BIPPLH Apresiasi Gubernur Koster Sudahi Konflik Agraria Desa Sumberklampok dengan Mufakat, Harapkan Rencana Pembangunan Bandara Bali Utara Berjalan Mulus
Foto: Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali Komang Gede Subudi.
Denpasar (Metrobali.com)-
Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali mengapresiasi tangan dingin Gubernur Bali Wayan Koster bersama DPRD Bali yang mampu menyudahi konflik atau permasalahan agraria di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.
Pasalnya asa 900 Kepala Keluarga (KK) masyarakat Desa Sumberklampok untuk menyudahi permasalahan agraria yang sudah berlangsung puluhan tahun dan memiliki legalitas yang sah atas tanah yang ditempati berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), akhirnya bisa segera terwujud dan berakhir dan suka cita.
Hal ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi Bali dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Negara Provinsi Bali dengan Tim 9 Desa Sumberklampok oleh Gubernur Bali Wayan Koster di Kediaman Jayasabha, Denpasar, Kamis (26/11/2020).
“Kami apresiasi ada kesepakatan terkait konflik agraria di Sumberklampok yang sebelumnya berlarut-larut. Tapi sekarang sudah ada kata mufakat, kesepakatan masyarakat bersama Pemerintah Provinsi Bali dan juga BPN,” kata Ketua Umum BIPPLH Bali Komang Gede Subudi, Senin (30/11/2020).
Dibawah kepemimpinan Gubernur Koster, konflik agraria yang kerap menimbulkan gesekan antara pemerintah dan masyarakat setempat akhirnya terselesaikan dengan kata mufakat. Masyarakat akhirnya menyetujui poin – poin yang ditawarkan pihak Pemprov Bali, yang tentunya mengutamakan keberpihakan kepada masyarakat Sumberklampok.
Bagi BIPPLH adanya kesepakatan penyelesaian konflik agraria ini juga menjadi langkah yang baik bagi rencana pembangunan Bandara Bali Utara yang dicanangkan lokasinya di Desa Sumberklampok.
BIPPLH berpendapat Desa Sumberklampok merupakan tempat yang paling strategis untuk rencana pembangunan Bandara Bali Utara dibandingkan daerah di timur.
“Setelah kami telusuri di bawah, ini (Desa Sumberklampok) yang paling memungkinkan, tidak ada beban di kemudian hari. Disana ada tanah negara yang skemanya sudah dibuat dengan sangat cantik oleh Bapak Gubernur bersama DPRD Bali dan diterima masyarakat. Tentu ini berdampak baik juga bagi lingkungan,” papar Subudi.
Subudi menegaskan BIPPLH selaku aktivis lingkungan akan terus mengawasi proses yang ada hingga rencana pembangunan Bandara Bali Utara ini benar-benar terwujud untuk kesejahteraan rakyat Bali dan tetap juga memperhatikan kelestarian lingkungan, tidak boleh sampai merusak alam lingkungan Bali.
“Baik, baik dilibatkan atau tidak, kami akan melibatkan diri. Kami harapkan rencana pembangunan Bandara Bali Utara berjalan mulus karena memang sudah diidam-idamkan masyarakat Bali dan untuk kesejahteraan rakyat,” tegas Subudi yang juga Wakil Ketua Umum (Waketum) Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Bali Bidang Lingkungan Hidup.
Saat disinggung masih ada suara-suara sumbang dan oknum tertentu yang ingin merecoki rencana pembangunan Bandara Bali Utara ini hingga ada upaya memprovokasi masyarakat, BIPPLH melihat hal itu tidak menjadi masalah besar ketika mayoritas masyarakat bisa sejalan dengan pemerintah.
“Saya hampir satu bulan ikut turun, bicara door to door dengan masyarakat. Skema yang ditawarkan Pak Gubernur adalah skema terbaik yang diharapkan juga masyarakat. Pihak Pemprov Bali tentu akan mempercepat proses selanjutnya tapi memang butuh waktu,” papar Subudi.
Sepanjang rencana pembangunan Bandara Bali Utara ini pro rakyat, BIPPLH selaku aktivis lingkungan akan berpegang pada itu. Rakyat tidak boleh mempersulit pemimpinnya begitu pula pemimpin tidak boleh menyengsarakan rakyat.
“Itu penekanan kami apalagi di situasi pandemi seperti sekarang rakyat makan saja susah susah, kalau lagi ada kebijakan yang menyulitkan rakyat tentu rakyat juga akan mempersulit pemerintah. Kami yang selalu bersentuhan dengan rakyat memahami betul bagaimana kehendak rakyat,” tutur Subudi.
Di sisi lain walau sedang pandemi BIPPLH tetap terjadwal rutin melakukan diskusi-diskusi, bertukar informasi dengan stakeholder/NGO dalam jumlah terbatas terkait alih fungsi lahan, kerusakan lingkungan diakibatkan alam, karena galian C, abrasi dan kerusakan ATR lainnya.
“Kami mendukung program-program pemerintah yang pro lingkungan tapi kalau yang merusak tentu kami paling depan akan menolaknya,” tegas Subudi yang juga penekun penyelamat heritage dan Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ), yayasan yang bergerak pada pelestarian situs ritus Bali.
Untuk diketahui Visi BIPPLH yakni mengawal pembangunan Bali berdasarkan Tri Hita Karana. Misi BIPPLH turut serta bersama-sama LSM, komponen masyarakat lainnya, Desa Adat, dan seluruh seluruh masyarakat Bali dalam mengawasi hingga menolak pembangunan yang merusak lingkungan hidup dan adat istiadat Bali baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun kelompok lainnya.
Begini Kesepakatan Penyelesaian Konflik Agraria di Sumberklampok
Untuk diketahui adapun poin-poin dalam Kesepakatan Bersama diantaranya Gubernur dan Kepala Kantor Pertanahan Negara Wilayah Provinsi Bali menjamin warga Sumberklampok untuk mendapatkan hak atas tanah pemukiman dan garapan yang diawali dengan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik sebagai dasar penerbitan SHM.
Sementara itu untuk keseluruhan lahan eks HGU Nomor 1, 2 dan 3 Desa Sumberklampok seluas 619,94 Ha, dan yang dapat dibagi adalah seluas 514,02 Ha setelah dikurangi pembagian lahan untuk pekarangan seluas 65,55 Ha, fasum dan fasos seluas 9,91 Ha, serta jalan/pangkung/sungai seluas 23,37 Ha.
Dari total lahan yang tersisa seluas 514,02 Ha disepakati 70% menjadi hak warga Desa Sumberklampok dan seluas 30% menjadi hak Pemprov Bali.
“Sudah terlalu lama masyarakat Sumberklampok menunggu penyelesaian permasalahan ini, guna mendapatkan kejelasan hak mereka. Dan ini wujud komitmen saya sejak lama untuk menyelesaikannya, agar kedua belah pihak baik Pemorov Bali maupun warga disana mendapatkan kepastian hukum, ” tegas Gubernur Koster.
Ia menceritakan langkah yang diambil sudah berdasarkan penelusuran dokumen-dokumen, mempelajari sejarah keberadaan warga setempat, dan tak lepas dari hasil koordinasi bersama stake holder terkait seperti DPRD Provinsi Bali, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali, serta jajaran Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng.
“Skema pembagian yang kami ambil, menurut saya ini sudah yang terbaik, win – win solutions bagi kedua belah pihak, dan tetap lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, untuk itu mari kita jaga baik – baik kesepakatan ini,” ujarnya.
Gubernur Koster pun kembali menegaskan agar masyarakat lebih mengutamakan cara – cara musyawarah dalam penyelesaian masalah, dan tidak cepat terprovokasi oleh pihak – pihak yang tidak bertanggungjawab, yang mana permasalahan tanah merupakam hal yang sensitif.
“Keputusan ini juga atas persetujuan DPRD Provinsi Bali, kalau tidak dapat persetujuan dari DPRD kesepakatan ini tidak akan jalan. Jadi mari kita jaga bersama – sama, jangan sampai ada tindakan – tindakan yang mencederai kesepakatan ini. Jika timbul permasalahan baru, kesepakatan ini bisa saja dicabut lagi nantinya, ” pungkasnya. (wid)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.