Foto: Anggota Komisi II DPR RI Dapil Bali AA Bagus Adhi Mahendra Putra, M.H., M.Kn., (Amatra) yang akrab disapa Gus Adhi (kanan) bersama Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali, Andry Novijandri.

Denpasar (Metrobali.com)-

Masalah pertanahan dan konflik agraria di Indonesia masih ibarat benang kusut dan sulit terurai bahkan juga ibarat penyakit kronis yang masih banyak terjadi dari dulu hingga sekarang dan belum ada penyelesaian yang tuntas.

Untuk bisa lebih efektif menangani masalah pertanahan dan konflik agraria di tanah air dorongan agar membentuk pengadilan khusus pertanahan semakin kencang disuarakan pihak-pihak yang konsern terhadap persoalan pertahanan dan agraria.

Dukungan terhadap pembentukan pengadilan khusus pertanahan ini juga disampaikan Anggota Komisi II DPR RI Dapil Bali AA Bagus Adhi Mahendra Putra, M.H., M.Kn., (Amatra) yang akrab disapa Gus Adhi. Adhi Mahendra Putra dorong pembentukan pengadilan pertanahan ini.

“Pemerintah mengakui tidak mudah menyelesaikan masalah pertanahan dan konflik agraria di Indonesia dan menyebut ada potensi pembentukan pengadilan khusus pertanahan untuk menangani persoalan pertanahan. Kita dukung dan dorong hal itu. Pengadilan pertanahan sangat perlu dibentuk mengingat permasalahan tanah  sangat kompleks dan memerlukan keahlian khusus dibidang tersebut.,” kata Adhi Mahendra Putra.

Menurut Anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali ini gagasan pembentukan pembentukan pengadilan khusus pertanahan sudah lama disuarakan dan juga sudah banyak kajian penelitian terkait hal ini.  Gagasan pengadilan pertanahan sempat masuk ke dalam RUU Pertanahan yang sudah sempat dibahas Pemerintah dengan DPR/DPD. DPD bahkan menyusun sebuah RUU khusus tentang Pengadilan Agraria.

Dalam RUU ini disebutkan Pengadilan Agraria adalah pengadilan khusus yang dibentuk di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di lingkungan peradilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara sumber daya agraria.

Menurut Adhi Mahendra Putra keberadaan pengadilan khusus pertanahan memang memiliki urgensi untuk didorong pembentukan sebagai salah satu upaya menangani masalah pertanahan dan konflik agraria serta agar mampu memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, memenuhi rasa keadilan masyarakat dan memenuhi asas manfaat.

Adhi Mahendra Putra memandang badan peradilan yang ada dalam praktiknya tidak lagi sesuai dengan asas peradilan yakni sederhana, cepat dan biaya ringan dalam menyelesaikan kasus pertanahan dan konflik agraria. Karena itu Anggota Komisi II DPR RI yang membidangi pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah, aparatur negara dan reformasi birokrasi, kepemiluan, serta pertanahan dan reforma agraria ini berargumentasi bahwa pengadilan pertanahan merupakan solusi guna mengatasi kebuntuan dalam penyelesaian sengketa pertanahan, pengadilan pertanahan tidak hanya sekedar formalistik-legalistik dalam mewujudkan keadilan.

Keberadaan pengadilan pertanahan dibutuhkan dalam rangka terwujudnya penyelesaian sengketa pertanahan secara cepat, sistematis, sederhana, berkeadilan dan biaya ringan. “Pengadilan pertanahan tetap kita dorong tapi penyelesaian masalah pertanahan melalui alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti mediasi kita tetap dorong dikedepankan,” sambung wakil rakyat berhati mulia, gemar berbagi dan dikenal dengan spirit perjuangan “Amanah, Merakyat, Peduli” (AMP) dan “Kita Tidak Sedarah Tapi Kita Searah” ini.

Penyelesaian sengketa atau konflik pertanahan di luar pengadilan diyakini bisa lebih harmonis dan win win solution bagi para pihak yang berkonflik. Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebenarnya punya peran penting dalam konteks penyelesaian di luar pengadilan.

“Jadi kita dorong juga peran BPN untuk menjadi wadah penyelesaian sengketa atau konflik pertanahan di luar pengadilan,” tegas politisi Golkar asal Kerobokan, Kabupaten Badung ini.

Karena itu Adhi Mahendra Putra mendorong dan mendukung penuh jajaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) di pusat hingga ke daerah agar mampu menjalankan tupoksinya sesuai harapan masyarakat dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan dan kemanusiaan dalam penanganan berbagai persoalan tanah serta tetap memperhatikan sisi objektivitas, historis, sosiologis dan yuridis.

Adhi Mahendra Putra menegaskan BPN harus menjadi garda terdepan dalam mewujudkan kebenaran, keadilan dan memberikan kepastian hukum  masyarakat atas tanah. “BPN harus mampu menjadi garda terdepan bagi masyarakat dalam kaitannya dengan tanah untuk kesejahteraan sebagaimana yang teramanatkan pada konstitusi kita,” pungkas Adhi Mahendra Putra yang juga Ketua Harian Depinas SOKSI dan Ketua Depidar SOKSI Bali ini.

Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali, Andry Novijandri menjelaskan BPN memiliki komitmen yang tinggi untuk menjadi garda terdepan dalam menyelesaikan masalah-masalah pertanahan di Bali. Terlebih lagi yang paling paham soal urusan tanah memang BPN itu sendiri.

Namun Andry menegaskan BPN bukan Tuhan kecuali mungkin ada pengadilan khusus pertanahan sehingga masalah-masalah pertanahan itu diselesaikan melalui peradilan pertanahan bukan peradilan perdata, atau pidana atau tata usaha. “Kita di BPN ini bukan Tuhan, tidak bisa menyelesaian semua persoalan pertanahan. Kita rasa perlu ada pengadilan khusus pertanahan,” terang Andry.

Lebih lanjut Andry Novijandy mengatakan pertanahan itu kegiatannya ke perdataan. Namun keperdataan khusus tanah itu sudah dipisahkan, dari KUH perdata menjadi Undang-Undang Pertanahan.

Selain itu menurut Andry Majelis Hakim juga harus paham mengenai pertahanahan secara detail. Jangan disamakan dengan nilai-nilai hukum keperdataan lainnya yang bukan tanah. “Itu kan, kalau misalnya ada pertanahan, ya tentunya BPN dulu yang paling tahu, masalahnya apa, hukum tanahnya apa, betul mungkin kalau yang berwajib dalam sifatnya laporan pidana, ada unsur pidana. Kalau pun ada unsur pidana, tentunya ada pihak-pihak yang mau mempersoalkan perdatanya dulu tidak, kalau tidak, ya bisa langsung hukum pidana, tapi kalau masih mau mempersoalkan perdatannya, ada surat dari Mahkamah Agung, perdatanya harus diselesaikan dulu,” paparnya.

Dia mencontohkan pemalsuan silsilah juga masuk pidana. Tapi dalam rangka urusan tanah jadi perdata, dan harusnya diselesaikan perdata dulu. Sementara untuk saksi ahli ada di BPN pusat, tapi untuk saksi-saksi keperluan penyidikan, penyelidikan, menurut Andry BPN bisa dipanggil kapan saja dan dimana saja untuk memberikan saksi data.

Untuk masalah detail tentang kasus hukum pertanahan di Bali, BPN sudah memiliki aplikasi Yustisia yang bisa diakses bebas oleh masyarakat. “Kita memiliki aplikasi Yustisia. Semua pengaduan, kategori nya seperti apa, langkah penyelesaian, prosedurnya seperti apa ada diaplikasi tersebut,” pungkasnya. (wid)