Bonaran Situmeang

Jakarta (Metrobali.com)-

Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai tersangka dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pemberian suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penanganan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) Kabupaten Tapanuli Tengah di MK.

“Saya diperiksa sebagai tersangka hari ini dalam kasus dugaan suap Akil Mochtar, hakim di MK sehubungan dengan Pilkada Tapteng,” kata Bonaran saat tiba di gedung KPK Jakarta, Senin (6/10).

Bonaran yang datang bersama dengan pengacaranya, Tommy Sihotang mengaku bahwa ada kepentingan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam kasusnya tersebut.

“Tahukah kalian siapa lawan saya di pilkada Tapteng di MK itu? Dina Riana samosir. Siapakah pengacara Dina Riana samosir? Waktu itu adalah Bambang Widjojanto (BW) yang sekarang salah satu komisioner di KPK, waktu di MK salah satu permohonan BW adalah saya mendiskualifikasi Bonaran sebagai calon bupati Tapteng, tapi MK memenangkan saya maka diskualifikasi itu tidak jadi,” ungkap Bonaran.

Alasan Bonaran saat itu ia digugat saat itu menurut Boanaran adalah karena menjadi pengacara Anggodo Widjojo dalam tindak pidana korupsi proyek pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan tahun 2007.

“Alasannya waktu itu adalah perkara Anggodo. Apa relevansinya ditarik ke MK? Hari ini perkara MK ditarik ke KPK. Akil Mochtar ketika perkara saya diperiksa bukanlah ketua MK dan bukan juga hakim panel saya. Apa relevansinya saya menyuap akil? Karena saya sudah menang 62,10 persen,” tambah Bonaran Sehingga Bonaran menilai kasus yang menjeratnya ini bermuatan politis.

“Saya lihat politis. Saya tidak memiliki uang Rp1,8 miliar atau lebih, bagaimana saya menyuap Akil?” tegas Bonaran.

Bonaran mengaku tidak datang pada panggilan pertama 26 September 2014 lalu karena harus membahas Anggaran Penerimaan dan Belanja Tapanuli Tengah.

“Saya kan bupati yang sedang membahas APBN Tapteng, kalau saya terlambat membahas maka pegawai tidak gajian, maka itu harus diprioritaskan dan saya pun membuat surat tanggal 25 September, saya sudah memohon akan datang pada panggilan berikutnya. Saya tidak mangkir, saya juga melaksanakan tugas kenegaraan,” tambah Bonaran.

Tommy Sihotang mengaku perkara ini ada konflik kepentingan.

“Ini berkaitan dengan salah satu komisioner di KPK yaitu BW yang dulu berseberangan dengan beliau ini. Jadi ada conflict of interest (COI). Hari ini kami akan masuk dan minta yang disebut dua alat bukti itu? Kalau cerita Akil, kenapa beliau ini yang diduluankan diperiksa meski secara substantif tidak ada urusannya? Dia (Bonaran) juga sudah menang untuk apa menyuap? Dan siapa yang menyuap? Akil sendiri mengatakan tidak ada urusan dan tidak pernah terima uang, jadi ada COI di sini untuk tidak mengatakan ada dendam,” kata Tommy.

Sebelumnya KPK sudah menggeledah kantor pengacara Bonaran di Gedung Pusat Alkitab lantai 9 unit 901 Jalan Salemba Raya No 12 Senen, Jakarta Pusat yang dikelola adinya, Thomson Situmeang pada 24 September.

KPK menetapkan Bonaran sebagai tersangka sejak 19 Agustus 2014 sebagai hasil pengembangan dugaan suap di MK dengan terdakwa Akil Mochtar.

Bonaran disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp750 juta.

Dalam surat dakwaan Akil Mochtar, Akil disebut menerima Rp1,8 miliar dari Bonaran Situmeang.

Meski Bonaran berdasarkan hasil perhitungan suara KPU Tapanuli Tengah memenangkan pemilu, namun hasil itu digugat oleh dua pasangan lain di MK, sehingga MK memutuskan panel Achmad Sodikin sebagai ketua merangkap anggota, Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi sebagai anggota.

Saat perkara sedang berproses, Akil menelepon Bakhtiar Ahmad Sibarani untuk menyampaikan kepada Bonaran Situmeang agar menghubungi Akil terkait permohonan keberatan pilkada Tapanuli Tengah.

Akil kembali menghubungi Bakhtiar dan meminta Rp3 miliar kepada Bonaran yang dikirim ke rekening CV Ratu Samgat dengan keterangan “angkutan batu bara”.

Hasilnya pada 22 Juni 2011, permohonan keberatan ditolak MK seluruhnya sehingga Bonaran Situmeang dan Sukran Jamilan Tanjung tetap menjadi pasangan pemenang pilkada kabupaten Tapanuli Tengah. AN-MB