Keterangan foto: Ketua BKOW Provinsi Bali, Dr. AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda S.H. M.M. M.H.,(paling kanan) di sela-sela pembukaan seminar “Literasi Pembentukan Karakter Anak Melalui Dongeng” yang digelar di kampus IKIP PGRI Denpasar, Jumat (29/3/2019)/MB

Denpasar (Metrobali.com) –

Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Bali bekerjasama dengan IKIP PGRI Bali menggelar seminar “Literasi Pembentukan Karakter Anak Melalui Dongeng” di kampus IKIP PGRI Denpasar, Jumat (29/3/2019).

Seminar yang digelar serangkaian HUT ke-56 BKOW Bali ini dipandu moderator yang sekaligus sebagai Ketua Panitia HUT ke-56 BKOW Bali Ni Wayan Parwati Asih SPd MPd CH. Hadir sebagai narasumber yakni guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Prof Dr. I Nyoman Darma Putra M.Litt.

Lalu Kasi Pembelajaran Subdit Kurikulum Direktorat Pembinaan Paud, Dirjen Paud dan Dikmas Kemendikbud RI, Dra.,Mareta Wahyuni M.Pd., dan Rektor IKIP PGRI Bali, Dr. I Made Suarta S.H.,M.Hum.

Menurut Ketua BKOW Provinsi Bali, Dr. AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda S.H. M.M. M.H., budaya mendongeng penting digaungkan kembali sebab menjadi salah satu media untuk membentuk karakter anak.

“Dongeng salah satu cara bentuk karakter anak dengan aroma keindonesiaan. Ini agar rasa keindonesiaan melekat pada diri kita. Seminar ini kami buat untuk sikapi dongeng dulu dan dongeng sekarang serta bagaimana membudayakannya di kalangan orang tua,” kata mantan Ketua Perdiknas Denpasar dua periode itu.

Saat ini budaya mendongeng mulai ditinggalkan. Walau ada orang tua yang mendongeng, kata Tini Gorda, sayangnya tidak totalitas tidak seluruh panca indra tertuju pada anak.

“Konsentrasi orang tua masih terganggu oleh aktivitas kesehariannya maupun oleh gadget. Gadget  ini dominasi orang tua dan anak,” kata Ketua Umum Forum Komunikasi Wilayah Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Forkomwil – Puspa) Provinsi Bali ini.

Selain perlunya totalitas pendongeng, cara mendongeng masa lalu harus dielaborasi dengan pendekatan kekinian. Mendongeng ini juga harus lebih menekankan pada makna, pesan-pesan moral dan pembentukan karakter yang ingin ditanamkan.

“Jadi bukan hanya fokus isi dongengnya tapi cara mendongeng. Fokus untuk anak. Hilangkan gadget, aktivitas. Kalau tidak fokus, pendongeng atau orang tua tidak tahu apakah anak mendengarkan atau tidak,” ungkap Tini Gorda.

Langkah BKOW untuk mensosialisasikan dan menggaungkan pentingnya budaya mendongeng oleh orang tua kepada anak juga tidak akan terhenti hanya pada seminar di kampus. Tapi juga akan lebih gencar menyasar komunitas-komunitas, perkumpulan para orang tua.

Pesan yang ini disampaikan jelas, jangan sampai kesibukan orang tua jadi alasan untuk tidak membentuk karakter anak salah satunya melalui dongeng.

“Kesibukan orang tua jangan jadi alasan untuk tidak peduli pada anak. Anak harus jadi nomor satu ketika kita siap menikah,” pesan Tini Gorda.

Dongeng Mampu Bangkitkan Fantasi dan Kreativitas Anak

Sementara itu Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Prof Dr I Nyoman Darma Putra MLitt, mengungkapkan ada sejumlah perbedaan dongeng dulu dan sekarang.

Kalau dulu dongeng kebanyakan berbau mitos, cerita fiktif yang bercerita tentang binatang dan manusia bodoh. Namun di era kekinian, dongeng dibuat dengan mengambil tema-tema faktual dan berisikan unsur ilmu pengetahuan.

Perbedaan mendasar lainnya, dongeng zaman dulu dilisankan dulu baru ditulis. Sedangkan dongeng sekarang ditulis dulu baru dilisankan.

Sementara Kasi Pembelajaran Subdit Kurikulum Direktorat Pembinaan Paud, Dirjen Paud, dan Dikmas Kemendikbud RI, Dra. Mareta Wahyuni M.Pd., mengungkapkan sebenarnya anak-anak memiliki kemampuan fantasi yang bagus.

Jika modal fantasi ini diasah dan dilatih dengan bahan salah satunya melalui mendongeng maka anak akan menjadi lebih kreatif.

Sayangnya hanya sedikit orang tua yang punya kesadaran untuk membacakan dongeng dengan sepenuh hati kepada buah hatinya.

Wahyuni mengungkapkan data yang cukup membuat miris bahwa berdasarkan penelitian hanya sepertiga (1/3) orangbtua yang masih memiliki waktu untuk mendongeng bagi anaknya.

Sementara itu Rektor IKIP PGRI Bali, Dr I Made Suarta S.H., M.Hum., mengungkapkan dongeng sebagai bagian budaya adiluhung bangsa harus tetap dipertahankan.

Begitu pula di Bali, banyak dongeng atau yang dikenal juga dengan sebutan satua Bali yang tidak hanya memberikan pesan moral,tapi juga sarat dan kaya nilai-nilai etika, agama, kemanusiaan.

Pewarta: Widana Daud
Editor: Hana Sutiawati