Foto: Gubernur Bali Wayan Koster dan Wakil Gubenur Bali Tjokorda Artha Ardhana Sukawati (Koster-Ace) bersama Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama, Forkopimda Provinsi Bali dan tokoh Bali.

Denpasar (Metrobali.com)-

Banyak capaian pembangunan yang monumental ditorehkan Gubernur Bali Wayan Koster dan Wakil Gubenur Bali Tjokorda Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) dalam waktu 3 tahun kepemimpinannya.

Pembangunan infrastruktur total Rp 12 Trilun lebih hingga hingga konsisten melestarikan peradaban lingkungan Bali menjadi bukti nyata keberhasilan kepemimpinan Koster-Ace dalam mengeksekusi program kerja sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

Berbagai capaian dipaparkan Gubernur Koster dalam pidato tiga tahun kepemimpinannya, Minggu (5/9/2021). Sejumlah pihak dari kalangan masyarakat lokal, pimpinan nasional, bahkan pemimpin internasional memberi apresiasi terhadap peraturan dan kebijakan Gubernur Bali, yang sangat berpihak pada kearifan lokal dan telah terbukti mampu mendorong perubahan sosial dalam membangun tatanan kehidupan Bali Era Baru.

“Apresiasi dan salut atas tiga tahun kepemimpinan Pak Gubenur Koster dan Wabub Cok Ace,” kata Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali Komang Gede Subudi, Minggu (5/9/2021).

Ketua Umum BIPPLH Bali Komang Gede Subudi

Dalam waktu 3 tahun kepemimpinan, Koster-Ace membangun Bali dengan landasan hukum dan regulasi yang kuat dengan telah berhasil memberlakukan 40 peraturan baru yang benar-benar sangat progresif, transformatif, dan inovatif berkaitan dengan komitmen kuat dan kebijakan strategis dalam menjaga Alam, Krama, dan Kebudayaan Bali. Capaian itu disampaikan Gubernur Koster dalam Pidato Tiga Tahun Kepemimpinan Koster-Ace, Minggu (5/9/2021).

Peraturan yang berkaitan dengan kebijakan untuk menjaga Alam Bali yang bersih, antara lain: Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai; Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber; Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut; Pelestarian Tanaman Lokal Bali; Sistem Pertanian Organik; Bali Energi Bersih; dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.

Peraturan yang berkaitan dengan kebijakan untuk meningkatkan kwalitas Krama Bali agar sejahtera dan bahagia, antara lain: Penyelenggaraan Ketenagakerjaan; Penyelenggaraan Kesehatan; Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali; Tata Kelola Minuman Destilasi Arak Bali; Jaminan Kesehatan Krama Bali Sejahtera; Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali; dan Sistem Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Krama Bali (PMI Krama Bali).

Peraturan yang berkaitan dengan kebijakan untuk menguatkan dan memajukan Adat-Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya, dan Kearifan Lokal Bali antara lain: Penguatan Desa Adat; Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali; Hari Penggunaan Busana Adat Bali; Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali; Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan; serta Penggunaan Kain Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali. Guna meningkatkan peran Desa Adat telah direalisasikan pembangunan Gedung Kantor Majelis Desa Adat Provinsi dan 9 Kabupaten/Kota se-Bali dengan bantuan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Dalam tiga tahun kepemimpinannya, Koster-Ace juga terus melaksanakan pembangunan infrastruktur dan sarana-prasarana strategis serta monumental, yaitu: Pelindungan Kawasan Suci Pura Agung Besakih; Kawasan Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung; jalan shortcut Singaraja-Mengwitani; Pelabuhan Segitiga Sanur di Denpasar, Sampalan di Nusa Penida, dan Bias Munjul di Nusa Ceningan, Klungkung; pengembangan Pelabuhan Benoa menjadi Bali Maritime Tourism Hub, di Denpasar pengembangan Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar; Pasar Sukawati Blok A, B, dan C, Gianyar; sungai buatan (normaliasi) Tukad Unda di Kawasan Pusat Kebudayaan Bali; dan pembangunan bendungan untuk penyediaan air bersih.

Dalam pidatonya Gubernur Koster mengungkapkan total anggaran yang diperlukan untuk membangun seluruh infrastruktur dan sarana-prasana strategis serta monumental tersebut adalah sangat besar, mencapai Rp. 12,167 Triliun, bersumber dari: APBN Kementerian PUPR sebesar Rp. 3,357 Triliun; APBN Kementerian Perhubungan sebesar Rp. 0,560 Triliun; APBD Semesta Berencana Provinsi Bali sebesar Rp. 2,150 Triliun; dan Badan Usaha PT. Pelindo III sebesar Rp. 6,1 Triliun. Anggaran pembangunan tersebut dialokasikan mulai tahun 2019 sampai tahun 2023.

Diantara pembangunan tersebut, Gubernur Koster menyampaikan dua program sangat strategis dan monumental sebagai penanda baru Sejarah Bali, yang menjadi tonggak penting memasuki Bali Era Baru, yaitu: Pembangunan Pelindungan Kawasan Suci Pura Agung Besakih yang berada di hulu;  dan Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali yang berada di hilir, di mana hulu dan hilir dihubungkan aliran air Tukad Unda, dengan posisi Nyegara-Gunung.

Pembangunan Pelindungan Kawasan Suci Pura Agung Besakih telah dilaksanakan ditandai dengan peletakan batu pertama pada hari Rabu  (Buda Umanis, Dukut), 18 Agustus 2021 oleh Presiden ke-5 RI Prof. Dr. (HC) Megawati Soekarnoputri, bersama Menteri PUPR RI, Dr. Ir. Basuki Hadimuljono. Total anggaran yang diperlukan  sebesar Rp. 900 Milyar, bersumber dari APBN Kementerian PUPR  sebesar Rp. 500 Milyar dan APBD Semesta Berancana Provinsi Bali  sebesar Rp. 400 Milyar. Pembangunan direncanakan selesai tahun 2022.

Gubernur Koster mengungkapkan Krama Bali sangat perlu mengetahui, memahami, dan menghayati kesucian, kesakralan, serta keluhuran Pura Agung Besakih yang merupakan tempat pemujaan utama, Pura Kahyangan Jagat terpenting dan tertinggi di Bali.  Sejumlah teks susastra Bali, baik yang disurat dalam lontar maupun prasasti tembaga atau kayu, menyebut Gunung Agung dengan nama Tolangkir, yang berarti; “Dia Yang Mahatinggi, Mahamulia, sekaligus Mahaagung”.

Pura Agung Besakih disebut sebagai “Huluning Bali Rajya”, hulu Kerajaan Bali, sekaligus juga “Madyanikang Bhuwana”, Pusat Dunia.  Karena itu,  Besakih pada masa kerajaan Bali Kuno dikategorikan sebagai kawasan Hila-Hila Hulundang Ing Basukih, yang berarti kawasan suci tempat memohon kerahayuan hidup (basuki) di hulu Bali, yang dilarang, dipantangkan (hila-hila) untuk dilalui atau dimasuki secara sembarangan oleh siapa pun.

Adapun Kawasan Pusat Kebudayaan Bali terdiri dari tiga zona, yaitu: zona inti, zona penunjang, dan zona penyangga yang ditata dengan menerapkan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi. Kawasan Pusat Kebudayaan Bali dibangun  di atas lahan seluas 334 Hektare di Klungkung. Pembangunan telah dimulai pada tahun 2020, dengan tahapan pembebasan lahan, membangun sungai buatan (normalisasi) Tukad Unda, dilanjutkan pematangan lahan, dan penuntasan perencanaan, serta desain semua unit bangunan pada akhir tahun 2021. Total anggaran yang diperlukan sebesar Rp. 2,5 Triliun, bersumber dari APBN Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, dan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali. Pembangunan fisik zona inti Pusat Kebudayaan Bali akan dimulai pada tahun 2022, direncanakan selesai tahun 2023.

Pembangunan Pelindungan Kawasan Suci Pura Agung Besakih  dan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali yang sangat monumental tersebut, sepenuhnya didedikasikan untuk kebangkitan kembali serta kesinambungan kejayaan peradaban Bali sebagai Padma Bhuwana, dari Era Kerajaan Bali Kuno dengan Raja Udayana abad ke-11, dan Era Kerajaan Gelgel dengan Raja Dalem Waturenggong abad ke-15.

“Kita sangat bersyukur dalam kondisi Pandemi Covid-19, di tengah menurunnya pendapatan negara, pembangunan dengan anggaran sangat besar tetap dapat terlaksana sesuai rencana. Hal ini tercapai berkat komitmen dan dukungan penuh Presiden RI, Bapak Ir. Joko Widodo dan Menteri PUPR RI, Bapak Dr. Ir. Basuki Hadimuljono,” terang Gubernur Koster dalam pidatonya.

Terkait berbagai capaian monumental dalam tiga tahun kepemimpinan Koster-Ace tersebut, BIPPLH menilai inilah bukti nyata sosok pemimpin Bali yang satya wacana (menepati janji) dimana Koster-Ace telah on schedule (tepat waktu) merealisasikan janji-janji politiknya kepada masyarakat Bali. Terlebih lagi capaian monumental tersebut ditorehkan di tengah upaya kerja keras Koster-Ace menangani dampak pandemi Covid-19 dan memulihkan perekonomian Bali serta membangkitkan pariwisata Pulau Dewata.

“Pembangunan infrastruktur Rp 12 triliun on schedule dan Pak Gubenur juga konsisten menjaga dan melestarikan peradaban lingkungan Bali. Di tengah pandemi Koster-Ace mampu merealisasikan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Inilah sosok pemimpin satya wacana, ucapan dan perbuatannya berbanding lurus. Janji politik direalisasikan tanpa beban, tidak ditunda, semua on schedule,” kata Subudi menyampaikan apresiasi dari segenap tim BIPPLH Bali yang anggotanya tersebar di seluruh Bali.

Secara khusus Subudi juga memberikan apresiasi atas mulainya proyek penataan kawasan suci Pura Besakih yang merupakan komitmen nyata dan berkelanjutan menjaga peradaban Hindu Bali dan juga bagian melestarikan situs ritus Bali. “Kami sangat puas dengan konsep penataan kawasan suci Pura Besakih,” tegas Subudi yang juga seorang penekun penyelamat heritage dan Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ), yayasan yang bergerak pada pelestarian situs ritus Bali dan di komunitasnya akrab disapa Jro Gede Agung Subudi ini.

Dikatakan kawasan suci Pura Besakih ditata dengan adanya perluasan dan pembangunan tempat parkir yang nyaman, penataan lingkungan yang asri, dibangun tempat khusus berjualan bagi para pedagang/UMKM dan penataan lainnya tentu akan menjadikan krama/umat Hindu/pemedek semakin nyaman dan khusyuk saat bersembahyang ke Pura Besakih, begitu juga wisatawan akan semakin senang mengunjungi Pura Besakih.

“Penataan Besakih ini menjaga peradaban Hindu Bali dan situs ritus Bali. Pemedek jadi makin nyaman mendekatkan dengan sang pecipta, lingkungannya jadi asri dan tidak ada lagi perusakan lingkungan,” kata ungkap Subudi yang juga Wakil Ketua Umum (WKU) Bidang Lingkungan Hidup Kadin Bali ini.

Selain berhasil menata kawasan suci Pura Besakih¸ catatan sejarah juga kembali ditorehkan Gubernur Koster dengan secara maraton merealisasikan pembangunan jalan baru shortcut titik 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, ditambah titik 11 dan 12 ruas jalan Singaraja-Mengwitani, sumber pendanaan pelaksanaan program merupakan kolaborasi antara Kementerian PUPR dan Pemerintah Provinsi Bali.

Pembangunan titik 7A, 7B, 7C, dan 8 dilaksanakan tahun 2021 dengan anggaran sebesar Rp. 145,6 Milyar. Pembangunan diawali dengan peletakan batu pertama pada hari Kamis, (Wrespati Umanis, Sinta), 2 September 2021 dan target penyelesaian pada tahun 2022.

BIPPLH menilai pembangunan jalan baru shortcut ini akan jadi trigger (pemicu), lokomotif penggerak, akselerator pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi termasuk pariwisata di Bali Utara. Akses jalan baru shortcut ini mampu diyakini mampu mengikis bahkan menghapus kesenjangan pembangunan Bali Utara-Bali Selatan yang selama ini menjadi permasalahan klasik dan belum mampu dipecahkan oleh para Gubernur Bali sebelum Gubernur Koster.

“Selama ini pembangunan Bali Utara dan Bali Selatan tidak berimbang. Mudan-mudahan keberadaan shortcut ini menjadi trigger mengurangi kesenjangan pembangunan Utara-Selatan. Tidak lagi ada dikotomi Utara-Selatan dan jalur ekonomi Utara dan Selatan semoga jauh lebih efektif,” tegas Subudi yang juga merupakan CEO Pasifik Group-Bali (perusahaan yang sangat konsern pada investasi berbasis pelestarian lingkungan).

Dengan berbagai capaian pembangunan infrastuktur yang monumental yang ditorehkan selama tiga tahun kepemimpinan Koster-Ace, BIPPLH optimis Bali menatap masa depan yang lebih baik menuju Bali Era Baru di bawah tangan dingin kepempimpinan Gubernur Koster.

“Bali menata dan menatap masa depan yang lebih baik. Pembangunan infrastrukur diimbangangi dengan pelestarian lingkungan tetap terjaga serta pembangunan peradaban Bali yang berkesibambungan sesuai filosofi Tri Hita Karana,” pungkas Subudi yang sebelumnya merupakan pengusaha tambang sukses di Kalimantan dan kini mengabdikan diri di tanah kelahirannya di Bali untuk mengawal pelestarian alam lingkungan Pulau Dewata. (wid)