Dari kanan ke kiri, Ketut Ari Wartini, Made Muhl Sartana, Nyoman Dhamantra dan Pengelingsir Jero Meduri, saat simakrama di Banjar Lebah, Sumerta Kaja, Dentim, Denpasar

Denpasar (Metrobali.com)-

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2013 sebanyak 162.051 ribu orang. Namun selama periode 6 bulan Maret-September 2013, jumlah penduduk miskin tercatat mengalami kenaikan. Pada periode itu terjadi jumlah penduduk miskin bertambah sebanyak 24.002 orang sehingga per September 2013 penduduk miskin di Bali mencapai 186.053 orang. Jika dipersentase 4,5 persen penduduk di Bali tergolong penduduk miskin. Sangat ironis. Sehingga, dibutuhkan langkah-langkah sistematis, berbasis pembangunan Desa.

Demikian wecana yang mengedepan dalam simakrama Nyoman Dhamantra, yang didampingi Ketut Ari Wartini, caleg PDI-P untuk DPRD Bali Dapil Denpasar dan Made Mulh Sartana, caleg PDI-P untuk DPRD Kota Denpasar Dapil Dentim, Senin 3/2 di Jero Meduri, Banjar Lebah, Desa Sumerta Kaja, Denpasar Timur.

Sebagai Ibu rumah tangga, Ketut Ari Wartini melihat, komoditas makanan berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan. Sedangkan komoditas bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan diantaranya biaya perumahan, upacara keagamaan, dan bahan bakar minyak. “Jumlah penduduk miskin di perdesaan naik hampir dua kali lipat dari jumlah penduduk miskin di perkotaan. Hal ini sudah tentu membawa tekanan urbanisasi ke kota, khususnya Denpasar,” ujar Ketut Ari Wartini.

Ditambahkan, beberapa faktor terkait dengan kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin selama ini antara lain inflasi umum, kenaikan harga beras dan harga eceran beberapa komoditas bahan pokok, serta adanya penurunan tingkat penghasilan warga. “Perlu terobosan baru dalam mengatasi persoalan ini, melalui pengembangan ekonomi berbasis budaya (kreatif), melalui usaha kecil dan menengah (UMKM) guna meningkatkan pendapatan warga/RTM,” ungkap Ari Wartini.

Sementara itu, Made Muhl Sartana menawarkan solusi, dimana Pemkot Denpasar  perlu mengembangkan sistem Kartu Rumah Tangga Miskin (RTM). Kartu ini bakal diberlakukan seumur hidup dengan setiap tahun dilakukan evaluasi Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM PemDes) Kota Denpasar. “Untuk itu, perlu dilakukan perekaman data RTM, yang nantinya sebagai pemegang kartu. Ambil per desa dan kecamatan data-datanya, hal ini bisa selesai cepat mengingat sistem data on-line yang sudah diberlakukan Pemkot Denpasar,” katanya.

Atas kondisi ini, Nyoman Dhamantra meminta Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar mempercepat proses pengentasan kemiskinan dan jangan sampai malah angka kemiskinan itu meningkat. “Selama ini pemerintah belum tepat sasaran mengentaskan kemiskinan sehingga hasilnya belum optimal. Program pembangunan hanya berjangka pendek, sehingga sulit membangun kemandirian dan kesejahteraan ekonomi masyarakat,” katanya lugas.

Lebih jauh Dhamantra menyebutkan, tingginya kesenjangan di tengah tingginya pertumbuhan merupakan dampak dari ekonomi Bali dominan digerakkan oleh pendatang atau investor luar (negeri). Sehingga, pertumbuhan ekonomi Bali yang rata-rata di atas enam persen dominan menguap keluar. “Solusi dari permasalahan ini adalah menggenjot sektor riil, mulai dari mem-back up sektor pertanian, industri pengolahan dan kerajinan, serta meperkuat pasar (tradisional). Dengan begitu, tingginya tingkat pengangguran yang berujung pada kemiskinan dapat teratasi, dan sekaligus mendorong kemandirian dan kedaulatan ekonomi rakyat,” tegas Nyoman Dhamantra. RED-MB