Mangupura (Metrobali.com)-

Ada pernyataan menarik disampaikan pengusaha Zainal Tayeb disela-sela mengikuti sidang lanjutan di Kejari Badung, Selasa (19/10). Pemilik sasana tinju Mirah Boxing Camp (MBC) Kuta itu bersikukuh menolak tuduhan keponakannya, Hedar Giacomo Boy Syam. “Kalau orang Bugis ada masalah dalam bisnis itu dibicarakan, simpel, dan kalau ada kesalahan minta maaf,”cetus Zainal Tayeb. Oleh karena itu, pria asal Mamasa, Sulawesi itu berjanji memberikan aset restoran seluas 900 meter persegi di Cemagi senilai Rp12 Miliar secara gratis asalkan Hedar bersedia meminta maaf secara terbuka jika dalam pengukuran ulang diketahui tidak ada kekurangan luas sesuai yang dituduhkan.

“Saya akan tunjukkan bahwa tidak ada kekurangan luas seperti yang dituduhkan. Kalau dari dua sertifikat tidak termasuk dan luasnya cukup maka mereka (Hedar) harus minta maaf secara terbuka dan saya akan tambah kasih restoran yang luasnya sekitar 9 are (900 meter persegi) senilai Rp12 Miliar secara cuma-cuma,”tegas Zainal usai persidangan secara online.

Dalam persidangan, kuasa hukum Zainal Tayeb sempat mengajukan sidang pemeriksaan setempat (PS) pada majelis hakim yang diketuai I Wayan Yasa “Kami mohon kepada majelis hakim agar dapat melakukan pemeriksaan setempat sehingga ada kejelasan berapa bangunan di lokasi serta luas tanah yang dikerjasamakan,” pinta anggota kuasa hukum Zainal Tayeb, Gusti Putu Putra Yudhi Sanjaya.

“Silakan diajukan surat permohonannya dan nanti akan kami pertimbangkan,” jawab hakim Yasa.

Tim kuasa hukum Zainal menilai PS penting dilakukan guna membuktikan kebenaran materiilnya. “Dengan sidang PS nantinya akan jelas berapa yang dikerjasamakan, dari tahun berapa sampai berapa, sudah ada bangunan berapa, yang sudah terjual berapa dan sebagainya. Semua akan muncul di sana,” sambung kordinator tim kuasa hukum Zainal, Mila Tayeb.

Disebutkan, dalam sidang Yuri Pranatomo, mantan karyawan Hedar, majelis hakim saat itu meminta pada jaksa untuk mengukur ulang luas tanah yang dikerjasamakan. Namun hal itu tidak dilakukan.  “Yang menjadi garis bawah adalah ini adalah akta kerjasama bukan jual beli. Dan dalam perjanjian sudah tertulis jelas, bahwa jika ada hal yang belum diatur akan dibuatkan adendum,” sebut  Mila usai sidang.

Sementara itu saksi ahli pidana Unud, IGN Ketut Aryawan yang dihadirkan tim penuntut umum (JPU) Imam Ramdoni dkk menjelaskan terkait akta autentik hanya boleh dibuat oleh seorang pejabat yang berwenang.  Untuk menentukan apakah ada pelanggaran pidana atau tidak, harus dibuktikan kebenarannya. Jika dalam pembuatan akta dirasa ada data yang belum lengkap dan sesuai dengan kesepakatan.  “Keterangan palsu dalam akta autentik adalah apa yang diterangkan atau dibuat dalam akta autentik tidak sempurna atau tidak sesuai dengan obyeknya,” kata Ariawan.

Dia menyebutkan akta outentik hanya boleh dibuat oleh seorang pejabat yang berwenang. Dalam hal ini yang bertanggung jawab dalam membuat adalah pejabat dari notaris. Menurutnya, jika dalam pembuatan akta, jika dirasa data belum lengkap atau tidak sesuai, sudah seharusnya tidak ada kesepakatan.  Adapun untuk menentukan hukum pidana, kata saksi ahli harus dicari dan dibuktikan kebenaran materil atau setidak tidaknya mendekati dari kebenaran formil. Dalam hal ini, sebutnya bahwa akta itu adalah aktif.

Nah lantas apa yang disebut keterangan palsu dalam akta outentik? Disebutkan yang diterangkan atau dibuat dalam akta outentik tidak sempurna atau tidak sesuai dengan objeknya. Jika ada sebuah kesepakatan dalam perjanjian terhadap objek yang ditentukan, ternyata ada kesalahan, kata aryawan tidak bisa dilakukan kesepakatan. “Lebih tepatnya perkara ini masuknya ke ranah perdata,” tegas saksi ahli pidana Aryawan.