalam pembangunan selama ini. Hubungan manusia dengan Tuhan kami membantu masyarakat dalam melaksanakan upacara Yadnya dan membangun tempat ibadah. Hubungan manusia dengan manusia kami membuat program pendidikan dan kesehatan gratis, hubungan manusia dengan lingkungan kami melakukan penataan fasilitas umum dan menjaga kebersihan lingkungan,” jelasnya.

Sementara itu, menyikapi kondisi pandemi yang ada saat ini, Bupati Giri Prasta meyakini penyebaran virus Covid-19 merupakan siklus semesta, bagian dari sabsab gering dan merana yang tercantum dalam sastra agama Hindu Bali. “Sama seperti ketika ada badai di laut, bukan berarti Tuhan itu marah kepada nelayan, tapi itu merupakan bagian dari siklus semesta. Untuk itu nelayan harus menepi sebentar menunggu badai hilang. Setelah aman baru nelayan melanjutkan pekerjaan menangkap ikan. Sama seperti kita saat ini, harus menepi sebentar sambil menunggu momentum untuk bangkit bersama apabila kondisi berangsur pulih dari pandemi,” pungkasnya seraya mengatakan disetiap kesempatan pihaknya juga selalu memberikan edukasi ke warga biar tidak panik menyikapi kondisi yang ada saat ini yang ujungnya berimbas pada penurunan imunitas masyarakat. (RED-MB)