JKN1

Kupang (Metrobali.com)-

Kepala Kantor Cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Nusa Tenggara Timur Fransiscus Pareira mengatakan hingga akhir Mei 2015 tercatat 3,9 juta dari 5,3 juta jumlah penduduk NTT sudah terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Sejak diluncurkan pada 1 Januari 2014, BPJS sebagai pelaksana JKN terus menyosialisasikan program tersebut, dan hingga akhir Mei 2015 tercatat 3,9 juta dari 5,3 juta penduduk NTT atau ekitar 63 persen telah terdaftar sebagai peserta program JKN,” katanya kepada wartawan di Kupang, Selasa (9/6).

Ia menambahkan dari total jumlah tersebut, peserta dengan status penerima bantuan iuran (PBI) sosial sebanyak 397.017 orang, Jamkesmas 2.671.697 orang, Jamakesda 96.563 orang, TNI 17.280, Polri 23.768 ex Jamsostek 15.464 orang, dan PNS sekitar 300.000 orang.

“Kami masih terus melakukan sosialisasi ke kantor-kantor pemerintah dan swasta untuk memberikan pencerahan terkait manfaat program JKN tersebut,” ujarnya.

Ia mengakui bahwa sosialisasi ini sangat penting, karena masih banyak calon pemilik kartu JKN masih bingung, menyusul adanya program pro-rakyat lainnya seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang telah diluncurkan Presiden Joko Widodo.

Ia mengatakan pentingnya masyarakat lebih memahami prosedur pelayanan kesehatan agar mereka tidak kesulitan mengaksesnya.

Pareira menambahkan program ini sangat membantu dalam memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh masyarakat Indonesia, termasuk di antaranya para pekerja media.

Ketika ditanya soal usul BPJS Kesehatan agar pemerintah menaikkan jumlah iuran kepesertaan Program Jaminan Kesehatan dari Rp19.000 menjadi Rp27.500-Rp40.000 per orang, ia mengatakan masih menunggu petunjuk lebih lanjut dari Jakarta.

“Kami mengusulkan kenaikan iuran tersebut, namun masih menunggu implementasinya dari Jakarta,” tambah Kepala Departemen Pemasaran dan Kepesertaan Program Jaminan Keehatan Nasional Devisi Regional Denpasar Yerry Gerson Rumawak.

Ia menjelaskan usul kenaikan iuran tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan, terutama defisit anggaran yang dialami oleh BPJS Kesehatan sejak program tersebut dilaksanakan pada Januari 2014.

Permasalahan tersebut dipicu lagi oleh moral hazard yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat mampu dan sebenarnya punya asuransi komersial, namun memanfaatkan fasilitas BPJS Kesehatan hanya untuk mendapatkan keuntungan semata.

Akibat perbuatan tersebut, BPJS Kesehatan mengalami defisit hingga Rp3,3 triliun, namun baru ditutup dengan dana sebesar Rp5,6 triliun yang merupakan dana cadangan BPJS Kesehatan.

Sebelumnya Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris mengkonsultasikan soal kemungkinan menaikkan iuran asuransi kesehatan kepada Presiden Joko Widodo. AN-MB