Devy
Devy Kamil Syahbani

Karangasem, (Metrobali.com) –

Gunung Agung kini nampak seperti tenang. Hanya terlihat asap putih tipis ke luar dari kawah setinggi 500-1.000 meter.
Kegempan masih terus terjadi. Gempa low frekuensi 3 kali, vulkanik dangkal 3 kali, vulkanik dalam 6 kali. Namun gempa tremor menerus masih terjadi. Setidaknya hal itu yang terekam dari pengamatan periodik mulai pukul06.00 WITA hingga pukul 12.00 WITA hari ini, Minggu 3 Desember 2017.
Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Devy Kamil Syahbani tak menampik jika dari hasil pengukuran gas magmatik, untuk gas SO2 yang mengindikasikan aliran magma kemarin siang terukur turun drastis konsentrasinya dibandingkan fase erupsi eksplosif 26-27 November lalu. “Kemarin siang nilainya lebih rendah 20 kalinya,” jelas Devy, Minggu 3 Desember 2017.
Kondisi asap putih tipis setidaknya merefleksikan setidaknya dua hal. Pertama, magma yang naik ke permukaan lajunya melemah, karena kehilangan energi akibat gas magmatik telah semakin berkurang pasca erupsi kemarin. “Pada akhirnya habis, menuju kesetimbangannya (equilibrium),” tuturnya.
‎Kedua, terjadi penyumbatan pada pipa magma, fluida magma yang bergerak ke permukaan terhalang oleh lava di permukaan yang mendingin dan mengeras.‎ Jika kemungkinan pertama yang terjadi, maka potensi terjadinya erupsi akan berkurang karena magma kehilangan mobilitasnya. “Bahkan erupsi-erupsi selanjutnya bisa jadi tidak teramati lagi dalam waktu dekat sampai magma baru suatu saat nanti lahir lagi,” papar dia.
Namun jika kemungkinan kedua yang terjadi, maka potensi terjadinya erupsi akan meningkat karena akumulasi tekanan magma bertambah. Pada waktu tertentu, ketika lava yang menutupi ke luarnya magma tadi kekuatannya lebih rendah dari tekanan yang diakumulasi di bawahnya, maka erupsi dapat terjadi.
Jika kemungkinan kedua yang terjadi, yaitu jika terjadi penyumbatan, maka ada dua kemungkinan lagi menurut Devy yang dapat terjadi‎. “Jika masa tenangnya lama, maka kemungkinan akumulasi tekanannya semakin besar, erupsi memungkinkan terjadi lebih eksplosif dari erupsi kemarin,” ujarnya.
Pada erupsi tahun 1963 lalu terdapat fase istirahat sekitar dua minggu sebelum terjadinya erupsi utama yang mencapai ketinggian sekitar 23 kilometer.‎ Kemungkinn lainnya, jika masa tenangnya pendek, maka kemungkinan akumulasi tekanannya tidak besar, erupsi memungkinkan untuk terjadi dengan dengan eksplosivitas mirip erupsi kemarin atau lebih rendah dari pada erupsi utama tahun 1963.
Devy mengingatkan, karena kompleksitas yang dimiliki oleh gunung api, maka sains vulkanologi hingga saat ini belum bisa didekati dengan metode deterministik (yang pasti-pasti). Vulkanologi, Devy menjelaskan, adalah sains yang didekati metode probabilistik (yang mungkin-mungkin), di mana unsur ketidakpastian harus selalu dimasukkan. “Artinya, meskipun saya di atas menjelaskan beberapa kemungkinan, bisa jadi Gunung Agung punya rencananya sendiri yang tidak masuk ke kemungkinan di atas,” papar dia.
Oleh karena itu, Devy mengajak semua pihak perlu bersabar menunggu perkembangan data sehingga pihaknya benar-benar melihat indikasi yang lebih jelas ke mana Gunung Agung memilih jalan. “Kita tidak boleh lengah dan harus selalu siap siaga dengan segala kemungkinan. Mudah-mudahan Gunung Agung memilih jalan yang kita harapkan, yaitu kemungkinan pertama, erupsinya selesai, supaya masyarakat bisa segera pulang dari pengungsian dan kembali beraktivitas normal. Saya maupun teman-teman juga bisa kembali hidup normal, pulang bertemu keluarganya masing-masing,”‎ imbuhnya. (Laporan Bobby Andalan)