Nusa Dua (Metrobali.com)-

Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) segera melakukan audit terhadap pengelolaan keberadaan taman hutan raya (Tahura) Ngurah Rai, Kota Denpasar, Bali.

“Dalam semester pertama kami akan melakukan pemeriksaan keuangan terhadap hak pengelolaan Tahura tersebut. Terlebih keberadaan pengelolaan hutan bakau tersebut menjadi pro dan kontra di masyarakat. Hal itu yang kami akan periksa,” kata anggota Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Ali Masykur Musa sebagai pembicara pada acara “Indonesia-China Coal Summit” di Nusa Dua, Bali, Rabu 20 Maret 2013.

Ia mengatakan alasan pemeriksaan terhadap pemprov dan instansi terkait, karena hutan bakau di Bali khususnya di Kota Denpasar merupakan paru-paru kota dan juga sebagai daya tarik sektor pariwisata di Pulau Dewata.     “Hutan bakau harus tetap dilestarikan, karena juga menjadi salah satu daya tarik pariwisata. Tidak boleh dialihfungsikan begitu saja tanpa ada aturan yang jelas,” katanya.

Ali Masykur mengingatkan kepada instansi terkait dan masyarakat di Bali untuk menjaga keberadaan hutan bakau itu, karena hutan tersebut juga menjadi penahan gempuran ombak dan tsunami.

“Kalau sampai keberadaan hutan bakau rusak karena ulah manusia itu sendiri, maka ancaman terhadap lingkungan dan tsunami tidak bisa kita hindari,” ucap mantan Ketua DPP KNPI tersebut.

Ali Masykur akan mengaudit pemanfaatan hutan bakau di kawasan Tahura Ngurai Rai seluas 102,22 hektare itu. Untuk melihat apakah ada penyimpangan atau penyalahgunaan izin atau tidak.     Menurut dia, pihaknya akan memeriksa izin yang dikeluarkan dari pemerintah pusat guna memastikan proses perizinan sudah sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan yang ada.

“Kami akan memeriksa proses perizinannya, jadi seluruh pemiliki otoritas untuk izin, baik itu Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup akan kami lakukan pemeriksaan, termasuk pemeritah daerah yang memberikan izin,” kata Ali Masykur menegaskan.

Ia mengatakan hutan bakau di kawasan Tahura Ngurah Rai yang disewakan kepada PT TRB jangan diperuntukan untuk fasilitas yang dapat merusak lingkungan.

“Tahura jangan digunakan selain untuk ekosistem hutan mangrove, apakah untuk pariwisata, penggunaan bangunan dan direklamasi. Sebab itu sangat mengganggu pada ekosistem, karena akan mengakibatkan abrasi yang sangat luar bisa di pantai,” katanya.

Pemprov Bali diharapkan melakukan mangrovisasi atau penanaman kembali hutan bakau secara masif agar fungsi hutan mangrove kembali sebagai hutan penyangga.

“Kami harapkan penggunaan lahan untuk kepentingan komersial atau alih fungsi lahan hutan mangrove harus dihentikan,” katanya. BOB-MB