Foto: Ketua Umum Badan Independent Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali Komang Gede Subudi.

Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua Umum Badan Independent Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali Komang Gede Subudi mengapresiasi dan mendukung penuh langkah tegas Gubernur Bali Wayan Koster yang meminta Pelindo III menghentikan proyek reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa.

“Kami dukung penuh langkah Gubernur Bali. Jangan sampai alam lingkungan Bali diobok-obok,” tegas Subudi, Minggu (25/8/2019).

BIPPLH pun siap pasang badan mendukung langkah Gubernur Koster menyelamatkan alam lingkungan Bali sesuai visi pembangunan Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

“BIPPLH juga siap menjadi bagian mencarikan solusi terbaik untuk menyelamatkan alam Bali dari dampak pembangunan yang mengobarkan lingkungan,” tegas Subudi yang juga Wakil Ketua Umum (WKU) Bidang Lingkungan Hidup Kadin Bali itu.

Pihaknya juga mendukung langkah tegas Gubernur Koster yang mengancam akan mempolisikan Pelindo III yang telah mengakibatkan rusaknya 17 hektar hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Benoa pasca reklamasi dilakukan.

Langkah tegas ini akan dilakukan  Gubernur Koster jika pihak Pelindo III melawan surat Gubernur dan tidak segera menghentikan reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa.

“Kami harapkan Pelindo III kooperatif dengan hentikan reklamasi dan lakukan perbaikan pada belasan hektar mangrove yang rusak. Harus bersinergi dengan Gubernur Bali dan masyarakat Bali untuk membangun Bali,” harapnya.

Apa yang terjadi pada reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa yang sampai mengakibatkan 17 hektar hutan bakau hancur dan terganggunya keseimbangan ekosistem ini, kata Subudi, harusnya menjadi pelajaran berharga semua pihak.

“Bahwa konsep pembangunan di Bali jangan merusak alam, mencederai keseimbangan Tri Hita Karana,” imbuh Subudi yang juga Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ) ini.

Di sisi lain, Ketum BIPPLH ini menghimbau masyarakat Bali tidak alergi dengan investasi. Namun yang terpenting adalah pembangunan mengedepankan konsep Tri Hita Karana menjaga alam Bali lestari selaras dengan konsep Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

“Pemerintah daerah kami yakini tidak alergi dengan investasi sepanjang selaras dengan visi pembangunan Nangun Sat Kerthi Loka Bali,” tandasnya.

Ini Alasan Gubernur Koster

Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster tidak main-main meminta PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III untuk segera menghentikan reklamasi di areal seluas 85 hektar di sekeliling Pelabuhan Benoa.

“Saya minta Pelindo III hentikan reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa,” tegas Gubernur Koster dalam keterangan persnya di Rumah Jabatan Gubernur Bali Jaya Sabha, Denpasar, Minggu (25/8/2019).

Bahkan Gubernur Koster mengancam akan mempolisikan Pelindo III yang telah mengakibatkan rusaknya 17 hektar hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Benoa pasca reklamasi dilakukan.

“Tidak bisa (melawan, red). Nanti saya laporin ke polisi,” kata Gubernur Koster dengan nada serius.

Permintaan penghentian reklamasi ini sudah disampaikan lewat surat resmi  Gubernur Koster kepada Direktur Utama Pelindo III yang juga ditembuskan kepada Menteri BUMN, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan, serta Menteri Agraria dan Penataan Ruang.

Surat bernomor 660.1/1801/BidP4LH/Dia.LH tertanggal 22 Agustus 2019 ini sudah dikirimkan Sabtu 24 Agustus 2019.

Walaupun secara aturan proyek reklamasi di Pelabuhan Benoa ini merupakan proyek nasional dan sudah memenuhi segala perizinan serta mendapatkan persetujuan dari sejumlah kementerian terkait, Gubernur Koster tetap kukuh berpandangan bahwa apapun proyek di Bali baik dilakukan pemerintah maupun swasta tidak boleh merusak alam lingkungan Bali.

“Ini clear. Kalau lihat aturan Perpres, surat menteri ya cocok semua. Tapi sejak saya pimpin maka harus tata ulang,” imbuh Gubernur Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini.

“Persyaratan administratif saja tidak cukup kalau ternyata punya dampak pada kerusakan alam lingkungan. Apalagi sampai mangrove 17 hektar mati. Itu tidak gampang. Maka harus disikapi.
Pembangunan apapun di Bali agar direview semua sesuai Nangun Sat Kerthi Loka Bali,” beber Koster.

Langkah Gubernur Koster meminta Pelindo III Benoa mengentikan proyek reklamasi ini juga sebagai bentuk komitmen serius Gubernur Koster untuk melindungi manusia , alam dan budaya Bali. Sebab kerusakan-kerusakan lingkungan akan berdampak serius pada generasi mendatang.

“Ini antispasi untuk generasi mendatang. Jangan sampai saya sebagai Gubernur wariskan suatu hal yang keliru bagi generasi mendatang,” ujar Gubernur asal Buleleng ini.

Pelindo III Lakukan Pelanggaran, 17 Hektar Mangrove Hancur Lebur

Gubernur Koster membeberkan alasan permintaan penghentian reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa ini ini karena pengurukan wilayah laut itu telah menyebabkan hancurnya ekosistem bakau seluas 17 hektar serta memicu terjadinya sejumlah pelanggaran.

Pada butir (a) surat itu Gubernur Koster meminta Pelindo III agar tidak melanjutkan  kegiatan reklamasi dan pengembangan di areal Dumping I dan Dumping II  sejak surat itu diterima.

Selanjutnya pada butir (b) Pelindo III diminta untuk segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan dan ekosistem mangrove. Pada butir (c) Gubernur Koster meminta agar Pelindo III segera melakukan penataan areal Dumping I dan Dumping II sehingga areal tersebut tertata dengan baik.

Pada butir (c) ini pula Gubernur Koster menegaskan bahwa sesudah ditata areal tersebut hanya boleh digunakan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Penegasan ini tentunya akan mengubur rencana awal Pelindo III untuk membangun berbagai fasilitas penunjang pelabuhan serta fasilitas komersial di atas lahan hasil pengurukan.

Sedianya, sebagian areal hasil pengurukan juga akan digunakan untuk pengembangan Marine Tourism Hub bagi kota Denpasar. “Dilarang keras membangun fasilitas yang komersial di areal ini,” tegas Koster.

Sedangkan pada butir terakhir (d) Gubernur Koster meminta Pelindo III untuk melakukan kaji ulang terhadap Rencana Induk Pengembangan (RIP) Pelabuhan Benoa agar memperhatikan tatanan yang sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

Keluarnya surat ini dipicu oleh ditemukannya sejumlah pelanggaran dalam pengurukan lahan serta kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut.

Berdasarkan dokumen yang ada, reklamasi yang dilakukan oleh Pelindo III terhadap lahan seluas 85 Ha yang terdiri atas lokasi Dumping I seluas 38 Ha dan lokasi Dumping II seluas 47 Ha telah dilakukan melalui proses administrasi mulai tahun 2012.

Lalu kegiatan pelaksanaan pengembangan mulai tahun 2017, dan pada saat ini sedang berjalan dengan capaian progress 88,81%.

Dampak lingkungan yang terjadi berupa rusaknya lingkungan yang sangat parah dan mengakibatkan kematian vegetasi hutan mangrove beserta ekosistem lainnya seluas + 17 Ha berlokasi di Timur Laut lokasi Dumping II.

“Di sebelah Restoran Akame sudah mati semua mangrovenya disana,” imbuh Gubernur Koster.

Menurut Gubernur Koster kondisi tersebut terjadi karena ada pelanggaran pengerjaan teknis yaitu tidak dibangunnya tanggul penahan/revetment dan tidak dipasangnya Silt Screen sesuai dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) pada dokumen AMDAL.

“Secara Teknis Pelindo tidak kerjakan sesuai dokumen AMDAL,” kata Gubernur  Koster.

Selain itu kegiatan pengembangan yang semakin meluas mengakibatkan terganggunya wilayah yang disucikan dan hilangnya keindahan alam di kawasan perairan Teluk Benoa, sehingga telah mendapat protes dan reaksi dari berbagai komponen masyarakat.

Pelanggaran-pelanggaran serta kerusakan vegetasi mangrove ini ditemukan oleh Tim Monitoring dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali.

“Sejak Februari 2019, Tim Monitoring sudah melakukan empat kali kunjungan lapangan dan menemukan sejumlah pelanggaran serta kerusakan lingkungan. Temuan ini telah kami laporkan kepada Bapak Gubernur,” ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Teja.

Tidak Sesuai Visi Pembangunan Pemprov Bali

Gubernur Koster mengingatkan bahwa Visi Pembangunan Daerah Bali yaitu “NANGUN SAT KERTHI LOKA BALI Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru, yang mengandung makna “Menjaga Kesucian dan Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, Untuk Mewujudkan Kehidupan Krama Bali Yang Sejahtera dan Bahagia, Sakala-Niskala, diwujudkan dengan menata secara  fundamental  dan komprehensif pembangunan Bali yang mencakup tiga aspek utama: Alam, Krama, dan Kebudayaan Bali.

“Sejalan dengan visi tersebut, DPRD Provinsi Bali telah mengesahkan Revisi PERDA No.16 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali yang telah menegaskan bahwa Teluk Benoa adalah merupakan Kawasan Konservasi. Itu landasan yang cukup sikapi reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa,” tegas Gubernur Koster.

Oleh karena itu, Gubernur Koster menyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan Pengembangan Kawasan Pelabuhan Benoa sebagai Marine Tourism Hub di Kota Denpasar tidak sesuai dengan Visi Pembangunan Daerah Bali; Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

“Perlu dipahami bahwa segala dampak akibat pelaksanaan pembangunan di wilayah Provinsi Bali yang mengganggu keseimbangan dan kesucian Alam, Krama, dan Kebudayaan Bali pada akhirnya merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota Se-Bali,” pungkas Gubernur Koster. (wid)