Jakarta (Metrobali.com)-

Badan Pemeriksa Keuangan memaparkan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang diduga fiktif dalam biaya operasional pemetaan ke sekolah-sekolah pada 2010-2011.

“Data ini kami kumpulkan dari dokumen-dokumen, wawancara dan konfirmasi dengan pihak terkait,” kata Auditor Utama Keuangan VI BPK Sjafruddin Mosii saat konferensi pers tentang Ujian Nasional di Jakarta, Kamis (19/9).

Sjafruddin memaparkan anggaran fiktif pada pendataan adn pemetaan sekolah yang telah diperiksa, yakni senilai Rp85,78 miliar pada 2010 dan 45,40 pada 2011 dengan total Rp131,18 miliar.

Sementara itu, dia mnyebutkan, temuan yang tidak dapat ditelusuri senilai Rp38,07.

“Tidak dapat ditelusuri, begini maksudya pembayaran pajaknya tidak ada, SPT tidak ada, identitas tenaga pendata juga tidak diserahkan, sehingga kami tidak bisa menelusuri kebenaran pada data,” katanya.

Sjafruddin menyebutkan rincian kerugian negara dari penyimpangan 2010, terdiri dari biaya personil dan nonpersonil tidak sah PT SI Rp22,1 miliar, dana personil kordinator lapangan dan pendata lapangan tidak dapat ditelusuri dari Rp38,07 miliar dan biaya pendukung nonpersonil yang tidak dapat ditelusuri Rp5,28 m.

Sementara itu, indikasi kerugian negara pada 2011 sebesar Rp19,19 miliar yang terdiri dari dokumen mobilisasi tenaga ahli Rp15,6 miliar dan sewa hotel dan rumah di daerah-daerah pendataan sebesar Rp6,54 miliar, meliputi Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.

“Pemeriksaan mobilisasi tenaga ahli dari Jakarta diketahui rata-rata tenaga ahli itu tidak terdapat ‘passenger manifest’,” katanya.

Dia juga menjelaskan data-data di sekolah islam, seperti madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah tetapi murid-muridnya tidak ada yang beragama Islam.

“Kami merekomendasikan temuan ini ke penegak hukum, seperti ke KPK, Kepolisian dan Kejaksaan,” katanya. AN-MB