RAKOR – Ketua DPRD Badung Putu Parwata saat rakor dengan Kadis Kominfo Badung GN Jaya Saputra dan utusan dari Dinas PUPR, DPM PTSP dan Bagian Hukum, Kamis (24/6/2021).
 Mangupura (Metrobali.com)-
Di tengah pacekliknya pendapatan dari pajak hotel dan restoran (PHR) yang selama ini menjadi andalan Badung, Ketua DPRD Dr. Drs. Putu Parwata MK, MM, berupaya menemukan peluang-peluang baru untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD). Salah satunya dengan pelakukan penataan tower roof top yang berpeluang memberikan kontribusi bagi daerah.
Hal tersebut terungkap saat Ketua DPRD Badung Putu Parwata menggelar rapat koordinasi (rakor) dengan Kadis Kominfo Badung GN Jaya Saputra dan Dinas Penanaman Modal PTSP, Dinas PUPR, Bagian Hukum dan HAM, Kamis (24/6/2021). Rakor tersebut juga dihadiri Ketua Komisi I DPRD Badung Wayan Regep.
Seusai rakor, Putu Parwata yang juga Sekretaris DPC PDI Perjuangan Badung tersebut menyatakan, rakor yang digelarnya untuk mengidentifikasi potensi-potensi yang berpeluang memberikan pendapatan bagi Badung. Ini dilakukan terkait dengan anjloknya pendapatan dari PHR. “Sesungguhnya banyak potensi yang bisa digarap untuk meningkatkan pendapatan Badung,” ungkap politisi asal Dalung Kuta Utara tersebut.
Beberapa potensi yang didapat dari hasil kerja masing-masing komisi, ujarnya, yang pertama bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Untuk ini, pihaknya mendesak Bapenda untuk segera melakukan penyesuaian nilai jual objek pajak (NJOP). Selain itu, Bapenda juga harus segera melakukan koordinasi dengan Kanwil Pajak untuk menentukan penurunan NJOP-nya. “Ini harus dilakukan karena merupakan hasil rapat dengan Bupati dari Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri,” tegasnya.
Yang kedua, dalam rapat kerja DPRD Badung dengan alat kelengkapan Dewan, kata Parwata, ada sekitar 378 tower roof top dan monopol di wilayah Badung yang belum berizin alias bodong. Setelah ditindaklanjuti oleh Komisi I DPRD Badung, ujarnya, ternyata pemilik tower itu sangat bersedia untuk membayar retribusi, termasuk membayar pajak-pajak yang dimungkinkan oleh undang-undang. “Tetapi usulan dan permohonanya belum bisa ditindaklanjuti oleh Dinas Perijinan karena belum ada kesepakatan,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menggelar rapat, ternyata UU monopoli itu dengan adanya tower terpadu atau bersama sudah tidak berlaku lagi secara hukum. “Secara hukum sudah tak berlaku lagi lagi, apalagi dalam perjanjiannya tanpa mengecualikan UU. Itu sudah cacat. Perjanjian kerja sama itu menurut pandangan kami itu cacat karena melampaui kewenangan UU. UU-lah yang mengatur negara ini, bukan kesepakatan,” katanya.
Selanjutnya, UU monopoli tak boleh ada dan UU Omnibus law mempermudah proses perizinan. Selanjutnya kesepakatan empat menteri tentang tower sudah menegaskan tidak boleh ada monopoli. Selanjutnya Perda 18 tahun 2016 juga mempertegas tentang keputusan empat menteri tentang tower bersama itu. Perbupnya juga sudah ada sehingga secara yuridis tidak ada masalah tinggal Kominfo membuat rekomendasi terhadap proses tower roof top dan monopol. Ini satu potensi yang memang harus segera ditindaklanjuti karena secara yuridis tak ada masalah.
Pihaknya menjamin rekomendasi yang dikeluarkan Kominfo tak ada masalah secara UU. Pihaknya segera melakukan koordinasi dengan Polda Bali dan Kejaksaan bahwa rekomendasi terhadap tower itu tak ada persoalan.
Ditanya besarnya potensi dari tower roof top dan monopol ini, ujar Parwata, bisa mencapai puluhan miliar. “Kalau ini bisa jalan, potensinya bisa puluhan miliar ini dan ini bisa menambah pendapatan Badung di luar PHR,” ujarnya.
Editor : Sutiawan