Biaya Distribusi Gas yang Tinggi Berdampak pada PLTG Pesanggaran dan PLN
Jakarta (Metrobali.com)
Biaya regasifikasi pada Floating Storage Regasification Unit (FSRU) yang ditetapkan Pelindo III dari Bontang ke Terminal Penerimaan dan Regasifikasi LNG Tanjung Benoa, hingga pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) Pesanggaran, dinilai terlalu tinggi dan dapat memengaruhi beban PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Akibat biaya distribusi yang mahal ini, PLTG Pesanggaran mengalami kesulitan dalam menjalankan operasionalnya secara efisien. Biaya produksi listrik pun meningkat, yang pada akhirnya dapat berdampak pada kesulitan menurunkan tarif listrik untuk masyarakat.
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengkritik harga yang ditetapkan oleh Pelindo III, yang bisa mencapai lebih dari USD 10 per MMBTU (Millions British Thermal Units). Harga ini jauh di atas tarif yang diterapkan di negara-negara lain seperti Malaysia, yang hanya USD 6 per MMBTU. Fahmy berpendapat bahwa tarif distribusi gas cair yang ditetapkan oleh Pelindo III mencakup komponen-komponen yang tidak relevan, seperti biaya sewa tanah dan pajak.
Menurut Fahmy, distribusi gas dari wilayah sumber gas di Indonesia yang berada di ujung ke wilayah konsumen di sekitar Jawa dan Bali melibatkan beberapa tahap, termasuk regasifikasi menjadi LNG dan distribusi menggunakan moda transportasi. Hal ini mengakibatkan biaya yang meningkat karena adanya duplikasi biaya distribusi.
Fahmy menjelaskan bahwa regulasi perlu dibuat untuk mengatur biaya pengapalan, regasifikasi, dan distribusi gas alam cair ini. Regulasi harus mencakup komponen biaya yang dibebankan dan berapa margin yang boleh diambil oleh pemilik lahan dan perusahaan transportasi. Hal ini harus ditetapkan oleh pemerintah melalui regulasi sehingga distribusi gas dapat lebih adil.
Iwa Garniwa, seorang pengamat energi dari Universitas Indonesia, juga menggarisbawahi perlunya sinergi antara Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri ESDM untuk menyelesaikan masalah biaya distribusi gas yang tinggi. Salah satu dampaknya adalah kenaikan harga pokok penyediaan listrik, yang pada akhirnya akan memengaruhi tarif listrik.
“Sekarang perlu ada sinergi antara Erik Thohir yang mengatur BUMN-nya dan Menteri ESDM dari gas tadi. Tanpa itu akan berlarut-larut. Ironis kalau biaya transportasi ini membebani cukup tinggi BPP tersebut yang dampaknya adalah ke tarif listrik. Disamping itu gas dapat menjembatani sebagai salah satu transisi energi,” tandas Iwa, Minggu 8 Oktober 2023.
Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), telah menetapkan bahwa harga gas bumi untuk program konversi pembangkit listrik diesel (PLTD) ke pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) tidak boleh melebihi USD 10 per MMBTU. Namun, masalah distribusi gas yang mahal perlu segera ditangani agar harga gas lebih terjangkau dan mendukung sektor energi Indonesia.(Rls)